KOMPAS.com - Peneliti Oxford sedang bersiap merancang versi baru vaksin Covid-19. Ini adalah respons terhadap varian virus corona baru yang lebih menular dari Inggris da Afrika Selatan.
Para ilmuwan Oxford tengah menilai kemampuan vaksin yang dikembangkan bersama AstraZeneca apakah mampu memberi perlindungan terhadap varian baru virus corona Inggris dan Afrika Selatan yang terdeteksi akhir tahun 2020. Hasil analisis ini akan dirilis dalam paruh pertama Februari 2021.
Dilansir The Independent, Kamis (21/1/2021), tim Oxford bersiap mensintesis vaksin versi baru tanpa menunggu hasil uji apakah itu benar-benar akan dibutuhkan.
Menurut Profesor Sarah Gilbert, salah satu ilmuwan utama yang mengerjakan proyek ini, rencana ini muncul setelah perdana menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa Badan Pengatur Produk Obat dan Kesehatan (MHRA) bisa menyetujui vaksin yang dimodifikasi secepat mungkin untuk menghadapi varian baru virus corona.
Baca juga: Dokter: Mungkin Bupati Sleman Sudah Terinfeksi Covid-19 Sebelum Vaksin
Jika modifikasi pada vaksin diperlukan, artinya butuh waktu untuk membuat penyesuaian sebelum ditanam dalam kultur sel di dalam laboratorium.
Setelah itu, mitra farmasi Oxford, AstraZeneca, akan diminta untuk mulai memproduksi pasokan baru dari vaksin yang dimodifikasi sebelum mendistribusikannya ke seluruh dunia. Proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan.
"Diketahui bahwa virus terus berubah melalui mutasi. Mungkin kita akan menjumpai lebih banyak varian virus baru di tahun 2021 ini," kata juru bicara Seorang juru bicara Universitas Oxford kepada The Independent.
Perubahan ini dipantau secara ketat oleh para ilmuwan, dan penting untuk terus waspada terhadap perubahan di masa depan.
"Universitas Oxford dengan hati-hati menilai dampak varian baru pada kekebalan vaksin dan mengevaluasi proses yang diperlukan untuk pengembangan vaksin Covid-19 sudah disesuaikan dengan varian baru jika diperlukan."
Temuan tambahan tentang kemanjuran vaksin pada lansia akan dirilis bulan depan, bersama dengan data lebih lanjut untuk mendukung keputusan MHRA untuk menunda pemberian dosis kedua sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi pasokan saat ini.
Setelah pemeriksaan intensif untuk persetujuan vaksin pada bulan Desember - dan karena meningkatnya kekhawatiran seputar varian virus corona - para ilmuwan Oxford kini kembali ke laboratorium.
Para ahli telah memperingatkan bahwa ketidakpastian seputar varian baru dan prospek infeksi ulang menegaskan perlunya penekanan virus yang lebih efektif, daripada hanya mengandalkan vaksinasi.
Varian Afrika Selatan, bernama 501Y.V2, telah memicu perhatian khusus di antara para ahli setelah penelitian menunjukkan bahwa itu mungkin dapat menghindari bagian dari respons kekebalan yang dipicu oleh infeksi alami.
"Ini alasan kenapa vaksinasi tidak cukup untuk keluar dari pandemi," kata profesor Stephen Griffin, ahli virus di University of Leeds, kepada The Independent.
"Anda harus menerapkan protokol kesehatan atau Anda akan kembali terinfeksi dengan varian yang berbeda. Dan virus akan selalu memenangkan perlombaan akan itu, selalu."
Dalam studi terbaru terhadap 44 orang yang sebelumnya telah terinfeksi selama gelombang pertama Afrika Selatan, para ilmuwan menemukan bahwa varian tersebut tidak dikenali oleh antibodi yang ada dalam plasma darah dari 21 kasus.
Sementara sisanya, antibodi masih mengenali varian baru tersebut.
Baca juga: Apakah Varian Baru Virus Corona Bisa Memengaruhi Hasil Vaksin?
"Ini dialami oleh orang yang sangat sakit, dirawat di rumah sakit, atau yang memiliki respons sangat kuat terhadap virus," kata Profesor Penny Moore dari Institut Nasional untuk Penyakit Menular di Afrika Selatan.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kita memiliki tantangan yang harus dihadapi dan kita tak bisa langsung mengambil kesimpulan tanpa analisis lebih lanjut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.