Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan: Kawasan Keanekaragaman Hayati Dipastikan Hancur akibat Perubahan Iklim

Kompas.com - 12/04/2021, 20:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi baru menunjukkan, kawasan dengan keanekaragaman hayati terbaik dunia dipastikan hancur, akibat perubahan iklim yang tidak terkendali.

Studi tersebut adalah penelitian ilmiah yang telah diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation, Jumat, 9 April 2021.

Para peneliti menyimpulkan pernyataan tersebut, setelah menganalisis hampir 300 titik panas keanekaragaman hayati- tempat dengan jumlah spesies hewan dan tumbuhan yang sangat tinggi, baik di darat maupun di lautan.

Studi tersebut menemukan, spesies endemik 2,7 kali lebih mungkin punah dengan peningkatan suhu yang tidak terkendali, dibandingkan spesies yang tersebar luas.

Baca juga: Ahli Sebut Perubahan Iklim Berperan dalam Pandemi Covid-19, Kok Bisa?

Penulis utama studi sekaligus peneliti di Universitas Federal Rio de Janeiro, Stella Manes mengatkan bahwa hal itu terjadi karena mereka hanya ditemukan di satu tempat.

Ia menambahkan, jika perubahan iklim mengubah habitat tempat mereka tinggal, spesies endemik tersebut pun akan dengan mudah hilang dari muka bumi.

"Perubahan iklim mengancam daerah yang dipenuhi dengan spesies yang tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia," kata Manes.

"Risiko spesies itu hilang selamanya meningkat lebih dari 10 kali lipat, jika kita melewatkan tujuan Perjanjian Paris," imbuhnya.

Oleh karena itu, tim ilmuwan sepakat jika sebagian besar spesies endemik akan dapat bertahan, jika negara-negara mampu mengurangi emisi sejalan dengan Perjanjian Paris.

Sebagai informasi, Perjanjian Paris (Paris Agreement) adalah perjanjian dalam konvensi kerangka kerja perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengawal reduksi emisi karbon dioksida efektif yang mulai berlaku pada tahun 2020.

Komitmen negara-negara dinyatakan melalui Nationally Determined Contribution (NDC) untuk periode 2020-2030, ditambah aksi pra-2020.

Perjanjian Paris berlaku apabila diratifikasi oleh setidaknya 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55 persen emisi gas rumah kaca. 

Dalam pelaksanaannya, negara-negara yang melakukan komitmen Perjanjian Paris tersebut harus menekan emisi di bawah 2 derajat Celcius, yaitu 1,5 derajat Celcius.

Dalam studi, tim ilmuwan menemukan, secara total, hanya 2 persen spesies endemik darat dan 2 persen spesies laut endemik yang akan menghadapi kepunahan pada suhu 1,5 derajat Celcius.

Sedangkan, hanya sekitar 4 persen dari masing-masing spesies endemik dapat bertahan, jika suhu mencapai 2 derajat Celcius. 

Selain itu, tim ilmuwan dunia itu juga mendapati banyak dari titik panas tersebut berisi spesies endemik unik, yang berada di satu lokasi geografis seperti satu pulau atau satu negara.

Mereka menemukan, bahwa jika planet memanas lebih dari 3 derajat Celcius, maka sepertiga spesies endemik yang hidup di darat, dan sekitar setengah dari spesies endemik yang hidup di laut, menghadapi kepunahan.

Baca juga: Bunga Sakura Jepang Mekar Lebih Awal, Perubahan Iklim Penyebabnya

Peneliti di Global Biology Group, Stellenbosch University, Guy F Midgley mengatakan analisis ini menambahkan rasa lebih dalam menilai risiko perubahan iklim terhadap keanekargaman hayati.

Tidak hanya itu, ia menegaskan studi ini dapat membantu menjelaskan berbagai proyeksi kerentanan yang ditemukan dalam literatur.

Para ilmuwan berharap, komitmen kuat dari para pemimpin global menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perubahan iklim di Glasgow akhir tahun ini, dapat membuat dunia berada di jalur yang tepat untuk memenuhi Perjanjian Paris, sehingga dapat menghindari kerusakan yang meluas dari kekayaan alam terbesar di dunia.

"Analisis menunjukkan, bahwa 20 persen dari semua spesies terancam punah karena perubahan iklim dalam beberapa dekade mendatang, kecuali kita bertindak sekarang," kata Mark Costello, pakar kelautan dari Universitas Nord dan Universitas Auckland yang tergabung dalam penulisan studi ini.

Baca juga: Gletser Himalaya Pecah Sebabkan Banjir Bandang, Ahli Salahkan Perubahan Iklim

Pentingnya keanekaragaman hayati

Menurut Manes, keanekaragaman hayati memiliki nilai lebih dari yang terlihat.

Semakin banyak keanekaragaman spesies, semakin baik pula kesehatan alam di suatu kawasan tersebut.

"Keanekaragaman juga melindungi dari ancaman seperti perubahan iklim," ujar Manes.

Hal ini dianggap baik, karena alam yang sehat tentunya akan memberikan kontribusi yang sangat diperlukan bagi orang-orang, seperti air, makanan, material, perlindungan dari bencana, rekreasi serta hubungan budaya dan spiritual.

Sementara dampak di daerah tropis sangat rentan, dengan lebih dari 60 persen spesies endemik tropis menghadapi kepunahan karena perubahan iklim.

Ini berarti, banyak hewan dan tumbuhan unik di kawasan-kawasan paling menakjubkan di dunia menghadapi kepunahan, jika emisi gas rumah kaca terus meningkat. 

Baca juga: Ilmuwan Sarankan Rekayasa Geo Matahari untuk Lawan Perubahan Iklim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com