Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polemik Kasus Desa Wadas, WALHI Mengutuk Keras Tindakan Sewenang-wenang Kepolisian

KOMPAS.com- Rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas memunculkan polemik kasus di antara masyarakat dan aparat. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengutuk keras tindakan sewenang-wenang yang dilakukan pihak kepolisian di Desa Wadas.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera dalam menanggapi tindakan ribuan personil aparat kepolisian yang merangsek masuk ke Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo tanpa pemberitahuan.

"Kapolri harus memberi atensi terhadap persoalan ini. Tindakan sewenang-wenang kepolisian terhadap warga Desa Wadas sama sekali tidak  menunjukkan komitmen terhaap semangat perlindungan Hak Asasi Manusia dan sikap humanis dari kepolisian," kata Halik kepada Kompas.com, Selasa (8/2/2022).

Walhi menagih komitmen kepolisian untuk lebih bersikap humanis dalam menghadapi rakyat.

Kronologi polemik Desa Wadas

Halik menjelaskan, dari laporan yang diterima Walhi, ribuan personil kepolisian tersebut datang dengan membawa serat peralatan lengkap seperti tameng, senjata dan anjing polisi.

Dalihnya, Kepolisian mengawal proses pengukuran lahan yang dilakukan oleh tim pengukuran dari Kantor Pertanahan Purworejo. 

Aksi Kepolisian di lokasi dibarengi dengan intimidasi dan pengepungan di beberapa titik lokasi rumah warga dan masjid yang sedang digunakan untuk mujahadah.

Kronologi polemik kasus Desa Wadas ini diketahui sejak hari Senin, 7 Februari 2022, ribuan personil Kepolisian memang sudah berkumpul dan melakukan apel di Polres Purworejo. 

Halik juga kemudian mendapat informasi bahwa sore harinya ribuan personil tersebut mendirikan beberapa tenda di Lapangan Kaliboto yang lokasinya tak jauh dari pintu masuk ke Desa Wadas. 

Pada malam harinya, hanya Desa Wadas yang mengalami mati lampu dan hilang sinyal. 

“Ada indikasi kesengajaan dalam mematikan listrik dan membuat down sinyal di Desa Wadas, karena hanya terjadi di satu lokasi tidak di Desa sekitar yang lain," jelasnya.

Hingga siang hari ini, Polisi telah memabawa paksa salah satu pengurus organisasi Gempa Dewa. Warga yang hendak sholat ke masjid pun ditangkap. Sampai saat ini masih terus berkembang informasi beberapa warga terus ditangkapi. 

Berawal persoalan tanah pertambangan andesit

Akar polemik kasus Desa Wadas merupakan konflik agraria di desa tersebut yang bermula dari rencana pembangunan Bendungan Bener yang akan menampung air dari Sungai Bogowonto. Pembangunan ini rencananya akan menggunakan batu andesit Wadas yang ditambang di desa ini.

Pembangunan bendungan itu termasuk dalam rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) dan pembangunannya diperkirakan menelan biaya Rp 2,06 triliun. 

Permasalahan muncul karena salah satu material untuk membangun Bendungan Bener adalah batu andesit, yang rencananya akan ditambang dari Desa Wadas. 

Dilansir dari laporan Project Multatuli, 24 Mei 2021, Kepala Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan Bener, M Yushar mengatakan bahwa bukit di Wadas menyimpan batu andesit sebanyak 40 juta meter kubik. 

Namun, Yushar mengatakan bahwa batu andesit yang diambil dari perut Wadas hanya 8,5 juta meter kubik selama dua hingga tiga tahun. 

"Bukit di Wadas dipilih karena batunya memenuhi spesifikasi teknis seperti kekerasan dan sudut gesernya. Volumenya paling memenuhi dan jaraknya ke Bendungan Bener paling ideal," ujar Yushar, 20 Mei 2021.

Ia mengatakan para pemilik tanah di bukit itu akan mendapat "ganti untung" minimal Rp120.000 per meter persegi. 

Setelah itu tanah dikuasai pemerintah, tetapi setelah direstorasi, masyarakat dapat memanfaatkannya lagi melalui kesepakatan antara Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO).

Warga Desa Wadas khawatir merusak alam 

Untuk diketahui, menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan perkebunan. 

Terhadap rencana pengerukan batu andesit, masyarakat setempat kemudian mendirikan paguyuban Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa). 

Dalam petisi yang dipublikasikan di Change.org, Selasa (8/2/2022), Gempadewa menyebutkan sejumlah kekhawatiran yang menjadi dasar warga menolak tambang batu andesit.

Pertama, warga khawatir penambangan batu andesit akan merusak 28 titik sumber mata air yang ada di kampung tersebut.  

Padahal keberadaan sumber mata air itu sangat vital untuk menopang pertanian di Desa Wadas, di mana mayoritas warga bekerja sebagai petani. 

Kedua, warga khawatir penambangan batu andesit akan membuat kawasan Desa Wadas menjadi semakin rentan terkena longsor. 

Kekhawatiran warga Desa Wadas ini bukan tanpa alasan, karena berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener (termasuk di dalamnya Desa Wadas) merupakan bagian dari Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor.

Menurut Walhi, tambang yang mengganggu ketentraman warga Desa Wadas saat ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa). 

Penambangan direncanakan berjalan selama 30 bulan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kg, hingga kedalaman 40 meter. 

Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap tahunnya. 

Walhi menyebutkan, jika penambangan batu andesit di Desa Wadas benar-benar terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem.

Desakan Walhi ke Gubenur dan Kepolisian

Fanny Tri Jambore, Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI menyatakan keprihatinannya dan mengutuk keras tindakan Kepolisian. 

Pasalnya, selain tanpa didahului oleh surat pemberitahuan, kegiatan ini mustinya dihentikan mengingat paska Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam amarnya memerintahkan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. 

“Kegiatan pengadaan tanah untuk quarry Bendungan Bener mustinya dihentikan sebagaimana seluruh PSN yang harus ditangguhkan terlebih dahulu. Kegiatan untuk PSN yang menyandarkan pada UU Cipta Kerja ditangguhkan berdasarkan Putusan MK nomor 91/PUU-XVIII/2020”, jelasnya.

WALHI meminta penyelenggara negara untuk tunduk terhadap Putusan MK. 

“Presiden harus mampu menunjukkan sikap patuh terhadap hukum,” imbuhnya. 

Berkaitan dengan quarry yang merupakan kegiatan pertambangan, Fanny menyatakan, mustinya ada IUP untuk sebuah aktivitas yang kaitannya adalah pertambangan, baru setelah itu melakukan pembebasan lahan. 

“Ini kok quarry untuk Bendungan seperti special kedudukannya. Ia tidak mempunyai IUP dan difasilitasi pengadaan tanahnya, berbeda dengan kebutuhan quarry di proyek kepentingan umum lainnya”, ungkapnya.

Terkait polemik kasus Desa Wadas ini Walhi mendesak Gubernur dan kepolisian untuk:

https://www.kompas.com/sains/read/2022/02/09/174800223/polemik-kasus-desa-wadas-walhi-mengutuk-keras-tindakan-sewenang-wenang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke