Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Firman Herwanto, Arsitek di Balik Ikoniknya JPO Sudirman, Fasilitas Publik Terbaik 2020

Kompas.com - 03/10/2021, 15:16 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Belum mewakili pemikiran bahwa infrastruktur bisa membawa impact yang luar biasa bagi masyarakat Jakarta pada umumnya secara keseluruhan.

"Kurang estetik, kurang cantik. Jadi harus dibenahi," imbuhnya.

Baca juga: DAI Berperan Terbitkan Sertifikasi Arsitek

Arsitek lulusan Universitas Indonesia (UI) ini menyampaikan mulai ditugaskan untuk merevitalisasi JPO Sudirman sekitar pertengahan 2018. Diberi waktu tiga bulan untuk membenahi itu semua.

"Tadinya ruas Sudirman dan Thamrin, ada 12 dua titik. Tapi kami sampaikan (ke Pemprov DKI Jakarta) kalau 12 titik dengan rentang waktu tersebut tidak memungkinkan. Akhirnya kami coba tiga titik dulu," terangnya.

Adapun ketiga titik JPO Sudirman itu meliputi JPO Bundaran Senayan, JPO GBK, dan JPO Polda Metro Jaya.

Kemudian, setelah melakukan peninjauan lokasi, dia menilai spot pertama yang paling memungkinkan dikerjakan lebih dulu yakni di JPO GBK. Karena selaras dengan venue ASIAN Games 2018.

Selain itu, pemenang sejumlah penghargaan bergengsi ini melihat bahwa perencanaan JPO berbarengan dengan pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT).

Sementara, dari tiga JPO, yang tidak memiliki pemberhentian Stasiun MRT hanya di JPO GBK.

"Jadi orang akan berbondong-bondong jalan kaki menuju GBK. Berarti pengalaman jalan kakinya harusnya jadi luar biasa. Maka dari itu ini (JPO GBK) harus spesial," jelasnya.

Sampailah kemudian timnya mengusulkan beberapa desain. Namun pada akhirnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merekomendasikan agar seluruh JPO menggunakan desain yang sama.

Mengingat waktu yang diberikan untuk mengerjakan cukup singkat, dia pun meminta pengecualian untuk JPO GBK bahwa desainnya harus spesial.

Menurut Firman, landasan berpikir pada konsep revitalisasi JPO yakni pengalaman orang berjalan di Jakarta rerata langsung lepas dari lingkungan sekitar ketika naik JPO.

Maksudnya, pengalaman visual warga ketika menggunakan JPO terbatas, hanya bisa melihat jalan, dan pemandangan di sebelah kiri atau kanan.

Baca juga: Tiga Karya Arsitek Indonesia Raih Penghargaan Terpopuler

Itupun kalau bagus pemandangannya. Jika tidak, pengguna hanya melihat jalan saja. Apalagi sisi atas tidak menyajikan pemandangan karena tertutup atap.

"Jadi kami merasa yang perlu dibenahi yakni pengalaman berjalan itu tadi. Orang harus cukup nyaman, orang gak lagi pusing khawatir tersandung atau terpleset," tuturnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com