Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Pentingnya Konstruksi Anti-gempa di Gedung Bertingkat

Kompas.com - 28/11/2022, 12:30 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sumber Bloomberg

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan sistem konstruksi anti-gempa untuk bangunan bahkan gedung bertingkat harus mulai dilakukan secara serius oleh Indonesia.

Pasalnya, gedung dengan struktur lemah akan mudah runtuh bila terjadi gempa dan menjadi penyebab utama kematian.

Selain itu, runtuhnya bangunan akibat gempa juga mengakibatkan kerugian dalam jumlah yang tidak sedikit.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesia mengalami kerugian bangunan runtuh akibat gempa mencapai Rp 42,4 triliun pada tahun 2018.

Sehingga berinvestasi dalam struktur tahan gempa sekaligus menjadi langkah Indonesia untuk menghemat dana.

Baca juga: Bangun Rumah Anti-gempa dengan Metode RISHA, Cuma Rp 50 Juta

Salah satu contoh penerapan konstruksi anti-gempa untuk gedung pencakar langit Ibu Kota Jakarta adalah Menara Astra di Sudirman.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (28/11/2022), Menara Astra setinggi 51 lantai ini menerapkan konstruksi anti-gempa yang dikenal dengan belt-truss atau rangka sabuk.

Sistem rangka sabuk menghubungkan dinding inti dan bingkai perimeter untuk mengurangi getaran serta perpindahan dalam bangunan.

Bangunan itu juga memiliki lantai perlindungan, di mana para pekerja dapat berlindung dalam situasi bencana yang ekstrem.

Karena sistem rangka sabuk terletak di lantai perlindungan, mereka mendapatkan perlindungan tambahan.

Baca juga: Konstruksi Rumah Baru Korban Gempa Cianjur Tunggu Kesiapan Pemprov Jabar

Menara Astra merupakan gedung pertama yang menggunakan teknik konstruksi ini di mana telah diterapkan sejak lama di Jepang dan Amerika Serikat.

Selain Menara Astra, ada gedung mixed-use Thamrin Nine di Thamrin, Jakarta Pusat yang menggunakan konstruksi anti-gempa bernama sistem cadik.

Associate Principal Arup Leonardi Kawidjaja mengatakan, bangunan tinggi di Jakarta telah dirancang dengan mempertimbangkan gempa bumi sejak tahun 1970-an dan kode desain seismik terus berkembang sejak saat itu.

"Itu membuat bangunan yang lebih tua lebih rentan terhadap gempa bumi daripada bangunan yang lebih modern," ujarnya.

Sebagai informasi, pada tahun 2012 Indonesia membuat standar nasional untuk desain tahan gempa dan memperbarui manual untuk meningkatkan ketahanan gempa di bangunan yang lebih besar.

Bangunan dengan tinggi lebih dari 40 meter di Jakarta harus dirancang sesuai dengan kode Desain Gempa Nasional Indonesia.

Sementara terkait bencana alam gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) yang menewaskan ratusan korban meninggal dunia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didorong untuk memerintahkan pembangunan rumah tahan gempa dalam rekonstruksi.

Terbaru, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya akan membangun kembali rumah rusak berat atau runtuh akibat gempa bumi Cianjur.

Konsep yang diperkirakan akan digunakan saat ini adalah Rumah Instan Sehat Sederhana (RISHA).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com