Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian Baru: Varian Virus Corona B.1.1.7 Tak Terbukti Sebabkan Covid-19 Parah

Kompas.com - 13/04/2021, 12:05 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

KOMPAS.com - Sebelumnya varian baru virus corona Inggris B.1.1.7 disebut bisa menyebabkan Covid-19 dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi dan bahkan risiko kematian yang lebih tinggi.

Namun, menurut penelitian baru, varian baru virus corona B.1.1.7 ini tak terbukti meningkatkan keparahan Covid-19.

Dalam dua penelitian yang diterbitkan di The Lancet Infectious Diseases dan di The Lancet Public Health, para ilmuwan memberikan berita baik terkait varian baru virus corona B.1.1.7 yang muncul dari Inggris pada Desember lalu.

Baca juga: Mutasi Virus Corona B.1.1.7 Ditemukan di Indonesia, Ini 4 Hal yang Perlu Diketahui

Sejak saat itu, varian virus ini menjadi virus dominan di wilayah tersebut, mencakup hampir semua kasus baru Covid-19 di sana, bahkan baru-baru ini menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di beberapa bagian AS, serta di bagian lain dunia.

Pada awal Maret lalu, di Indonesia juga telah ditemukan kasus Covid-19 yang disebabkan oleh mutasi virus corona B.1.1.7.

Terkait hal tersebut para peneliti melaporkan, bahwa dari hasil penelitian, varian virus B.1.1.7 tidak berkaitan dengan penyakit Covid-19 yang lebih parah atau kematian.

Varian virus ini juga disebut tidak menyebabkan gejala yang berbeda (atau lebih banyak), di antara mereka yang terinfeksi, dibandingkan dengan jenis virus SARS-CoV-2 sebelumnya.

Namun mereka juga menekankan, bahwa temuan ini bukanlah hasil final tentang dampak varian.

Memang, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian lain yang diterbitkan bulan lalu di Nature, yang menemukan hasil yang berlawanan di antara pasien yang dirawat di rumah sakit.

Dalam studi tersebut, varian B.1.1.7 dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan varian virus corona lain.

Tidak tampak keparahan dan risiko kematian yang lebih tinggi

Dalam studi yang diterbitkan di Lancet Infectious Diseases, para ilmuwan yang dipimpin oleh profesor infeksi, kekebalan dan peradangan di University College of London, Dr. Eleni Nastouli, mengurutkan virus yang diperoleh dari sampel dari 341 orang yang dites positif Covid-19 di dua rumah sakit di Inggris antara November hingga Desember 2020, tepat saat varian baru mulai menyebar di sana.

Baca juga: Fakta Mutasi Virus Corona B.1.1.7 di Indonesia, dari Penyebaran, Gejala, hingga Pencegahannya

Ilustrasi tes Covid-19, deteksi Covid-19, pengujian virus corona.Shutterstock Ilustrasi tes Covid-19, deteksi Covid-19, pengujian virus corona.

Sekitar 58% dari orang-orang tersebut terinfeksi varian baru virus corona B.1.1.7, dan para peneliti membandingkan tingkat keparahan penyakit mereka dengan orang yang terinfeksi jenis virus lain yang beredar pada saat itu, yaitu D614G, hasilnya mereka tidak menemukan perbedaan yang signifikan.

Sekitar 36% penderita Covid-19 akibat varian virus B.1.1.7 menjadi sakit parah, dibandingkan dengan 38% penderita strain lain.

Orang yang terinfeksi mutasi virus B.1.1.7 juga tidak tampak memiliki risiko kematian lebih tingi dibandingkan mereka yang terinfeksi jenis virus lain.

“Kami tidak menemukan hubungan antara tingkat keparahan penyakit Covid-19 dengan varian virus lain setelah disesuaikan dengan faktor lain seperti usia, etnis, dan kondisi kesehatan lainnya,” kata Nastouli.

Baca juga: B.1.1.7 Sampai N493K, Kenapa Nama Varian Virus Corona Aneh dan Rumit?

Namun, dia dan timnya menemukan bahwa orang yang terinfeksi B.1.1.7 lebih mungkin memiliki viral load (jumlah virus) yang lebih tinggi dalam sampel hidung dan tenggorokan mereka, dibandingkan mereka yang terinfeksi dengan varian virus corona yang sebelumnya beredar.

Hal itu sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan, bahwa B.1.1.7 lebih dapat ditularkan daripada versi virus sebelumnya.

Studi dari Lancet Public Health juga menemukan B.1.1.7 terkait dengan peningkatan kemungkinan penularan — dalam hal ini, penelitian mengatakan tingkat penularan 35% lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang beredar sebelumnya.

Penelitian ini didasarkan pada kumpulan data yang sama sekali berbeda dengan penelitian Nastouli.

Dalam hal ini, data mentah berasal dari 36.000 peserta Studi Gejala Covid, survei berkelanjutan terhadap empat juta orang di Inggris yang mendaftar untuk mengunduh aplikasi dan mencatat setiap hari bagaimana perasaan mereka dan gejala apa pun yang mereka alami, serta hasil tes Covid-19 yang mereka lakukan.

Para peneliti menggabungkan data yang dilaporkan sendiri ini, dengan data genomik dari Covid-19 Genomics UK Consortium, yang secara acak mengurutkan virus dari sampel tes positif di Inggris, untuk mengetahui proporsi tes positif yang menyertakan varian B.1.1.7.

"Kami tidak menemukan perbedaan apa pun dalam jenis gejala yang dialami atau jumlah total gejala di antara orang yang terinfeksi B.1.1.7," kata Mark Graham, rekan peneliti di King's College London dan penulis utama studi tersebut.

Menurutnya hal itu penting, karena hal tersebut mengonfirmasi bahwa metode penyaringan dan pengujian saat ini dapat secara efektif mengambil kasus varian.

Baca juga: Varian Baru B.1.1.7 Ditemukan di Indonesia, Ini 3 Alasan Kenapa Virus Corona Terus Bermutasi

Ilustrasi pasien virus corona, pasien Covid-19SHUTTERSTOCK/FunKey Factory Ilustrasi pasien virus corona, pasien Covid-19

Graham dan timnya juga mengeksplorasi pertanyaan kritis lainnya, apakah paparan B.1.1.7 akan menyebabkan infeksi ulang di antara orang-orang yang sebelumnya telah pulih dari Covid-19 dengan jenis yang sebelumnya beredar, atau di antara orang-orang yang telah divaksinasi Covid-19.

Mereka menetapkan bahwa tingkat infeksi ulang dengan versi virus apa pun itu rendah, termasuk di daerah di mana B.1.1. 7 relatif lebih tinggi.

Itu menunjukkan bahwa B.1.1.7 tidak menyebabkan infeksi ulang yang berarti di antara orang yang sebelumnya terinfeksi virus versi lain.

Data tersebut, kata Graham, menunjukkan bahwa B.1.1.7 tidak benar-benar memiliki efek substansial pada infeksi ulang, dan kekebalan yang dikembangkan dari infeksi Covid-19 sebelumnya, tampaknya cukup melindungi penyintas terhadap B.1.1.7.

Ini juga menunjukkan bahwa vaksin yang dikembangkan terhadap varian sebelumnya mampu melindungi dari varian baru virus corona B.1.1.7 .

Baca juga: Varian Virus Corona B.1.1.7 Inggris Lebih Mematikan, Studi Ini Jelaskan

Lalu mengapa penelitian lain menunjukkan tingkat keparahan dan risiko kematian yang lebih tinggi di antara orang yang terinfeksi B.1.1.7?

Menurut Nastouli, salah satu alasannya kemungkinan karena perbedaan populasi yang diteliti.

Studinya berfokus pada orang dengan kondisi cukup sakit sehingga perlu dirawat di rumah sakit, sementara, misalnya, studi Nature dari Maret yang menemukan tingkat keparahan tinggi bergantung pada data komunitas dari orang-orang yang tidak mencari perawatan di rumah sakit.

“Itu tidak selalu bertentangan. Itu hanya studi yang dilakukan di lingkungan yang berbeda,” katanya.

Nastouli mengatakan, penelitian lebih lanjut masih diperlukan, dengan mengonfirmasi lebih banyak data yang melibatkan pengurutan genetik virus corona dari orang yang dites positif, dan lebih banyak penelitian di tempat-tempat di luar Inggris — seperti AS - di mana B.1.1.7 mendominasi.

Baca juga: Varian Baru B.1.1.7 Ditemukan di Indonesia, Epidemiolog Sebut Sangat Wajar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com