Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

BMKG Bantah Pernyataan Babeh Aldo Soal Pandemi Covid-19 Omicron Ini Pandemi Polusi Udara

KOMPAS.com- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membantah isu yang menyebutkan bahwa gelombang ketiga pandemi Covid-19 yang didominasi Omicron saat ini adalah pandemi polusi udara. Isu ini bermula dari pernyataan yang dilontarkan oleh Ali Ridho Assegaf yang akrab disapa Babeh Aldo yang beredar di media sosial.

Dalam video tersebut, Aldo menyebut bahwa zat PM2,5 yang meracuni udara akan membuat banyak warga masyarakat di perkotaan mengalami sakit.

"Pandemi ini kami tengarai adalah pandemi polusi udara," kata Babeh Aldo dalam video tersebut.

Lebih lanjut, Babeh Aldo menyebutkan bahwa disaat pemerintah menyatakan akan ada gelombang pandemi Covid-19 akibat Omicron, mereka menyelidiki tingkat polusi udara akan meningkat, sehingga nanti di kota-kota besar Indonesia akan ada banyak yang sakit dan itu disebabkan karena polusi udara.

Polusi udara dapat menyebabkan penyakit karena ada partikel debu PM 2.5 yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengidap penyakit.

“PM2.5 sangat mungkin bisa menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut, ISPA namanya. Ya bisa menyebabkan anosmia, badai sitokin, apa yang disebut Covid-19 itu bisa disebabkan oleh PM2.5,” tambah Babeh Aldo.

Pernyataan Babeh Aldo soal Omicron bisa picu miskonsepsi

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi, Urip Haryoko mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam pernyataan Babeh Aldo soal hubungan pandemi Covid-19 dan polusi udara itu dapat memicu terjadinya miskonsepsi.

Ia menjelaskan PM2.5 merupakan aerosol dengan ukuran diameter partikel kurang dari 2,5 mikrometer dan tergolong sebagai salah satu pencemar udara.

Peningkatan konsentrasi PM2.5 di udara menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara yang secara visual dapat berdampak pada penurunan jarak pandang dan peningkatan kekeruhan kondisi atmosfer.

“Paparan terhadap konsentrasi PM2.5 yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada cardiovascular dan saluran pernapasan, terutama jika terpapar dalam waktu yang lama,” jelas Urip dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/2/2022).

Nilai ambang batas konsentrasi PM2.5 menurut Peraturan BMKG Nomor 2 Tahun 2020 adalah sebesar 65 µg/m3.

Akibat dampak tersebut, muncul kesalahpahaman informasi (miskonsepsi) yang menyebut bahwa pencemaran udara menjadi penyebab penularan virus SARS-CoV-2 dan peningkatan pasien positif Covid-19.

Urip menambahkan, sebagai lembaga yang melakukan kegiatan monitoring dan analisis PM2.5, BMKG dipandang perlu meluruskan miskonsepsi, dari pernyataan Babeh Aldo soal pandemi Covid-19 gelombang Omicron yang dikaitkan dengan polusi udara, dengan memberikan penjelasan mengenai kondisi monitoring PM2.5, dampak, dan keterkaitannya dengan Covid-19.

Belum ada bukti ilmiah soal Omicron dan polusi udara

Urip menegaskan, sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat perihal keterkaitan polusi udara dengan penyebaran infeksi Covid-19.

“Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2.5 dan penularan Covid-19,” lanjut Urip.

Hal ini disampaikan Urip dengan mengutip penelitian Anand et al. (2021) berjudul A review of the presence of SARS-CoV-2 RNA in wastewater and airborne particulates and its use for virus spreading surveillance, dan penelitian dari Maleki et al. (2021)) berjudul An updated systematic review on the association between atmospheric particulate matter pollution and prevalence of SARS-CoV-2.

“Sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa PM2.5 sebagai penyebab Covid-19 tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,” ujarnya.

Dari data konsestrasi harian PM2,5 dan jumlah kasus positif Covid-19 di Provinsi DKI Jakarta 1 Januari hingga 6 Februari 2022 memperlihatkan bahwa peningkatan kasus positif Covid-19 tidak memiliki kaitan terhadap konsentrasi PM2.5.

“Lonjakan konsentrasi PM2.5 yang terjadi misalnya di tanggal 5, 16, dan 30 Januari tidak seiring dengan penambahan kasus positif Covid-19 sehingga pernyataan yang menyebutkan bahwa paparan PM2.5 menyebabkan peningkatan kasus positif Covid-19 tidak sesuai,” kata Urip.

Polusi udara bisa sebabkan penyakit

Meskipun belum ada kaitannya antara polusi udara PM2.5 dengan penyebaran penyakit Covid-19, masyarakat juga diminta tidak boleh mengabaikan polusi udara karena memang bisa menyebabkan penyakit, terutama pada saluran pernapasan seperti ISPA.

Paparan konsentrasi PM2.5 yang tinggi atau kondisi udara yang tercemar bisa meningkatkan risiko terhadap pasien Covid-19 yang memiliki penyakit penyerta atau komorbiditas gangguan cardiovascular dan infeksi saluran pernapasan.

“Oleh karena itu, upaya untuk mitigasi terhadap dampak pencemaran udara dan pengurangan risiko paparan terhadap PM2.5 dan polutan udara lainnya perlu terus dilakukan guna meminimalkan tingkat mortalitas dari Covid-19,” jelas Urip.

Sebelumnya, ramai pernyataan Babeh Aldo soal hubungan pandemi Covid-19 yang dipicu gelombang Omicron dengan polusi udara. Hal ini pun dibantah BMKG dengan penjelasan terkait pencemaran udara. 

https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/17/093000623/bmkg-bantah-pernyataan-babeh-aldo-soal-pandemi-covid-19-omicron-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke