Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Reaktif Rapid Test Covid-19 Pengungsi Kebakaran Tanjung Priok Diam, Ahli Jelaskan Risikonya

KOMPAS.com - Kebakaran di sebuah gang sempit di Tanjung Priok pada Selasa (2/6/2020) malam tak hanya membuat warga panik kehilangan rumah.

Di pengungsian, salah satu warga mengaku belum lama ini melakukan rapid test Covid-19, seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Saat petugas Puskesmas Tanjung Priok memeriksa kesehatan warga, seorang wanita mengaku dinyatakan reaktif rapid test Covid-19.

Ia mengatakan, dulu sempat bekerja dengan seorang warga India. Majikannya lamanya itu kemudian menyuruh dia untuk melakukan rapid test Covid-19 di Rumah Sakit Hermina.

Hasilnya, wanita yang berusia 45 tahun itu reaktif dan pihak rumah sakit telah merekomendasikannya untuk melapor ke puskesmas di tempatnya tinggal.

Namun, ternyata hal itu tidak dilakukan wanita tersebut, hingga dia dan keluarganya harus tinggal di pengungsian pascakebakaran.

Menanggapi hal ini, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH mengatakan upaya untuk mengisolasi orang tersebut beserta keluarganya adalah langkah yang tepat.

"Reaktif belum tentu infeksius (positif virus corona)," kata Dr Panji saat dihubungi Kompas.com.

Dr Panji mengatakan kemungkinan besar rapid test yang dijalani wanita tersebut adalah untuk memeriksa antibodi. Sebab, antibodi itu dapat terdeteksi sekitar seminggu setelah infeksi.

"Bahkan, sebenarnya bisa cukup lama, bisa satu sampai dua bulan," ujarnya.

Lebih lanjut dr Panji menjelaskan jika wanita tersebut dinyatakan reaktif dengan asumsi alat tes tersebut akurat, maka ada dua kemungkinan.

"Dia bisa saja masih sakit, artinya virus masih ada di tubuhnya, tetapi infeksinya sudah cukup lama. Atau dia sudah tidak sakit, sudah tidak ada virus, hanya dia sudah pernah terinfeksi virus dalam waktu satu sampai dua bulan," jelas dr Panji.


Risiko penularan di pengungsian

Dr Panji mengatakan pengusian adalah tempat yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap adanya potensi penularan penyakit.

Baik itu penyakit infeksi saluran pernapasan apapun jenis penyebabnya, termasuk Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona baru, SARS-CoV-2.

"Jadi saya pikir, masyarakat yang tinggal di pengungsian, protokol kesehatan harus dipastikan untuk selalu dilakukan," jelas dia.

Kendati demikian, dr Panji tak menampik cukup sulit untuk menegakkan protokol kesehatan di pengungsian.

Sebab, ruang yang terbatas dan banyaknya jumlah orang yang berada di area pengungsian.

"Jadi yang harus diperhatikan sebenarnya adalah tempat yang luas dan banyak, mengantisipasi kalau penuh. Supaya, di dalam pengungsian, kontak hanya terjadi di antara anggota keluarga yang sama," papar dr Panji.

Selain itu, ketersediaan masker, sabun dan air untuk memenuhi protokol kesehatan harus benar-benar diperhatikan. Tujuannya sebagai antisipasi pencegahan terhadap penularan Covid-19 yang disebabkan infeksi virus corona.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/05/080200623/reaktif-rapid-test-covid-19-pengungsi-kebakaran-tanjung-priok-diam-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke