KOMPAS.com - Di awal kemunculan penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, pada Januari-Februari 2020, banyak sekali isu simpang siur yang beredar.
Salah satunya adalah perihal wilayah Indonesia yang tidak akan terjamah Covid-19 karena faktor cuaca dan selalu dilimpahi sinar matahari.
Selain itu, diisukan sinar matahari tersebutlah yang membuat virus SARS-CoV-2 mati sebelum menginfeksi orang Indonesia.
Hal ini didukung dengan kondisi, setelah China, negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia, Australia, Singapura, Thailand, dan Jepang, telah menginformasikan terjadi wabah Covid-19 di negara mereka.
Baca juga: Benarkah Sinar Matahari Membunuh Virus Corona? Ini Penjelasannya
Namun, pada saat itu justru belum terdata satu pun kasus positif Covid-19, hingga per tanggal 2 Maret 2020, Indonesia mengumumkan kasus pertama, yaitu dua pasien yang terkonfirmasi positif terinfeksi virus corona baru.
Untuk diketahui, data kasus Covid-19 di Indonesia per tanggal 23 Juli 2020, sudah mencapai 95.418 kasus pasien positif, 53.945 pasien sembuh, dan 4.665 kasus pasien meninggal dunia.
Berikutnya, pemahaman terkait matahari dan Covid-19 adalah tentang berjemur yang dapat membuat virus SARS-CoV-2 dalam tubuh mati.
Baca juga: 3 Tindakan Sederhana ini Bisa Hentikan Pandemi Covid-19, Studi Jelaskan
Ternyata pemahaman tersebut dibantah oleh berbagai penelitian dan para ahli medis, yang menyatakan bahwa sinar matahari tidak bisa membunuh virus corona yang ada di dalam tubuh, bahkan di luar ruangan sekalipun.
Lantas apa kaitannya sinar matahari dan Covid-19?
Menyangkut persoalan isu matahari dan Covid-19 tersebut, Ahli Alergi Imunologi Anak Indonesia, Prof Dr Budi Setiabudiawan dr SpA(K), menuturkan, keduanya memiliki keterkaitan secara tidak langsung.
Seperti diketahui, untuk bertahan dalam mencegah terhindar dari infeksi Covid-19, sistem kekebalan tubuh atau imunitas sangat diperlukan.
Budi menjelaskan, dalam melakukan fungsinya sebagai pertahanan, sistem kekebalan tubuh akan memperbanyak jumlah sel darah putih atau leukosit, dan melakukan pembentukan antibodi.
"Jika baik (fungsi pertahanan) berjalan normal, itu akan berhasil baik juga untuk mempertahankan diri dari benda asing yang masuk," kata Budi webinar bertajuk "Vitamin D3 Series Kalbe: Lindungi Anak Indonesia dengan Daya Tahan Tubuh yang Optimal", Kamis (23/7/2020).
Namun, sebaliknya, jika fungsi pertahanan ini berjalan dengan tidak normal (abnormal), maka bisa memicu hipersensitivitas (alergi) dan kejadian infeksi berulang (imunodefisiensi). Sementara itu, virus SARS-CoV-2 adalah benda yang dianggap asing oleh tubuh manusia.
Baca juga: Keluarga Suspek Covid-19 Pukul Petugas hingga Pingsan, Ini Penjelasan Sosiolog
Ketika imunitas atau sistem kekebalan tubuh tidak mampu mempertahankan diri dari serangan virus tersebut, maka akan timbul kejadian alergi dan infeksi.
Di antara gejalanya yang saat ini diketahui adalah sebagai berikut:
"Makanya yang kita butuhkan adalah bagaimana sistem kekebalan tubuh kita itu terjaga," ujarnya.
Budi menyebutkan, salah satu cara mempertahankan supaya sistem kekebalan tubuh anak bisa berjalan dengan baik dan normal adalah dengan menjaga kesehatan mental dan melengkapi nutrisi yang dibutuhkan.
Baca juga: Pentingnya Indonesia Memiliki Vaksin Covid-19 Buatan Sendiri
Adapun beberapa nutrisi yang wajib dicukupi adalah karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin.
"Vitamin D adalah salah satu vitamin yang berperan menjaga daya tahan tubuh Anak, selain berfungsi baik untuk tulang," tuturnya.
Sementara itu, sumber utama vitamin D adalah sinar matahari berupa sinar ultraviolet B yang bisa didapatkan langsung saat tubuh, terutama bagian permukaan kulit, terpapar secara langsung oleh cahaya matahari tersebut.
Maka, seseorang yang mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin D tubuhnya akan membuat sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat untuk melawan virus SARS-CoV-2 yang masuk.
Baca juga: Ilmuwan Ingatkan Jangan Jadikan Vitamin D Senjata Lawan Covid-19, Kenapa?
Dengan demikian, gejala atau infeksi yang terjadi juga bisa minim daripada saat virus corona baru ini menginfeksi orang yang jarang terpapar sinar matahari dan kebutuhan vitamin D-nya kurang (defisiensi vitamin D).
Selain itu, dari berbagai jurnal yang ia baca, Budi menganggap cuaca memang merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kejadian Covid-19 di Jakarta. Suhu rata-rata secara signifikan berkorelasi dengan Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.