Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Penemuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Mulai dari Selenium hingga Silikon

Kompas.com - Diperbarui 08/11/2022, 21:13 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Tiga ilmuwan Bell Labs yakni Daryl Chapin, Calvin Fuller, dan Gerald Pearson, menciptakan PLTS yang lebih praktis dengan menggunakan silikon.

Keuntungan PLTS dengan silikon adalah efisiensi yang lebih baik dan jumlahnya yang tidak terbatas di alam bila dibandingkan dengan selenium.

Popularitas PLTS

Seiring berkembangnya penjelajahan di ruang angkasa, PLTS pun digunakan untuk memberi daya pada berbagai bagian pesawat ruang angkasa sepanjang akhir 1950-an dan 1960-an.

PLTS pertama kali digunakan pada satelit Vanguard I pada tahun 1958, diikuti oleh Vanguard II, Explorer III, dan Sputnik-3.

Pada tahun 1964, NASA kemudian meluncurkan satelit Nimbus, yang beroperasi sepenuhnya pada susunan panel surya fotovoltaik 470 watt.

Baca juga: Pasang Panel Surya, Berapa Investasi yang Dibenamkan Aeon?

Pada tahun 1970-an, kekurangan minyak membawa kesadaran bahwa Amerika Serikat (AS) sangat tergantung pada sumber daya asing.

Saat itu, angka inflasi AS mencuat karena masyarakat mengalami kesulitan di bidang ekonomi akibat kekurangan pasokan energi minyak.

Presiden AS kala itu, Jimmy Carter pun memulai berbagai inovasi untuk mengurangi ketergantungan pada minyak. Ia pun memasang panel surya di atap Gedung Putih.

Sejak saat itu, penggunaan enegi matahari kian populer baik di kalangan industri maupun masyarakat. Terlebih energi ini sangat melimpah dan tidak menimbulkan polusi seperti bahan bakar fosil.

Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai tertarik menggunakan PLTS. Harga panel yang dulunya mahal, perlahan-lahan mulai menurun.

PLTS dibuat agar lebih efisien dan lebih murah sehingga bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik di rumah dan bisnis mereka.

Pada tahun 2021, harga PLTS di pasaran Indonesia berkisar antara Rp 500.000 hingga puluhan juta, tergantung merek dan watt peak (WP) yang dihasilkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com