Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ilmuwan Malaysia Gunakan Teknologi Kloning Kembalikan Badak Sumatera

KOMPAS.com - Badak Sumatera semakin dekat dengan kepunahan. November tahun lalu, badak terakhir di Malaysia dilaporkan mati.

Melansir CNN, Sabtu (15/8/2020), saat ini sejumlah ilmuwan Malaysia sedang berupaya untuk mengembalikan populasi badak Sumatera.

Menggunakan teknologi kloning, ilmuwan berharap dapat menggunakan jaringan dan sel dari Iman, badak Sumatera terakhir yang telah mati untuk mengembalikan populasi satwa ini.

Proyek tersebut dilakukan oleh tim peneliti di International Islamic University Malaysia (IIUM) yang memfokuskan penelitian pada teknologi sel punca dan fertilisasi in-vitro.

Dr Muhammad Lokman Bin Md. Isa, salah satu ketua peneliti mengatakan proses yang dilakukan sama dengan teknologi kloning, dengan tujuan untuk melahirkan bayi baru dengan menggunakan sel dari badak tua.

"Sebelum tiga badak (korban terakhir di Malaysia) mati, kami mendapatkan selnya, dan selnya masih hidup," kata Dr Lokman.

Alasan itulah yang membuat peneliti yakin bahwa populasi badak Sumatera dapat dipulihkan.

Dr Lokman mengatakan jika tidak memiliki sel, atau hanya memiliki jaringan yang tidak hidup lagi, maka upaya mengembalikan populasi badak tidak dapat dilakukan.

Bekerja sama dengan Borneo Rhino Alliance (BORA), para peneliti mengumpulkan sel dan jaringan dari tiga badak Sumatera terakhir di suaka BORA, sebelum ketiganya mati.

Sel tersebut diambil dari jantung, paru-paru, otak dan ginjal badak. Namun yang terpenting, bahan mentah itu berasal dari sel-sel dengan fungsi khusus.

Ilmuwan gunakan dua cara kembalikan populasi

Ada dua pendekatan yang mungkin dilakukan, yakni dengan mengembangkan sel induk ini menjadi sel telur dan sperma, untuk dibuat embrio yang akan ditanamkan ke ibu pengganti.

Badak pengganti kemungkinan besar adalah badak lain, baik badak Sumatera dari negara lain, atau spesies lainnya.

Kemungkinan kedua yakni dengan mengambil sel telur hewan pengganti, membuang nukleusnya, dan menggabungkannya dengan sel somatik dari badak Sumatera.

Teknik kloning ini, menurut peneliti cukup terkenal, dan pernah digunakan untuk pada domba Dolly tahun 1996.

Kedua cara ini digunakan Lokman dan timnya untuk mengembalikan satwa tersebut.

Sebab, sel punca mereplikasi sendiri, tim memiliki persediaan yang layak dan dapat mencoba berbagai metode untuk melihat mana yang paling berhasil.

Namun, ini masih dalam tahap awal, selanjutnya, para ilmuwan di Malaysia ini perlu menganalisis sel untuk membuat database genomik, membedakan sel induk dan bekerja sama dengan kebun binatang dan konservasi untuk menemukan betina pengganti yang cocok.

Kendati demikian, kegagalan bisa saja terjadi. Di antaranya pembuahan bisa gagal, bahkan kehamilan bisa saja tidak berhasil begitu embrio ditanamkan.

Akan tetapi, tanda-tanda harapan untuk mengembalikan lagi populasi hewan yang berada di ujung tanduk kepunahan juga dilakukan di seluruh dunia.

Salah satunya yang dilakukan di Kenya yang menampung satu-satunya dua badak putih utara yang tersisa di seluruh dunia, yakni Fatu dan Najin, yang keduanya betina.

Tahun lalu, para ilmuwan telah berhasil membuahi embrio in-vitro yang dikumpulkan dari dua betina yang tersisa dengan sperma dari badak jantan yang mati.

Badak Sumatera adalah spesies badak terkecil di dunia, terdaftar sebagai spesies yang terancam punah oleh World Wildlife Fund. International Rhino Foundation memperkirakan ada kurang dari 80 badak yang hidup di dunia, yang tersebar di seluruh Indonesia dan Thailand.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/08/15/180400423/ilmuwan-malaysia-gunakan-teknologi-kloning-kembalikan-badak-sumatera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke