Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

mRNA Pernah Diabaikan hingga Jadi Teknologi Vaksin Terdepan

Kompas.com - 25/11/2020, 08:30 WIB
Dinda Zavira Oktavia ,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber STAT News


KOMPAS.com- Pfizer menjadi yang terdepan mengumumkan keberhasilan vaksin Covid-19 berbasis messenger RNA (mRNA). Padahal beberapa dekade lalu, penemuan teknologi vaksin mRNA ini, tak hanya diragukan tetapi banyak ditolak oleh banyak pihak.

Keberhasilan Pfizer dalam membuktikan vaksin Covid-19 berbasis mRNA, membuat teknologi vaksin tersebut menjadi yang terdepan di garis perlombaan vaksin untuk melawan pandemi virus corona yang telah menginfeksi hampir 60 juta orang di seluruh dunia.

Pfizer menggandeng perusahaan biotek asal Jerman, BioNTech, telah membuktikan bahwa mRNA adalah teknologi yang bisa diandalkan dalam upaya menemukan vaksin yang tepat saat ini.

 

 

Di garis terdepan perlombaan vaksin virus corona, Pfizer tak sendiri. Moderna, perusahaan bioteknologi yang jauh relatif lebih muda dari Pfizer juga menunjukkan keberhasilan serupa berkat mRNA yang disematkan pada vaksinnya.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Vaksin, Sudah Ada Sejak 1.000 Tahun Lalu

 

Kedua pengembang vaksin ini sama-sama memperkenalkan messenger RNA (mRNA) sintetis, yakni variasi cerdik pada zat alami yang mengarahkan produksi protein dalam sel di seluruh tubuh. 

Dilansir dari Stat News, Rabu (25/11/2020), ada lusinan kandidat vaksin eksperimental dalam uji klinis tahap akhir secara global. Akan tetapi, hanya dua kandidat yang mengandalkan teknologi mRNA, yakni yang diujikan oleh Pfizer dan Moderna.

Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah membayangkan kemampuan tak terbatas messenger RNA atau mRNA yang dibuat secara khusus. Para peneliti memahami peranannya dalam triliunan sel tubuh, namun upaya untuk memperluas manfaat mRNA telah dimulai.

Baca juga: Pengembangan Vaksin Corona di Indonesia, Ini Teknologi dan Tantangannya

 

Konsepnya, dengan membuat penyesuaian mRNA sintetis yang tepat dan menyuntikkannya kepada orang-orang, sehingga sel apapun di dalam tubuh dapat diubah menjadi pabrik obat sesuai kebutuhan.

Teknologi vaksin baru yang pernah ditolak

Di balik suksesnya vaksin Covid-19 Pfizer dan Moderna yang berbasis mRNA, siapa sangka jika penemuan mRNA atau teknologi genetik ini pernah ditolak di antara komunitas ilmiah.

Meskipun teknologi ini relatif mudah dan cepat diproduksi dibandingkan dengan pembuatan vaksin tradisional, selama ini tidak ada vaksin atau obat mRNA yang pernah mendapat persetujuan.

Ilustrasi peneliti melakukan pengembangan vaksin virus corona, covid-19, di laboratorium. Ilustrasi peneliti melakukan pengembangan vaksin virus corona, covid-19, di laboratorium.

Bahkan sekarang, saat Moderna dan Pfizer menguji vaksin mereka pada sekitar 74.000 sukarelawan, banyak ahli mempertanyakan apakah teknologinya siap untuk prime time.

“Saya khawatir tentang inovasi dengan mengorbankan kepraktisan,” kata Peter Hotez, dekan National School of Tropical Medicine di Baylor College of Medicine dan otoritas vaksin, baru-baru ini.

Lantas dari mana teknologi mRNA yang kini dijadikan dasar pengembangan vaksin Covid-19 ini pertama kali muncul?

Keteguhan Pfizer dan Moderna yang tetap mengandalkan mRNA untuk vaksin Covid-19, membawa keberhasilan dan mendorong pengakuan terhadap teknologi tersebut.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Pulse Oximeter, Teknologi yang Selamatkan Pasien Corona

 

Sebab, sebelum messenger RNA menjadi ide bernilai miliaran dollar Amerika, gagasan ilmiah ini semula dianggap terbelakang. Tiga dekade lalu, seorang ilmuwan yang tak terlalu dikenal menolak untuk berhenti mengembangkan mRNA.

Dia adalah Katalin Kariko, ilmuwan kelahiran Hongaria di balik penemuan kunci mRNA. Penemuannya nyaris memberikan jalan buntu bagi karirnya. Sebab, sepanjang tahun 1990-an, penemuan mRNA yang dikembangkannya terus mendapat banyak penolakan.

Bahkan, karya yang mencoba dikembangkan untuk memanfaatkan kekuatan mRNA dalam melawan penyakit, terlalu dibuat-buat untuk hibah pemerintah hingga pendanaan perusahaan.

Upaya untuk penelitian mRNA hampir membuatnya putus asa, karena hambatan terbesar lainnya adalah persoalan dana. Pada tahun 1995, setelah enam tahun di fakultas di University of Pennsylvania, Karikó diturunkan pangkatnya.

Baca juga: 90 Persen Efektif, Begini Cara Kerja Vaksin Covid-19 Pfizer

 

Padahal saat itu, dia hampir menjadi seorang profesor, tetapi tanpa pendanaan untuk mendukung studinya tentang mRNA, atasannya menilai tak lagi ada harapan untuk melanjutkan proyek tersebut.

“Biasanya, pada saat itu, orang hanya mengucapkan selamat tinggal dan pergi karena itu sangat mengerikan,” kata Karikó.

Tak pantang menyerah, meski baru-baru ini dia diagnosis menderita kanker, namun dedikasinya selama berjam-jam untuk mRNA telah terlewati.

Pada waktunya, eksperimen yang lebih baik itu datang bersamaan. Setelah satu dekade mencoba-coba, Karikó dan kolaborator lamanya di Pennsylvania, Drew Weissman, seorang ahli imunologi dari Universitas Boston menemukan obat untuk memperbaiki kelemahan mRNA's Achilles.

Ilustrasi proses pembuatan vaksin untuk virus corona barushutterstock.com Ilustrasi proses pembuatan vaksin untuk virus corona baru

Konsep mRNA dalam memicu kekebalan

Secara alami, tubuh bergantung pada jutaan protein kecil untuk menjaga dirinya tetap hidup dan sehat, dan menggunakan mRNA untuk memberi tahu sel protein mana yang harus dibuat.

Jika Anda dapat merancang mRNA sendiri, secara teori, Anda dapat membajak proses itu dan membuat protein apapun yang diinginkan.

Antibodi akan memvaksinasi infeksi, enzim untuk membalikkan penyakit langka, atau zat pertumbuhan untuk memperbaiki jaringan jantung yang rusak.

Pada tahun 1990, peneliti di University of Wisconsin berhasil membuatnya pada tikus. Kariko yang ingin melangkah lebih jauh, menyadari bahwa RNA sintetis sangat rentan terhadap pertahanan alami tubuh.

Baca juga: Penemuan yang Mengubah Dunia: Teknologi PCR Temuan Mullis untuk Hadapi Corona

Artinya, RNA itu kemungkinan besar akan dihancurkan sebelum mencapai sel targetnya. Bahkan, yang lebih buruk lagi adalah kerusakan biologis yang dapat menimbulkan respons imun yang dapat menyebabkan terapi tersebut berisiko bagi kesehatan beberapa pasien.

Setiap untai mRNA terdiri dari empat blok pembangun molekul yang disebut nukleosida. Tetapi dalam bentuk sintetiknya yang telah diubah, salah satu blok pembangun itu, seperti roda yang tidak sejajar pada mobil, jadi dengan membuang segalanya akan memberi sinyal pada sistem kekebalan.

Karikó dan Weissman hanya menggantikannya untuk versi yang sedikit diubah, menciptakan mRNA hibrida yang bisa menyelinap masuk ke dalam sel tanpa memperingatkan pertahanan tubuh.

“Itu adalah penemuan kunci,” kata Norbert Pardi, asisten profesor kedokteran di Penn dan sering menjadi kolaborator.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Melahirkan Berbagai Inovasi Sains dan Teknologi di Indonesia

 

Dalam penemuan mRNA Karikó dan Weissman, Pardi menjelaskan jika Anda memasukkan nukleosida yang dimodifikasi ke dalam mRNA, ibaratnya Anda dapat membunuh dua burung dengan satu batu.

"Penemuan itu, telah dijelaskan dalam serangkaian makalah ilmiah yang dimulai pada tahun 2005," kata Weissman.

Studi mengenai mRNA terus berkembang. Ilmuwan pun menilai bahwa mRNA berpotensi menjadi penemuan revolusioner. Bahkan, mRNA juga menjadi teknologi genetik yang digunakan dalam pengembangan vaksin kanker.

Teknologi yang dikembangkan oleh ilmuwan Pennsylvania yang karyanya telah lama diabaikan itu, kini telah menjadi salah satu harapan besar bagi umat manusia dalam melawan pandemi virus corona dengan pengembangan vaksin Covid-19 berbasis mRNA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com