Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Virus Corona Varian Delta Plus, Ahli Ingatkan Disiplin Protokol Kesehatan

Kompas.com - 16/06/2021, 20:30 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

Hingga saat ini, pemerintah Maharashtra telah mengirimkan sejumlah besar sampel dari berbagai distrik untuk pengurutan genom, guna memverifikasi apakah ada mutasi baru SARS-CoV-2, dengan tujuan untuk mengidentifikasi Covid-19 varian delta plus atau AY.1 .

Disiplin protokol kesehatan

Terkait hal tersebut, Ahmad Utomo, ahli biologi molekular Indonesia mengatakan, terapi antibodi monoklonal memang cenderung rentan menghadapi varian, karena antibodi hanya mengenali satu sisi dari struktur protein spike virus.

"Jadi, kalau area yang ditargetkan antibodi monoklonal bermutasi, ya sudah tidak bisa lagi," ujar Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Rabu (16/6/2021).

Lebih lanjut ia menjelaskan, pada vaksin yang terbentuk adalah antibodi poliklonal, artinya antibodi yang terbentuk mengenali banyak sisi dari protein spike. Sehingga, jika ada sisi yang bermutasi, sisi yang lain masih bisa dikenali oleh antibodi lain.

"Laporan terakhir, varian delta ini masih bisa ditanggulangi dengan vaksin yang sudah ada, seperti AstraZeneca," katanya.

Menurutnya, virus corona varian apa pun perlu diwaspadai, karena semua varian yang muncul, penularannya sangat tergantung pada perilaku manusia. Inilah mengapa sangat penting untuk menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin sampai pandemi berakhir.

Baca juga: Varian Delta Lebih Menular dan Bisa Kelabuhi Sistem Kekebalan, Ini Penyebabnya

Dihubungi secara terpisah, dr. Gunadi, Sp.BA., PhD Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM juga memberikan tanggapan terkait munculnya varian delta plus. Menurutnya, untuk saat ini lebih baik untuk fokus menghadapi varian delta.

Ia menambahkan, lagipula untuk saat ini terapi Covid-19 di Indonesia masih bersifat umum dan belum menggunakan terapi antibodi monoklonal.

“Di Indonesia kan terapinya masih umum, misalnya supaya tidak kena infeksi bakteri ditambahkan antibiotik, selain itu diberi multivitamin, diberi terapi antivirus yang bersifat umum. Sementara, terapi antibodi monoklonal itu bersifat spesifisk,” jelas Gunadi kepada Kompas.com, Rabu (16/6/2021).

“Terapi antibodi monoklonal ini setahu saya sedang uji klinis di Amerika dan Eropa. Terapi ini menarget langsung virusnya, khususnya virus corona yang ada mutasinya,” imbuhnya.

Senada dengan Ahmad, terpenting menurut Gunadi, apa pun varian virus corona, cara terbaik untuk menghadapinya tetap sama, yaitu menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin dan pemerintah terus meningkatkan 3 T (testing, tracing, treatment).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com