Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meski Cuaca Panas Indonesia Tak Akan Alami Gelombang Panas, Mengapa Begitu?

KOMPAS.com- Cuaca panas yang akhir-akhir ini dikeluhkan masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia dapat menjadi pemicu rasa gerah yang dialami oleh tubuh, sehingga membuat kita merasa tidak nyaman dalam beraktivitas baik kerja maupun tidur.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa cuaca panas yang dirasakan akhir-akhir ini bukanlah pertanda adanya gelombang panas.

Hal ini disampaikan oleh Koordinat Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Miming Saepudin kepada Kompas.com, Senin (16/5/2021).

Lantas apa itu gelombang panas dan apa yang terjadi dengan cuaca panas di sejumlah wilayah Indonesia?

Menurut World Meteorological Organization (WMO), gelombang panas atau dikenal dengan "Heatwave".

Gelombang panas adalah fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut. Dalam kondisi ini, suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat Celsius (9 derajat Fahrenheit) atau lebih.

Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika. Sehingga, meski cuaca panas melanda, namun fenomena ini tidak akan terjadi di Indonesia.

Secara dinamika atmosfer hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah yang disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas.

Di antaranya seperti adanya sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan terjadi cukup lama.

Cuaca panas Indonesia

Seperti yang disampaikan sebelumnya, gelombang panas umumnya terjadi di Eropa dan Amerika, sehingga berbeda dengan kondisi cuaca panas yang terjadi di tanah air.

Menjelaskan kondisi cuaca panas dan gelombang panas, Miming mengatakan bahwa secara geografis wilayah Indonesia berada di sekitar wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi.

Selain itu, juga wilayah Indonesia memiliki variabilitas perubahan cuaca yang cepat. 

"Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut maka dapat dikatakan bahwa di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena yang dikenal dengan gelombang panas atau Heatwave," kata Miming.

Lebih lanjut, ia menegaskan yang terjadi di wilayah Indonesia kondisi suhu panas harian.

"Apa yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian yang umumnya disebabkan oleh kondisi cuaca cerah pada siang hari dan relatif lebih signifikan pada saat posisi semu matahari berada di sekitar ekuatorial," jelasnya.

Terlebih lagi, pada pertengahan Mei ini, posisi semu matahari sudah berada di Belahan Bumi Utara (BBU) di sekitar 19 derajat LU.

Kondisi tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa di wilayah Indonesia selatan ekuator akan menjelang periode angin timuran yang identik dengan periode musim kemarau.

"Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki awal musim kemarau dimana tingkat perawanan akan cukup rendah pada siang hari," jelasnya.

Oleh karena itu, kata dia, masyarakat diimbau dan diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas atau kondisi terik pada siang hari dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan diri, keluarga serta lingkungan.

Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum tanggal 16 Mei 2021 tercatat berkisar antara 33-35,2 derajat Celsius dengan suhu maksimun 35,2 derajat Celsius terjadi di Surabaya. 

Kondisi suhu maksimum dengan kisaran tersebut masih berada kondisi normal, di mana perubahan suhu maksimum harian, yang menyebabkan cuaca panas di Indonesia, masih dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau tingkat perawanan di suatu wilayah.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/17/173100123/meski-cuaca-panas-indonesia-tak-akan-alami-gelombang-panas-mengapa-begitu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke