Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APERSI Desak Pemerintah Segera Terbitkan Keputusan Harga Baru Rumah Subsidi

Kompas.com - 13/06/2022, 16:59 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) mendesak Pemerintah untuk segera menerbitkan keputusan tentang harga baru rumah subsidi.

Terbitnya surat keputusan ini sangat penting, mengingat harga rumah subsidi sudah tiga tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian.

Terakhir, harga rumah subsidi diberlakukan berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No 242/KPTS/M/2020, dengan besaran antara Rp 150,5 juta hingga Rp 219 juta.

Sementara besaran harga rumah subsidi yang diajukan APERSI dan sudah disetujui Menteri Keuangan adalah mulai dari Rp 170 juta dengan kenaikan persentase 7 persen-10 persen.

Baca juga: Terima DPP REI, Wapres Tekankan Merger UUS BTN-BSI Tak Kurangi Pelayanan Pembiayaan Perumahan

Di sisi lain, pengembang harus berjibaku menyesuaikan kemampuan dan daya dukungnya terhadap kenaikan material konstruksi dan tingginya harga lahan yang memengaruhi tingginya ongkos produksi (production cost).

Padahal, pembangunan rumah subsidi merupakan pilar utama dari Program Sejuta Rumah (PSR) yang tersendat pasokannya sejak April 2022 hingga saat ini.

Ketua Umum DPP APERSI Junaidi Abdillah mengungkapkan, seretnya pasokan rumah subsidi juga dipicu oleh faktor banyaknya pengembang yang menahan diri untuk berproduksi.

"Setelah dihantam pandemi Covid-19 dan praktis menyetop produksi, kami kini juga dihantam kenaikan harga bahan bangunan dan lahan. Sebagian besar memilih bertahan, namun ada banyak pengembang lain yang sekarat dan gulung tikar," ujar Junaidi dalam media briefing, di Jakarta, Senin (13/6/2022).

Mereka, menurut Junaidi, tidak mampu membangun produksi rumah subsidi karena sudah tidak lagi memiliki sumber daya. 

Jika surat keputusan penyesuaian harga tidak kunjung diterbitkan, dia khawatir pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang digembar-gemborkan akan berlarut-larut.

Hal ini karena properti (perumahan) merupakan sektor padat karya yang mampu menggerakkan 174 industri lainnya, dan menyerap jutaan tenaga kerja.

"Bayangkan, kami memiliki anggota 3.500 pengembang. Satu proyek perumahan saja, melibatkan 100 tenaga kerja. Nah, jika seluruh pengembang berproduksi, maka ada 350.000 tenaga kerja yang terserap," tutur Junaidi.

Selain itu, pemenuhan target PSR pun bakal meleset. Padahal, APERSI tidak memiliki intensi untuk menghambat masyarakat memiliki hunian.

Perizinan

Tak hanya keputusan soal harga, APERSI pun mendesak pemerintah pusat untuk melakukan percepatan implementasi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).

"Ada sejumlah daerah yang belum paham, dan malah merekomendasikan kami untuk kembali kepada peraturan lama. Ini kan menambah beban biaya produksi lagi, dan menghambat realisasi PSR," kata Wakil ketua Umum AEPRSI Bidang Perizinan dan Pertanahan Bambang Setiadi.

Adapun hingga Juni, rumah subsidi terbangun tidak sampai 60.000 unit dari total 200.000 unit target tahun 2022. Ini artinya, jika target tidak tercapai, maka backlog hunian di Indonesia akan terus bertambah.

Tahun 2019 lalu saja, backlog rumah masih berada di angka 14 juta. Sementara pembangunan rumah yang mampu direalisasikan hanya 20 persen dari target PSR 1 juta unit per tahun.

"Nah, kami berharap Pemerintah meningkatkan volume, dan sungguh-sungguh mendukung kami, para pengembang rumah subsidi," imbuh Bambang.

Dia juga menyentil bahwa pengadaan rumah tinggal adalah kewajiban negara sesuai UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1 yang berbunyi, "“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com