Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Lahan Pasca Tambang di Babel Beralih Fungsi, Izinnya Perlu Dievaluasi

Kompas.com - 19/11/2021, 21:02 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanfaatan lahan terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Provinsi Bangka Belitung (Babel) perlu dievaluasi secara serius.

Sebelumnya perlu diketahui, provinsi ini memang daerah potensial di sektor pertambangan. Tanahnya mengandung mineral biji timah dan bahan galian.

Sebut saja pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batu gunungm tanah liat, serta granit.

Namun, IUP tidak serta merta bermanfaat bagi perekonomian masyarakat sekitar. Ditambah lagi adanya lahan pasca tambang yang sudah berubah fungsi.

Baca juga: Cipta Kridatama Raih Kontrak Tambang Baru hingga 2025

Gubernur Babel Erzaldi Rosman Djohar mengatakan, terdapat masyarakat yang kesulitan mengembangkan lahannya karena harus meminta rekomendasi ke perusahaan yang memegang IUP.

"Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah tidak bisa mengeluarkan izinnya sebelum ada rekomendasi dari perusahaan penambang itu. Hal ini menghambat hadirnya investasi," kata Rosman dikutip dari laman Kementerian ATR/BPN, Jumat (19/11/2021).

Selain itu, terdapat pula lahan-lahan pasca tambang berubah fungsi menjadi kebun. Sehingga diperlukan evaluasi tata ruangnya.

"Ada juga RTRW yang statusnya permukiman, tapi di lapangan berupa kebun sawit. Saya kira ini perlu kebijakan yang jelas karena ini akan menghambat perizinan yang berkenaan dengan apa yang dilakukan seseorang di atas suatu lahan," bebernya.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Penertiban dan Pemanfaatan Tanah dan Ruang (PPTR) Budi Situmorang menyampaikan, rencana tata ruang merupakan komitmen bersama para pihak yang memiliki wilayah, baik gubernur maupun bupati atau wali kota.

"Berikutnya mungkin IUP ini perlu dievaluasi. Apabila tidak produktif, tentu bisa kita pertimbangkan. Maka dari itu, di sini peran gubernur penting dalam memantau IUP," terangnya.

Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah, Iskandar Syah menambahkan, lahan yang sudah tidak dimanfaatkan selama dua tahun maka akan diambil oleh negara.

Hal ini termaktub dalam PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Terkait izin, untuk penertibannya harus melibatkan kementerian terkait serta pemerintah daerah. Mana-mana saja yang tidak dijalankan selama dua tahun, itu yang akan ditertibkan.

"Kemudian, 90 hari setelah ada informasi tersebut dan pemilik izin tidak melakukan apa-apa, Kementerian ATR/BPN akan menindaklanjuti itu untuk bisa ditetapkan sebagai izin yang terindikasi telantar," imbuhnya.

Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra menyebutkan, ada dua hal yang bisa dilakukan berdasarkan hasil diskusi ini.

Pertama, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh, terhadap semua izin yang sudah ada untuk mengetahui yang tidak dimanfaatkan serta tidak sesuai dengan tata ruang.

"Nanti output-nya, kita tahu, mana izin yang tidak dimanfaatkan untuk segera kita kerjakan," katanya.

Untuk itu, perlu dilakukan penataan pasca-tambang. Pemprov Babel mulai perlu memberi perhatian khusus soal ini.

"Kami juga akan rapat pembahasan lanjutan, terkait kerja sama evaluasi izin dan hak atas tanah tersebut," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com