Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Teknologi Biokomposit Berkelanjutan dan Pengurangan Eksploitasi Hutan

Laporan yang dirilis University of Maryland di Global Forest Watch menyebutkan bahwa pada 2017 terdapat 15,8 juta ha area hutan hilang. Artinya, hutan seluas 40 kali lapangan bola hilang setiap menitnya.

Hal tersebut menunjukkan berkurangnya luas tutupan hutan tropis di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, masih menjadi masalah besar.

Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mencatat pada tahun 2018, luas hutan Indonesia sebesar 123,7 juta ha yang meliputi kawasan hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi.

Luas tersebut mencakup 10% dari total luas hutan dunia dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sumber riset yang tidak akan habis untuk diteliti.

Pada era 1980-an dan 1990-an terjadi perkembangan hebat untuk sektor kehutanan dan industri perkayuan sehingga mampu menggerakkan ekspor bagi perekonomian Indonesia.

Eksploitasi hutan tropis Indonesia oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sangat fantastis dalam rentang masa itu.

Ekspansi besar-besaran di sektor produksi kayu lapis, papan partikel, produk biokomposit dan pulp, serta kertas menyebabkan permintaan terhadap bahan baku kayu jauh melebihi pasokan legal.

Deforestrasi lahan hutan mulai menjadi masalah serius. Banyak areal bekas HPH dibiarkan gundul sehingga menjadi gersang. Pada akhirnya langkah ini terus melaju menuju degradasi hutan yang serius.

Tekanan atas hutan Indonesia semakin kuat dengan maraknya pembalakan liar. Sekitar 65% pasokan total industri pengolahan kayu di Indonesia berasal dari kayu hasil pembalakan liar.

Kondisi diikuti oleh pembukaan lahan dan konversi menjadi bentuk pemakaian lahan lainnya seperti untuk Hutan Tanaman Industri (HTI).

Melalui PP No. 7 Tahun 1990 tentang HTI, pemerintah mengundang investor swasta untuk membangun HTI dengan iming-iming sejumlah insentif.

Jutaan hektar hutan alam ditebang habis untuk dijadikan areal HTI. Dari jutaan hektar hutan alam yang dibuka untuk HTI, 75% tidak pernah ditanami.

Bila dihitung rata-rata adalah 2% per tahun atau 51 km2 per hari hutan alam Indonesia yang dirusak. Belum lagi, tingginya kasus kebakaran maupun pembakaran hutan.

Selain itu, konversi hutan menjadi areal perkebunan kelapa sawit yang semakin masif juga turut andil pada berkurangnya tutupan hutan di Indonesia.

Potret Industri Produk Biokomposit

Pasal 1 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan tidak hanya memuat berbagai macam sumber daya alam yang berharga, namun juga merepresentasikan banyak sekali pihak yang memiliki tata nilai, kepentingan, dan pemanfaatan yang berbeda-beda atas keberadaan hutan.

Industri produk perkayuan berbasis sumber daya hasil hutan merupakan bagian penting dari ekonomi lokal, regional, dan nasional.

Aspek ekonomi dari kayu dan produk kayu, kertas dan produk sejenisnya, serta furnitur kayu memberikan kontribusi cukup signifikan.

Papan partikel dikenal sebagai salah satu produk terpenting industri biokomposit. Umumnya, papan partikel dihasilkan dari partikel kayu yang berasal dari hutan alam maupun hutan tanaman yang diikat dengan perekat dan dikempa panas.

Papan partikel telah menjadi salah satu bahan biokomposit berbasis kayu paling populer untuk bahan komponen bangunan dan pendukungnya karena kerapatannya rendah, insulasi termal yang baik, penyerapan suara baik, dan sifat permesinan yang mudah.

Permintaan global produk biokomposit berbasis kayu khususnya papan partikel meningkat setiap tahun.

Data yang dikeluarkan FAO menyebutkan, bahwa pada tahun 2015 pertumbuhan produksi papan partikel sebesar 0,3% dan melonjak menjadi sekitar 8% pada tahun 2017.

Peningkatan permintaan papan partikel tidak sejalan dengan pasokan kayu, baik dari hutan alam maupun hutan tanaman.

Nyatanya dalam 10 tahun terakhir kayu gelondongan di Indonesia mengalami penurunan yang berdampak pada penurunan produktifitas industri hasil hutan, termasuk papan partikel bahkan gulung tikar.

Teknologi Biokomposit Berkelanjutan

Terjadinya okupasi dan alih fungsi hutan yang tidak terkendali di Indonesia mengakibatkan semakin berkurangnya areal lahan hutan dengan tutupan vegetasi pohon yang rapat. Padahal hutan memberikan manfaat ekonomi, ekologis, sosial dan budaya.

Penyusutan luasan hutan di Indonesia berdampak pada rusaknya lingkungan. Terjadi ketidakseimbangan ekologis, punahnya plasma nutfah di hutan dan mempercepat proses pemanasan global.

Terjadinya kegagalan pengelolaan hutan selama ini adalah akibat kesalahan pembuat kebijakan, termasuk penyelewengan pelaksanaan regulasi dan penyimpangan dalam teknis di lapangan.

Karena hanya menekankan produksi, wajar jika hutan Indonesia dikelola seperti pengelolaan tambang, sehingga aspek kelestarian berada di titik terendah, sementara kegiatan penebangan berada di titik tertinggi.

Sistem politik dan ekonomi kapitalistik korup, menganggap hutan sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik sesaat dan keuntungan pribadi. Ketidaktegasan penegakan hukum semakin memperparah kerusakan hutan di Indonesia.

Kerusakan hutan menjadi bagian dari rusaknya lingkungan yang berkorelasi dengan risiko bencana. Semakin besar kerusakan lingkungan yang terjadi maka semakin besar risiko bencana yang akan dihadapi.

Kejadian pada tahun 2015 menjadi pelajaran terbaik dalam menangani kebakaran gambut dan lahan hutan yang berdampak ekonomi luar biasa sehingga pertumbuhan ekonomi nasional meleset 0,2% dari perhitungan awal.

Banjir besar pada Januari 2021 di Kalimantan Selatan, juga disinyalir akibat kerusakan hutan yang semakin parah. Perlu adanya perubahan fundamental dalam hal pengelolaan hutan Indonesia.


 Sejauh ini secara nasional telah dilakukan langkah untuk mengatasi degradasi dan deforestasi hutan Indonesia antara lain: 1) Restrukturisasi industri kehutanan; 2) Kebijakan Moratorium Hutan lewat Inpres No. 6 Tahun 2013; 3) Pemberantasan pembalakan liar; 3) Penanggulangan bencana kebakaran hutan; 4) Memperjelas Program Kehutanan Nasional; 5) Pembenahan Sistem Pengelolaan Hutan; 6) Percepatan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Konservasi Hutan.

Salah satu bentuk dari restrukturisasi industri kehutanan adalah menerapkan inovasi teknologi berkelanjutan dalam industri biokomposit papan partikel.

Beberapa pertimbangan untuk menghasilkan produk biokomposit seperti papan partikel berkelanjutan adalah ketersediaan dan kontinuitas sumber bahan baku.

Deforestasi dan penebangan berlebihan telah menciptakan masalah lingkungan, sementara peningkatan permintaan sumber daya hutan dalam berbagai penerapan telah menyebabkan kekurangan pasokan kayu.

Hal ini menyebabkan meningkatnya minat riset akan bahan pengganti selain kayu dalam pengembangan papan partikel.

Oleh karena itu, penelitian terbaru tentang produk biokomposit berbasis non kayu menjadi perhatian penting pada pencarian material baru sebagai substitusi kayu.

Alternatif bahan pengganti kayu untuk produk papan partikel adalah hasil ikutan pertanian yang merupakan bahan potensial, dengan kemungkinan yang relatif unik dalam desain papan partikel.

Hasil ikutan pertanian sebagai bahan lignoselulosa dari agroindustri ini menjadi prioritas utama penelitian.

Inovasi teknologi biokomposit dengan menggunakan bahan baku non kayu seperti batang jagung, kelobot jagung, batang sorgum yang dikombinasikan dengan perekat alami menjadi peluang besar sebagai bahan utama industri papan partikel yang didominasi kayu selama ini.

Indonesia memiliki potensi besar akan sumber serat atau partikel non kayu sebagai bahan baku industi papan partikel. Sebagai contoh adalah tanaman jagung dimana tercatat produksi jagung di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 28 juta ton dan meningkat di tahun 2018 menjadi 30 juta ton (BPS 2018).

Peningkatan produksi jagung berbanding lurus dengan hasil ikutan yang dihasilkan, yaitu bagian batang jagung, diikuti daun, tongkol, dan kelobot jagung.

Penelitian pemanfaatan batang dan kelobot jagung sebagai bahan baku papan partikel pengganti kayu, telah dikembangkan oleh penulis bersama tim di Pusat Penelitian Biomaterial LIPI yang dikombinasikan dengan perekat komersial maupun perekat alami.

Papan partikel ramah lingkungan dengan berbagai variasi telah berkembang menjadi produk industri biokomposit yang terus diminati pasar, seiring dengan kehidupan modern dan kesadaran akan kelestarian lingkungan.

Papan partikel berkelanjutan dan berbiaya lebih rendah berbasis non kayu, memiliki karakteristik yang tidak kalah dengan kayu dan fleksibel dalam penerapannya.

Selain itu, beberapa jenis papan partikel tersebut juga memenuhi persyaratan khusus untuk aplikasi bangunan seperti tahan lembab, tahan api, dan isolasi akustik.

Semua langkah dan kebijakan dalam pengurangan eksploitasi hutan Indonesia bisa meningkat dan signifikan hasilnya ketika didukung oleh payung hukum yang jelas dan tegas.

Diperlukan konsistensi dalam menjalankan semua program dan kebijakan pengelolaan sekaligus penyelamatan hutan Indonesia dari tingkat pusat sampai daerah.

Tantangan dan hambatan terhadap upaya penyelamatan hutan alam Indonesia dari eksploitasi berlebihan memang masih ada. Namun, semua itu akan mudah dihadapi bila bangsa ini mau belajar dan komit.

Kurnia Wiji Prasetiyo, S.Hut., M.Si
Peneliti di Pusat Penelitian Biomaterial LIPI Cibinong

https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/22/130500823/teknologi-biokomposit-berkelanjutan-dan-pengurangan-eksploitasi-hutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke