Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jangan Abaikan, Ketahui 7 Orang yang Rentan Melakukan Bunuh Diri

Menurut Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri, setiap 40 detik, seseorang melakukan bunuh diri di seluruh dunia.

Hal ini sama dengan sekitar 800.000 kejadian bunuh diri setiap tahunnya.

Lebih dari 75 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (IASP 2021).

Sementara itu, berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) 2019, Kementerian Kesehatan RI menyatakan, di Indonesia terdapat lebih dari 16.000 kasus bunuh diri setiap tahunnya.

Ini artinya, pada tahun tersebut, ada 2,6 kasus bunuh diri per 100.000 orang, dan tingkat bunuh diri pria 3 kali lebih banyak dari wanita.

Siapa saja yang berisiko melakukan bunuh diri?

Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, Dr Indria Laksmi Gamayanti, MSi.,Psikolog mengatakan, bunuh diri bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa pun.

Akan tetapi, memang ada kecenderungan orang-orang yang sangat berisiko melakukan bunuh diri.

"Individu yang mengalami masalah psikologi berat atau gangguan jiwa, jelas sangat berisiko melakukan bunuh diri," kata Indria dalam diskusi daring bertajuk  Menciptakan Harapan Melalui Aksi Nyata, Sabtu (11/9/2021).

Seseorang yang memiliki masalah psikologi berat atau gangguan jiwa akan dengan mudah mengalami depresi.

Depresi itu pun bisa berasal dari berbagai kondisi yang mengguncangkan jiwa mereka, dan orang tersebut umumnya cenderung sering mengalami beberapa hal berikut dalam hidupnya.

1. Ada predisposisi kerentanan

Orang pertama yang berisiko melakukan bunuh diri adalah mereka yang memiliki predisposisi kerentanan.

Prediposisi kerentanan yang dimaksudkan adalah kondisi tubuh yang rawan atau mudah terjangkit penyakit, dalam kasus ini adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma yang dimilikinya tentang bunuh diri.

Orang-orang dengan kerentanan ini, cenderung melihat bunuh diri menjadi suatu hal yang ringan atau sangat mudah untuk dilakukan.

Terlebih hanya dengan melihat, membaca atau menonton perilaku bunuh diri tersebut yang seolah merupakan hal yang biasa saja untuk dilakukan.

2. Deprivasi maternal

Indria melanjutkan, orang-orang berikutnya yang memiliki risiko lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri adalah mereka yang memiliki masalah hubungan awal yang tidak harmonis atau deprivasi maternal.

Deprivasi maternal adalah suatu efek yang disebabkan, karena terpisahnya anak dari sosok ibunya sejak bayi atau kecil.

"Anak yang mengalami deprivasi maternal ini karena kurangnya kasih sayang dari ibunya," kata dia.

Akan tetapi, bukan berarti setiap anak yang terpaksa berpisah dengan ibu kandungnya sejak bayi akan melakukan tindakan bunuh diri.

Sebab, bahkan seorang anak yang masih bersama dengan orangtuanya terutama ibunya, juga bisa mengalami deprivasi maternal, jika tidak diberikan perhatian yang baik dalam pengasuhannya.

3. Pernah mengalami trauma

Orang-orang yang berisiko melakukan tindakan bunuh diri berikutnya adalah mereka yang pernah mengalami suatu persoalan dan akhirnya memiliki trauma.

Indria menjelaskan, trauma yang dimiliki oleh seseorang bisa berasal dari berbagai persoalan dalam hidupnya.

"Kekerasan, bullying, trauma atau diskriminasi juga bisa membuat orang yang mengalami rentan terhadap gangguan jiwa, dan berisiko melakukan bunuh diri," ujarnya.

4. Mengalami tekanan hidup berat

Seperti yang disampaikan di atas, individu yang mengalami masalah psikologis berat atau gangguan jiwa, erat dengan depresi dan tindakan bunuh diri.

Nah, pada umumnya psikologis berat itu terjadi akibat tekanan hidup berat yang seseorang jalani.

Tekanan hidup untuk kategori berat dalam kehidupan setiap individu pasti berbeda-beda, tidak sama satu dan lainnya.

"Seseorang yang mengalami krisis, berarti berada dalam kondisi stres yang sangat tinggi, situasi berisiko tinggi untuk bunuh diri, tidak dapat fokus atau berpikir terlalu jauh," jelasnya.

5. Minim dukungan sosial

Untuk seseorang yang sedang kesepian, merasa lelah sendiri, tidak memiliki kasih sayang yang cukup dari orangtua, maka sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya yang lain.

Seperti anggota keluarga laiknya kakak atau adiknya, saudaranya, teman, sahabat ataupun pasangannya.

Jika, lingkungan sosialnya saja tidak memberikan dukungan yang baik terhadap kondisi gangguan jiwa yang dialaminya, maka orang ini sangat berisiko melakukan tindakan bunuh diri.

6. Adanya anggota keluarga bunuh diri

Peneliti Kesehatan Mental dalam Pencegahan Bunuh Diri, sekaligus pendiri Emotional Health for All, Dr Sandersan Onie mengatakan, data menunjukkan bahwa jika seseorang terekspos ke kasus bunuh diri, apalagi yang dekat dengan mereka, maka risiko mereka untuk bunuh diri juga meningkat.

"Upaya bunuh diri dapat menular, khususnya mereka yang berada di sekitar individu yang bunuh diri," kata Sandersan.

Hal itu dikarenakan, cerita tentang bunuh diri yang seolah ringan dihadapi orang individu yang bunuh diri, akan membuat mereka yang berada di sekitarnya merasa tindakan tersebut wajar saja.

Dengan kata lain, bunuh diri dianggap dan bisa membentuk pola pikir, bahwa tindakan itu bisa menjadi solusi dari permasalahan yang sedang dia hadapi.

7. Mudah mendapatkan alat bunuh diri 

Indria berkata, berbagai kondisi pendorong terjadinya gangguan jiwa hingga depresi yang dialami oleh seseorang akan lebih rentan lagi jika ia memiliki kemudahan untuk mendapatkan alat bunuh diri.

Misalnya pil, tali, pisau, racun, bricket dan lain sebagainya.

Dengan mendapatkan alat-alat bunuh diri secara mudah, kata Indria, akan memunculkan keyakinan yang kuat dalam ide mereka untuk bunuh diri, karena sedang dalam pikiran yang tidak jernih.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/09/22/183000223/jangan-abaikan-ketahui-7-orang-yang-rentan-melakukan-bunuh-diri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke