Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertualang ke Masa Lalu di Situs Purbakala Sangiran

Kompas.com - 12/10/2021, 20:38 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bisa bertualang ke masa lalu, mungkin terdengar seperti cerita fiksi. Namun ternyata hal ini bisa Anda lakukan dengan mengunjungi Museum Purbakala Sangiran yang berlokasi di Sragen, Jawa Tengah.

Pertama kali saya menginjakkan kaki di sana sekitar tahun 2008. Sdanaya masih menempuh pendidikan di Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. 

Saya pun berkunjung ke Sangiran bersama dengan dosen serta teman-teman yang mengambil mata kuliah Evolusi.

Bertahun-tahun setelahnya, ingatan tentang Sangiran masih tetap membekas hingga sekarang terutama saat berkunjung di klaster Dayu. Jarak klaster ini sektiar 6 kilometer dari Museum Purbakala Sangiran.

Saat itu, di klaster Dayu belum didirikan museum seperti sekarang. Klaster tersebut masih berupa tanah lapang berwarna cokelat dan penuh debu.

Baca juga: Mengenal The Metropolitan Museum of Arts, Tempat Diadakannya Met Gala

Namun di tempat tersebut saya melihat langsung lapisan tanah dari berbagai era. Mulai dari Formasi Kalibeng (1,8 juta tahun yang lalu), dan Formasi Pucangan (1,8 Juta-900 ribu tahun yang lalu).

Kemudian ada juga Formasi Greezbank (900 ribu-730 ribu tahun yang lalu), Formasi Kabuh (730 ribu-250 ribu tahun yang lalu) hingga Formasi Notopuro (250 ribu-100 ribu tahun lalu).

Di Museum Purbakala Sangiran yang berlokasi di Klaster Krikilan, terdapat berbagai peninggalan purba lengkap dengan diorama dan ilustrasi yang menarik hati. 

Tentu saja ini adalah pengalaman yang sangat menakjubkan bagi saya. Saya merasa bisa bertualang melihat sesuatu yang nyata dari masa lalu tanpa bantuan mesin waktu.

Situs Manusia Purba

Selain lapisan tanah dari berbagai era, Sangiran sangat terkenal sebagai situs manusia purba. Di daerah ini, ditemukan fosil manusia purba, homo erectus.

Dalam buku “Sangiran Menjawab Dunia” yang ditulis oleh dua arkeolog ternama Indonesia, Harry Widianto dan Truman Simanjutak, dijelaskan bahwa di Sangiran, terdapat lebih dari 100 individu fosil homo erectus yang ditemukan.

Karena itulah, Sangiran merupakan salah satu penyumbang fosil homo erectus terbanyak di seluruh dunia.

Salah satu fosil yang memiliki nilai penting dalam sejarah manusia purba adalah fosil “Sangiran 17”. Fosil ini ditemukan pada endapan pasir fluvio-vulkanik di Pucung.

Fosil ini dikenal sebagai master piece dari Sangiran karena terdiri dari atap tengkorak, dasar tengkorak dan muka yang masih terkonservasi secara baik.

Karena masih memiliki muka saat ditemukan, fosil ini menjadi modal untuk merekonstruksi wajah asli dari homo erectus.

Bentuk wajah homo erectus yang berhasil direkonstruksi adalah memiliki tulang kening menonjol, dahi datar, orbit mata persegi, pipi lebar menonjol, mulut menjorok ke depan dan tengkorak pendek memanjang.

Saat ini fosil aslinya tersimpan rapi di Bandung. Namun, cetakan fosilnya dapat ditemukan di berbagai laboratorium evolusi di berbagai belahan dunia dan akan dijadikan sebagai pembanding dalam temuan homo erectus lainnya.

Sangiran sendiri ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. UNESCO menetapkan Situs Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia Nomor 593 pada tahun 1996 dengan nama "The Sangiran Early Man Site".

Selain memiliki fosil-fosil manusia purba, di Sangiran Anda juga bisa menjumpai beragam fosil binatang purba seperti gajah purba, kuda sungai purba hingga babi purba.

Ditemukan pula alat tulang serta alat batu yang merupakan hasil budaya dari manusia purba semasa hidupnya.

Dulunya, Situs Sangiran dikenal sejak seorang peneliti Belanda bernama Von Koenigswald melakukan penelitian pada tahun 1934.

Saat itu, Von Koenigswald menemukan alat-alat batu hasil budaya manusia purba dalam penelitiannya di Situs Sangiran. Selanjutnya pada 1936 ditemukanlah fosil manusia purba pertama di Situs Sangiran.

Setelah itu, kian banyak penelitian yang dilakukan di Sangiran yang menghasilkan berbagai temuan artefak-artefak purba hingga sekarang.

Sangiran Terus Berkembang

Sejak ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya dunia, Sangiran terus berbenah diri untuk melestarikan berbagai peninggalan purba yang dimiliki.

Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, Iskandar Mulia Siregar di Sangiran telah didirikan 5 museum di 5 klaster yang ada.

“Kawasan Sangiran ini memilii luas 59,21 kilometer persegi. Di sini terdapat 5 klaster yang memiliki peninggalan cukup siginifikan sehingga di 5 lokasi ini telah didirikan museum,” ujar Iskandar saat dihubungi Kompas.com.

Museum manusia purba sekaligus kantor pusatnya berada dalam klaster Krikilan. Kemudian 4 klaster lainnya yakni Klaters Dayu (Karang Anyar), Ngebung (Sragen), Bukuran (Sragen) dan Manyarejo (Sragen).

Menurut Iskandar, selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Direktorat Jendral Kebudayaan, BPSMP Sangiran diberikan tugas untuk melaksanaan pelestarian situs manusia purba di seluruh Indonesia.

Selain di Sangiran, saat ini BPSMP bahkan sudah melakukan peninjauan ke dareah-daraeh lainnya, di mana ditemukan fosil manusia purba seperti Bumi Ayu (Jawa Tengah), Semedo (Tegal) bahkan Sopeng (Sulawesi Selatan).

Pandemi Covid-19 Pengaruhi Jumlah Pengunjung

Namun menurut Iskandar, selama masa pandemi Covid-19, pengunjung ke Museum Manusia Purba Sangiran menurun drastis karena adanya penutupan.

Museum bahkan telah ditutup sejak 16 Maret 2020. Meski sempat dibuka pada 10 April 2021, namun pada 16 Juli 2021, museum kembali ditutup karena angka penyebaran Covid-19 kembali meningkat.

“Jumlah kunjungan ke museum menurun drastis karena ada penutupan. Sejak tahun lalu hingga bulan Juli 2021, hanya ada 7 ribu pengunjung,” jelasnya.

Padalah rata-rata pengunjung per tahun bisa sampai 350.000 orang pada keadaan normal. Bahkan tahun 2015, pengunjung bisa mencapai 554.000 orang

Meski demikian, pihak BPSMP Sangiran masih membuka kunjungan secara virtual, di mana pihak sekolah atau universitas yang berminat harus bersurat dulu.

Melalui tur virtual ini antusiasme para pelajar tidak berkurang bahkan hampir setiap minggu permintaan virtual tur selalu ada.

Namun berdasarkan informasi terbaru, Museum Sangiran akan kembali di bukan mulai 12 Oktober 2021 bertepatan dengan Hari Museum Indonesia. 

Bagi Kepala BPSMP Sangiran, situs Sangiran ini sangat penting karena di sini masyarakat bisa belajar secara langsung mengenai struktur tanah dari jaman purba hingga fosil dari manusia purba dan hewan purba. 

“Sangiran ini menyumbang lebih dari 50 persen indidivu manusia purba Homo erectus yang ditemukan di dunia. Sehingga kita semua punya kewajiban yang sama sebagai anak bangsa untuk melestarikannya,” tambahnya.

Sangiran memang anugerah, warisan kekayaan yang tiada tara. Tidak semua negara dianugerahi kesempatan untuk bisa melihat dari dekat kehidupan pada zaman purba.

Tentu ini menjadi warisan berharga yang bisa menjadi sumber pengetahuan bagi kita dan generasi penerus. 

Museum memang belum menjadi tempat favorit para orang tua untuk membawa anak-anaknya mengenal peradaban lain. 

Namun kedepannya, diharapkan paradigma ini bisa berubah. Museum bisa menjadi destinasi yang asyik untuk menghidupkan imajinasi anak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com