KOMPAS.com - Menurut data WHO, 1 dari 4 orang dewasa dan 3 dari 4 remaja umur 11-17 tahun tidak memenuhi standar aktivitas fisik yang dianjurkan.
Sementara itu, menurut Riset Kesehata Dasar 2018, sebanyak 33,5% masyarakat kurang aktivitas fisik.
Pandemi Covid-19 membuat hal ini semakin buruk. Pasalnya, sejak pandemi bermula, masyarakat dianjurkan menjalani berbagai aktivitas dari rumah untuk mencegah penyebaran virus corona.
Baca juga: 8 Penyakit yang Bisa Dihindari dengan Aktivitas Fisik
Hal ini membuat semakin banyak orang terjebak dalam gaya hidup sedentari atau kurangnya aktivitas fisik.
Masalahnya, gaya hidup sedentari berisiko menyebabkan berbagai penyakit tidak menular yang dapat mengancam jiwa dan menurunkan imunitas tubuh.
Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes RI, dr. Riskiyana Sukandhi Putra, M.kes mengatakan, ada beberapa dampak yang bisa terjadi jika kita kurang melakukan aktivitas fisik, antara lain :
"Maka dari itu, penting sekali untuk bergerak. Terlebih Tuhan memang menciptakan manusia harus bergerak. Justru jika tidak bergerak, berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan."
Hal itu disampaikan dr.Riski dalam webinar yang diselenggarakan Anlene bersama Kemenkes RI, dalam rangka Hari Aktifitas Fisik dan Kesehatan Sedunia, Rabu (7/4/2021).
Lebih lanjut dr. Riski menekankan, bahwa pola hidup aktif harus kembali rutin dilakukan sebagai investasi kesehatan tulang, sendi, dan otot untuk menunjang kesejahteraan secara menyeluruh, di setiap tahapan kehidupan.
Aktivitas fisik yang baik menurutnya terlihat dari empat hal, yaitu baik, benar, terukur dan teratur.
Baik berarti aktivitasi fisik dilakukan secara bertahap, berkesiambungan dan sesuai dengan kondisi kesehatan tubuh.
Benar berarti aktivitas fisik dilakukan secara benar dengan melakukan pemanasan, latihan inti, dan diakhiri dengan pendinginan.
Terukur berarti olahraga minimal 30 menit lamanya dan dilakukan secara teratur sebanyak 3 sampai 5 kali seminggu.
"Aktivitas fisik yang teratur dapat menignkatkan daya tahan tubuh dan kebugaran jasmani," ungkap Riski.
Baca juga: Anak Minim Aktivitas Fisik Berisiko Diabetes Tipe 2