Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serba-serbi Alergi Susu Sapi, dari Penyebab, Pencegahan hingga Reaksinya

Kompas.com - 30/06/2020, 08:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Protein susu sapi menjadi penyebab alergi terbesar kedua setelah telur pada anak-anak di Asia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 30-40 persen penduduk dunia mengalami alergi dengan 550 juta orang di antaranya menderita alergi yang dipicu makanan.

Sementara itu, data dari Organisasi Alergi Dunia (WAO) mengungkapkan bahwa ada sekitar 1,9 sampai 4,9 persen anak-anak di dunia yang memiliki alergi terhadap protein susu sai (CMA). 7,5 persen dari jumlah itu adalah anak Indonesia yang mengalami alergi susu sapi.

Konsultan Alergi dan Imunologi Anak, Prof DR dr Budi Setiabudiawan SpA(K) MKes, berkata bahwa alergi susu sapi ini merupakan permasalahan serius pada bayi atau balita.

Alergi itu sendiri terjadi atas dasar respons sistem imunitas tubuh terhadap bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Baca juga: Seri Baru Jadi Ortu: Lebih dari Usia 2 Tahun Anak Tak Lagi Butuh Susu

"Alergi ini sebenarnya tidak membahayakan bagi orang lain. Tapi berisiko buruk bagi perkembangan anak jika tidak diatasi atau terbaiknya dicegah, dideteksi dini sebelum terjadi," kata Budi dalam diskusi daring bertajuk "Danone Bicara Gizi: Allergy Prevention", Kamis (25/6/2020).

Bagaimana alergi protein susu sapi bisa terjadi?

Untuk diketahui, kasein dan whey adalah protein dalam susu sapi yang dapat menyebabkan reaksi alergi.

Reaksi ini, kata Budi, dapat diperantarai oleh Imunoglobulin E (IgE) atau non-Imunoglobulin E (non-IgE). Imunoglobulin E ini memang memiliki peran dalam mekanisme alergi.

IgE ini akan menyebabkan keluarnya zat histamin atau zat penyebab reaksi alergi,

Pasalnya, suatu zat yang dianggap asing dan masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh IgE jika menempel pada sel mast.

IgE kemudian akan mengeluarkan zat yang disebut dengan histamin atau zat yang menyebabkan munculnya reaksi alergi.

Baca juga: Selain Jamu, Madu dan Susu Juga Tingkatkan Imun Tubuh

Reaksi alergi yang diperantarai oleh IgE cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih berat, memakan waktu lebih lama untuk sembuh, tetapi lebih mudah untuk didiagnosis.

Berikut adalah beberapa reaksi alergi pada protein susu sapi pada anak-anak:

1. Saluran pencernaan

Reaksi alergi pada saluran pencernaan ini paling tinggi prevalensinya. Kejadian diare mencapai 53 persen, sementara 27 persen mengalami kolik (menangis terus-menerus).

2. Kulit

Meskipun susu sapi diminum, reaksi alergi juga bisa timbul pada kulit bayi dan anak-anak.

Sekitar 35 persen dari anak-anak yang memiliki alergi protein susu sapi mengalami eksim atau dermatitis atopik jika minum susu sapi.

Dermatitis atopik ini biasanya tampak seperti kulit merah meradang, gatal berlebihan, kulit yang kering bahkan pecah-pecah atau malah bengkak.

Sementara itu, 18 persen mengalami reaksi alergi berupa urtikaria yang awam disebut biduran atau kaligata.

3. Saluran napas

Data mencatat, ada sekitar 21 persen reaksi alergi protein susu sapi yang menyebabkan asma pada anak-anak.

Reaksi rinitis atau peradangan lapisan dalam hidung juga terjadi dengan prevalensi 20 persen.

Baca juga: Studi: Konsumsi Olahan Susu Turunkan Risiko Hipertensi dan Diabetes

4. Anafilaksis

Anafilaksis merupakan kondisi syok yang terjadi akibat alergi yang berat.

Prevalensi reaksi alergi berupa anafilaksis pada anak mencapai 11 persen.

Lakukan pemeriksaan dan pencegahan

Budi berkata bahwa jika anak Anda memiliki kondisi atau reaksi berlebihan setelah mengonsumsi produk olahan susu sapi, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau tenaga medis untuk mendapatkan diagnosis dan pemeriksaan secara intensif.

Akan tetapi, yang lebih penting adalah mencegah agar anak tidak memiliki reaksi alergi tersebut.

Cara pertama adalah melakukan deteksi dini dengan mendiagnosis faktor keturunan atau riwayat alergi di anggota keluarga.

Selain itu, Budi berkata bahwa pencegahan yang terbaik adalah Air Susu Ibu (ASI). Oleh karena itu, sebisa mungkin berikan anak Anda ASI ekslusif tanpa produk olahan susu sapi, terutama dalam masa emasnya yaitu setidaknya 6-24 bulan.

"ASI itu terbaik karena mengandung alergen makanan dalam jumlah sangat sedikit dan itu menginduksi tolerans," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com