Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembangan Obat Covid-19 Unair Dinilai Tak Lazim, Ini Masukan Pakar

Kompas.com - 17/08/2020, 11:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo memaparkan beberapa hal yang membuat penelitian obat Covid-19 Unair dinilai tidak lazim oleh dirinya dan ilmuwan lain.

Seperti dijelaskan dalam artikel sebelumnya, ketidaklaziman itu terkait obat dan data hasil pengujian yang dinilai tidak lengkap atau mungkin tidak dipaparkan sepenuhnya.

Selain itu, Ahmad juga menilai pemaparan di evaluasi hasil hanya dijelaskan dengan kalimat yang sangat sederhana.

"Relatif aman diberikan dengan mengevaluasi hasil pemeriksaan klinis, fungsi liver, fungsi ginjal, dan ECG," tulis paparan hasil uji obat Covid-19 Unair yang dimuat di laman tniad.mil.id.

Baca juga: Obat Covid-19 Unair, Pakar Nilai Ada Beberapa Hal Tak Lazim, Kok Bisa?

Ahmad mengatakan, evaluasi suatu penelitian semestinya dipaparkan serinci mungkin, terlebih jika sudah ditayangkan untuk umum.

Misalnya, tiap kelompok sembuh di hari keempat, kelima, atau keenam.

Kemudian juga tidak dirinci kembali gejala klinis yang dialami pasien seperti apa.

"Karena data ini kesannya kok too good to be thrue," ungkap Ahmad kepada Kompas.com, Minggu (16/8/2020).

"Padahal kalau kita belajar dari Inggris saat meneliti obat dexamethasone, disebutkan (obat) itu hanya memberikan benefit pada pasien gejala berat dan tidak memberikan benefit pada pasien (Covid-19) dengan gejala ringan," imbuhnya.

Artinya, penelitian sebaiknya ditulis sangat spesifik dan khasiat apa yang dirasakan pasien.

"Ketika penelitian enggak serinci itu, apa bedanya dengan temuan obat Hadi Pranoto," tegas Ahmad.

 

Pada bagian hasil PCR juga disebut Ahmad tidak lazim. Ini karena data tersebut menggunakan Chi Square, di mana dikatakan Ahmad itu angka statistik yang tidak digunakan secara umum.

Hasil PCR pengembangan obat Covid-19 Unair.Tangkapan layar laman tniad.mil.id Hasil PCR pengembangan obat Covid-19 Unair.

"Umumnya, studi fase III di awal metode (peneliti) akan mengatakan, kami menggunakan metode statistik A untuk menghitung perbedaan antara tanpa terapi dan dengan terapi. Nah, ini tidak disebutkan. Mereka (tim Unair), ujug-ujug menyebutkan Chi Square," katanya.

"Kemudian semua kelompok negatif kecuali kelompok SoC, ini hampir too good to be true. Di sini ada pemberian hidroksiklorokuin, yang enggak ada manfaat sebenarnya," imbuhnya.

"Ini menarik sebenarnya, kalau mereka katakan dari awal pasiennya orang muda semua. Jadi kalau kita boleh berspekulasi, mungkin memang ditemukan obat ini, tapi untuk pasien yang muda."

Masukan

"It's oke tidak semua data ditampilkan. Tetapi, minimal yang ditampilkan meaningful, artinya scientist yang tidak terlibat langsung dapat memberikan komentar," ungkapnya.

Ketika data yang ditampilkan tidak lengkap, peneliti lain pun menjadi susah menafsirkannya.

"Jadi saran saya, harusnya tim Unair mengkaji datanya sebelum dipublikasi ke publik. Dan publik kan isinya enggak cuma orang awam, ada juga ilmuwan. Dan ilmuwan Indonesia juga banyak yang mendapat training uji klinis," kata Ahmad.

"Tolong tim Unair dalam pemaparan datanya diperbaiki, jangan seperti inilah. Karena semalam juga banyak ilmuwan termasuk ilmuwan statistik yang mau komentar bingung," imbuhnya.

Ahmad mengharapkan, ketika pemerintah akan mengumumkan hal semacam ini harus dilandasi oleh data yang sangat kuat.

Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang juga Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) berbincang dengan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (tengah) dan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih usai menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 di Jakarta, Sabtu (15/8/2020). Universitas Airlangga bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat (AD), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri menyelesaikan penelitian obat baru untuk pasien COVID-19 yang dirawat tanpa ventilator di rumah sakit, berupa hasil kombinasi dari tiga jenis obat dan saat ini memasuki proses untuk mendapatkan izin produksi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
 ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang juga Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa (kanan) berbincang dengan Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid (tengah) dan Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih usai menerima hasil uji klinis tahap tiga obat baru untuk penanganan pasien COVID-19 di Jakarta, Sabtu (15/8/2020). Universitas Airlangga bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat (AD), Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri menyelesaikan penelitian obat baru untuk pasien COVID-19 yang dirawat tanpa ventilator di rumah sakit, berupa hasil kombinasi dari tiga jenis obat dan saat ini memasuki proses untuk mendapatkan izin produksi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

"Jadi masukan saya, perlu dikaji lebih jauh. Kita tentu menyambut baik bahwa ada angin segar. Akan tetapi, kalau memang ini datanya, dilihat lagi representasi datanya seperti apa. Karena jika ditampilkan seperti ini, kami (ilmuwan lain) belum bisa ambil kesimpulan apa-apa," ungkapnya.

Baca juga: Asal Klaim Obat Corona Covid-19, Berikut Sanksi yang Bisa Dikenakan

Pemaparan data uji klinis diharapkan Ahmad dan ilmuwan lain agar dipaparkan serinci mungkin, seperti apa khasiatnya dan dampaknya.

Dirinya pun siap untuk membantu mengevaluasi jika memang diperlukan. Sebab seperti diketahui, saat ini kita memang membutuhkan solusi seperti obat yang dapat menangani Covid-19.

"Saya yakin semua anak bangsa pasti mau membantu dan kita minta keterbukaan semua pihak agar datanya bisa transparan atau minimal ditulis dalam format preprint," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com