Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Happy Hypoxia Kondisi Pasien Virus Corona yang Membingungkan Dokter, Kenapa?

Kompas.com - 08/09/2020, 19:03 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Sejak beberapa bulan lalu, pasien dengan virus corona datang dengan kadar oksigen rendah, namun tidak menunjukkan gejala apapun.

Umumnya, orang yang mengalami penurunan saturasi atau kadar oksigen dalam darah akan mengalami kesulitan bernapas (dispnea).

Namun, sejumlah rumah sakit di beberapa negara mengungkapkan kondisi yang disebut dengan "happy hypoxia" atau silent hypoxemia ini banyak ditemukan pada pasien positif Covid-19.

Dikutip dari Science Daily, Selasa (8/9/2020), kondisi ini sangat membingungkan bagi dokter, karena dianggap bertentangan dengan biologi dasar.

Baca juga: Mengapa Pasien Covid-19 Bisa Alami Gejala Tersembunyi Happy Hipoxia?

 

Hal itu diungkapkan Martin J. Tobin, dokter spesialis paru Loyola Medicine and Edward J. Hines Jr. VA Hospital.

Dr Tobin melakukan studi pada kasus happy hypoxia terhadap pasien Covid-19 dan merangkumnya dalam makalah Why COVID-19 Silent Hypoxemia is Baffling to Physicians?.

Makalah tersebut telah diterbitkan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine.

"Dalam beberapa kasus, pasien akan merasa nyaman dan menggunakan telepon saat dokter hendak memasukkan selang pernapasan dan menghubungkannya pada ventilator mekanis," kata Dr Tobin yang juga profesor di Loyola University Chicago Stritch School of Medicine.

Baca juga: Apa Itu Happy Hypoxia, Kematian Tanpa Gejala Pasien Corona?

 

Studi tersebut dilakukan terhadap 16 pasien Covid-19 dengan tingkat oksigen dalam darah yang sangat rendah, yakni kurang dari 50 persen, dan pasien tidak mengalami sesak napas.

Untuk diketahui, saturasi oksigen atau kadar oksigen dalam darah pada orang normal, berkisar antara 95 persen hingga 100 persen.

Dr Tobin menemukan bahwa beberapa mekanisme patofisiologis bertanggung jawab atas sebagian besar kasus happy hypoxia yang terjadi, termasuk yang awalnya tingkat oksigen diukur dengan pulse oximeter (oksimeter denyut).

"Oksimeter denyut sangat akurat saat membaca kadar oksigen yang tinggi, secara nyata alat ini juga menunjukkan adanya tingkat keparahan kadar oksigen yang sangat rendah," kata Dr Tobin.

Ilustrasi oksimeter, pengukur saturasi oksigen (kadar oksigen), happy hypoxiaShutterstock/Anya Ivanova Ilustrasi oksimeter, pengukur saturasi oksigen (kadar oksigen), happy hypoxia

Faktor lain yang ditemukan dari studi munculnya kondisi happy hypoxia ini adalah bagaimana otak merespons tingkat oksigen yang rendah.

Dr Tobin berkata, ketika kadar oksigen pada pasien Covid-19 menurun, otak tidak merespons sampai oksigen turun ke tingkat yang sangat rendah.

Biasanya, dalam kondisi tersebut, pasien pasti sudah mengeluhkan sesak napas.

Selain itu, penelitian ini menemukan lebih dari setengah pasien memiliki kadar karbon dioksida yang rendah, yang dapat mengurangi dampak dari rendahnya kadar oksigen.

"Mungkin juga virus SARS-CoV-2 melakukan tindakan aneh tentang bagaimana tubuh merasakan oksigen yang rendah," ungkap Dr Tobin.

Baca juga: Waspada Happy Hypoxia, Pahami Cara Periksa Mandiri dengan Oksimeter

 

Hal ini kemudian dikaitkan dengan gejala Covid-19 yang banyak dilaporkan, yakni berkurangnya kemampuan indera penciuman, yang dialami oleh sedikitnya dua per tiga pasien Covid-19.

Kendati demikian, Dr Tobin menyarankan agar dapat dilakukan studi lebih lanjut untuk menyimpulkan fitur happy hypoxia pada Covid-19 yang membingungkan dokter, agar menjadi tidak terlalu aneh, jika dilihat dari sudut prinsip fisiologi pernapasan.

"Informasi baru ini diharapkan dapat membantu dokter menghindari intubasi endotrakel dan ventilasi mekanis yang tidak perlu, yang dapat menimbulkan risiko, saat gelombang kedua virus corona berlangsung," jelas Dr Tobin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com