Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerap Menelan Korban Jiwa, Apa Saja Tanda Akan Terjadi Tsunami?

Kompas.com - 12/06/2021, 17:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia merupakan suatu negara yang termasuk dalam kawasan cincin api, sehingga rawan gunung meletus, gempa bumi, hingga tsunami.

Para ahli menyebutkan, salah satu kawasan rawan bencana adalah wilayah pesisir Selatan Pulau Jawa (Pulau Jawa bagian Selatan).

Ahli Tsunami Indonesia Widjo Kongko mengatakan, Jawa bagian Selatan memang menghadap daerah subduksi dengan potensi gempa bumi megathrust dan berpotensi memicu bencana tsunami yang tinggi.

Baca juga: Penyebab Terjadinya Tsunami, Bukan Hanya Gempa Bumi

Bencana tsunami besar pernah menghantam daerah di pesisir selatan Jawa, termasuk Banyuwangi, Jawa Timur, pada tahun 1994 lalu, yang menyebabkan ratusan orang dinyatakan tewas dalam peristiwa itu.

Berdasarkan kajian Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kini potensi gempa bumi besar yang dapat memicu gelombang tsunami di wilayah selatan Jawa Timur kembali muncul.

"Indonesia memiliki potensi gempa bumi yang dapat terjadi kapan saja dengan berbagai kekuatan (magnitudo)," tulis BMKG dalam keterangan resminya, Sabtu (5/6/2021).

Berdasarkan hasil kajian dan pemodelan para ahli yang disampaikan pada diskusi bertajuk "Kajian dan Mitigasi Gempabumi dan Tsunami di Jawa Timur", zona lempeng selatan Jawa memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum M 8,7. 

"Tetapi ini adalah potensi bukan prediksi yang pasti. Sehingga, kapan terjadinya tidak ada yang tahu," imbuh BMKG.

Terkait hal tersebut, masyarakat pesisir selatan Jawa terus mendapatkan sosialisasi mitigasi bencana tsunami, termasuk mengetahui kapan mereka harus waspada dan pergi dari sekitaran pesisir sebelum tsunami terjadi.

Tanda-tanda akan terjadi tsunami

Widjo menjelaskan bahwa secara statistik, penyebab tsunami yang paling dominan adalah gempa bumi.

Namun, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi dengan pasti kapan, di mana, dan seberapa besar suatu gempa akan terjadi.

"Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa prediksi gempa yang sebabkan tsunami," kata Widjo kepada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).

Baca juga: Potensi Tsunami di Indonesia, Ingat Konsep 20-20-20

Ilustrasi tsunami, peringatan dini tsunamiShutterstock Ilustrasi tsunami, peringatan dini tsunami

Tetapi, masyarakat bisa mewaspadai dan segera berlari dari pesisir ke wilayah yang lebih tinggi saat mendengar ataupun merasakan getaran kuat dari dasar bumi.

Terlebih lagi, jika getaran atau guncangan tersebut dirasakan cukup lama yakni lebih dari 15-20 detik.

"Jika ada atau merasakan gempa bumi yang kuat dan cukup lama, maka jauhilah daerah pantai," tegasnya.

Tidak hanya getaran dari dasar bumi, masyarakat di daerah rawan gempa dan tsunami juga harus mewaspadai peringatan pendek dari bunyi gemuruh seperti pesawat jatuh terjadi dalam beberapa menit.

Baca juga: Potensi Tsunami Jawa Timur 29 Meter, Ini Cara Mitigasi Bencana Tsunami

Menurut Widjo, peringatan pendek dari bunyi gemuruh seperti pesawat yang terdengar beberapa menit sebelum tsunami sampai di pantai, pernah dialami oleh para penyintas peristiwa Tsunami 2010 Mentawai dan 2018 Gunung Anak Krakatau.

Selain kajian dari instansi-instansi berwenang, umumnya masyarakat yang pernah dihantam bencana memiliki kearifan lokal sendiri yang mengaitkan suatu fenomena dengan kejadian gempa ataupun tsunami yang terjadi.

Seperti mengaitkan peristiwa banyaknya ikan atau hewan laut yang terdampar di pesisir, sebagai pertanda akan terjadi tsunami di perairan itu.

Mengenai hal ini, Widjo menegaskan, belum ada kajian yang mapan bagaimana hewan laut atau ikan dan fenomena air laut relevan sebagai precusor (prediksi) gempa bumi dan tsunami.

"Saya kira yang saat ini terjadi yaitu adanya ikan minggir bisa saja karena faktor lain, dan ini beberapa kali sudah pernah terjadi sebelumnya dan tidak diikuti gempa atau tsunami," jelas Widjo saat dihubungi terpisah.

Sementara itu, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi dari Universitas Gadjah Mada, Gayatri Indah Marliyani ikut menambahkan, peristiwa ikan-ikan terdampar ketika air laut surut ataupun air laut yang berbau, akibat telah terjadi gempa bumi signifikan sebelumnya, mungkin saja terjadi.

Karena, gempa besar di daerah subduksi biasanya menyebabkan air laut surut, bau garam menguar, dan bisa dijadikan tanda untuk meningkatkan kewaspadaan, termasuk segera menuju ke tempat yang tinggi.

"Tapi syaratnya ya itu, ada kejadian gempa yang signifikan sebelumnya," jelasnya.

"Kalau tidak ada kejadian gempa, tidak  ada kejadian apa-apa, lalu ada ikan menepi dan air laut berubah baunya, itu belum ada korelasinya sih," imbuhnya.

Sehingga, ia menegaskan, adanya banyak ikan terdampar atau menepi disertai air laut berubah menjadi lebih berbau, belum bisa dibuktikan sebagai pertanda akan terjadi tsunami.

Baca juga: 10 Langkah Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com