Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ilmuwan Berburu Virus Kelelawar di Hutan dan Gua Filipina, Untuk Apa?

KOMPAS.com- Para ilmuwan menangkap kelelawar di belantara hutan dan gua di Filipina. Ini adalah upaya berburu virus kelelawar yang dilakukan para peneliti.

Dengan perburuan virus ini, ilmuwan berharap kelelawar bisa membantu memprediksi dinamika virus corona.

Dilansir dari The Independent, Senin (10/5/2021), sejumlah peneliti menggunakan alat pelindung diri memasuki gua gelap di provinsi Laguna, Filipina.

Mereka menangkap kelelawar-kelelawar di gua tersebut, menempatkan hewan-hewan ini dengan hati-hati ke dalam kantong kain.

Para ilmuwan ini kemudian mengambil beberapa sampel dari air liur hingga kotoran yang mereka kumpulkan untuk dianalisis sebelum kelelawar-kelelawar tersebut dikembalikan ke alam liar.

Sekelompok ilmuwan ini menyebut diri mereka sebagai 'pemburu virus', yang bertugas berburu dan menangkap ribuan kelelawar untuk mengembangkan model simulasi yang diharapkan dapat membantu dunia menghindari pandemi yang mirip Covid-19.

Pandemi virus corona yang kali pertama muncul akhir 2019 lalu itu, hingga saat ini telah merenggut lebih dari 3,26 juta orang di seluruh dunia.

Bahkan, virus corona penyebab pandemi ini terus bermutasi. Kini membuat dunia semakin kewalahan mengendalikan pandemi Covid-19 tersebut.

Penelitian yang didanai Jepang ini akan dikembangkan selama tiga tahun ke depan, oleh University of the Philippines Los Banos (UPLB).

Studi dan upaya berburu virus kelelawar yang dilakukan para ilmuwan ini diharapkan dapat memprediksi dinamika virus corona dengan menganalisis faktor-faktor seperti iklim, suhu, dan kemudahan penyebaran, termasuk manusia.

"Apa yang kami coba lihat adalah jenis lain dari virus corona yang berpotensi menular ke manusia," kata ahli ekologi Phillip Alviola, pemimpin kelompok ilmuwan dalam studi ini.

Alviola yang telah mempelajari virus kelelawar selama lebih dari satu dekade ini menambahkan, "Jika kami mengetahui virus itu sendiri dan kami tahu dari mana asalnya, kami tahu cara mengisolasi virus itu secara geografis,".

Tak hanya pekerjaan di dalam laboratorium, penelitian ini juga membutuhkan perjalanan lapangan yang panjang.

Melibatkan perjalanan berjam-jam melalui hutan lebat dan pendakian malam yang berbahaya di pegunungan yang tertutup bebatuan, akar pohon hingga lumut.

Sekelompok ilmuwan tersebut menargetkan tempat bertengger kelelawar di gedung-gedung, memasang jaring kabut sebelum senja untuk menangkap kelelawar dan mengambil sampel dengan cahaya obor.

Setiap kelelawar yang ditangkap oleh para peneliti, diambil sampelnya dengan alat usap kecil yang dimasukkan pada mulut mamalia terbang ini.

Mereka juga mencatat bentang sayap dengan penggaris plastik, mencoba melihat dari lebih dari 1.300 spesies dan 20 keluarga kelelawar yang paling rentan terhadap infeksi, dikutip dari Reuters, Jumat (23/3/2021).

"Sangat menakutkan akhir-akhir ini. Anda tidak pernah tahu apakah kelelwar sudah menjadi pembawa (virus). Yang kami cari adalah mencari tahu apakah masih ada lagi virus dari kelelawar yang dapat ditularkan ke manusia. Kita tidak pernah tahu apakah yang berikutnya sama seperti Covid," jelas Edison Cosico, yang membantu Alviola.

Sebagian besar kelelawar yang ditangkap oleh para ilmuwan ini adalah spesies kelelawar tapal kuda yang diketahui memiliki sebagai pembawa virus corona.

Termasuk kerabat dekat virus corona yang diketahui sebagai penyebab pandemi Covid-19 saat ini.

Ada dua skenario munculnya virus corona dari kelelawar tapal kuda menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyelidiki asal-usul virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.

Spesies inang, seperti kelelawar, biasanya tidak menunjukkan gejala patogen, meski dapat merusak jika ditularkan ke manusia atau hewan lain.

Virus mematikan lainnya yang juga berasal dari kelelawar, seperti Ebola dan virus corona lain penyebab Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) dan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Mers).

Penularan virus kelelawar terhadap manusia dan interaksi lebih dekat dengan satwa liar berarti telah memberikan risiko penularan penyakit yang semakin tinggi saat ini, dari sebelumnya.

Hal itu disampaikan Kirk Taray, ahli ekologi kelelawar.

"Dengan memiliki data dasar tentang sifat dan keadian virus yang berpotensi zoonosis pada kelelawar, kami dapat memprediksi kemungkinan wabah," kata Taray yang juga angota ilmuwan yang turut dalam misi berburu virus kelelawar di Filipina.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/10/181000423/ilmuwan-berburu-virus-kelelawar-di-hutan-dan-gua-filipina-untuk-apa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke