Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mungkinkah Bangun Utilitas Bawah Tanah Tanpa Gali-Tutup Lubang?

Berbagai proyek pemasangan utilitas bawah tanah mulai dari kabel PLN, pipa air, serat optik internet dan lainnya membutuhkan pekerjaan penggalian, dan penutupan tanah.

Hal ini terutama terjadi di sepanjang trotoar dan terus berlanjut seperti tidak pernah tuntas atau kerap diolok-olok sebagai proyek abadi.

Pemasangan utilitas bawah tanah dengan metode gali lubang dan tutup lubang semestinya bisa dihindari agar tidak terus berulang tiap tahunnya.

Pasalnya, metode tersebut tidak cukup efektif dan efisien karena menimbulkan banyak kerugian terutama bagi masyarakat sekitar dan pengguna jalan.

Proses konstruksi tersebut juga bisa dibilang metode yang masih primitif yakni membuka galian di bagian jalan dan melakukan pemasangan pipa di setiap jalur galian kemudian menutupnya kembali.

Metode tersebut juga tidak efisien karena untuk melakukan penggalian penanaman kabel atau pipa saluran air, harus memindahkan atau melepaskan komponen yang ada di dalam tanah tersebut terlebih dahulu, sehingga waktu yang diperlukan pasti akan lebih panjang dan lama.

Dampak yang paling dirasakan dari proyek galian tersebut adalah kemacetan, karena menghabiskan ruang jalan hampir setengahnya, sehingga kepolisian sering harus memberlakukan sistem one way atau buka tutup jalan untuk lalu lintas.

Di samping itu proyek galian tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar. Proyek galian menyebabkan fisik jalanan dan trotoar menjadi rusak, bahkan ketika dilakukan perbaikan maka kondisinya tidak sempurna seperti asalnya.

Padahal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selaku instansi pusat pembina jasa konstruksi di Indonesia terus mendorong pembangunan infrastruktur dilakukan dengan menerapkan teknologi tepat dan efisien terutama pada era industri 4.0 seperti saat ini.

Hal ini ditandai dengan perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi termasuk di bidang jasa konstruksi.

Dalam beberapa kesempatan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi harus memberikan nilai tambah bagi pelaksanaan pembangunan infrastruktur.

Hal tersebut agar pembangunan infrastruktur dapat terselesaikan lebih cepat, lebih murah, dan tentunya lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat.

Salah satu inovasi dalam pembangunan infrastruktur yang didorong untuk diterapkan adalah teknologi trenchless terkait proyek pekerjaan pembangunan bawah tanah.

Direktur Keberlanjutan Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR Kimron Manik mengatakan, trenchless merupakan teknologi konstruksi terkini yang mampu menggarap pekerjaan di bawah permukaan tanah tanpa galian.

Teknologi ini sangat tepat untuk diterapkan di kota-kota besar padat penduduk seperti pada pekerjaan terowongan baik jalan dan bendungan, pipa air bersih dan air limbah.

Melihat kondisi pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini, teknologi trenchless sangat bisa diterapkan pada berbagai proyek bawah tanah yang ada, serta menjadikan pelaksanaan pekerjaan konstruksi lebih efisien, dengan risiko yang lebih rendah terhadap terjadinya kecelakaan kerja konstruksi.

Saat ini, teknologi trenchless telah diaplikasikan pada beberapa proyek Kementerian PUPR. Di antaranya Bidang SDA seperti pembangunan Bendungan Jatigede dan pembangunan Sudetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.

Kemudian Bidang Jalan seperti pembangunan Terowongan Jalan Tol Cisumdawu, Bidang Cipta Karya seperti proyek Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) Denpasar, Metropolitan Sanitation Management and Health Project (MHMHP) Medan, dan proyek Metropolitan Sanitation Management and Health Project (MHMHP) Yogyakarta.

Kementerian PUPR bersama The International Society for Trenchless Technology (ISTT), Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN), dan Westrade Group United Kingdom LTd telah memperkenalkan inovasi teknologi tersebut dengan menggelar event Trenchless Asia 2019 pada 17-18 Juli 2019 di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran Jakarta.

Salah satu cara penerapan trenchless adalah dengan menggunakan alat Horizontal Directional Drill (HDD). Dengan HDD, proyek konstruksi bawah tanah di daerah perkotaan tak perlu lagi mengungsikan penduduk atau membebaskan lahan.

Trainer PT Vermeer Indonesia sebagai salah satu perusahaan penyedia alat berat HDD Robert Sinaga dalam pameran Trenchless Asia 2019 lalu mengatakan engan teknologi HDD ini hanya memakan waktu pengerjaan 50 persen dari total waktu pengerjaan yang menggunakan teknologi open trench atau galian.

Proyek-proyek yang bisa dikerjakan HDD yaitu proyek bawah tanah. Contohnya adalah pemasangan kabel optik, kabel listrik pipa air, pipa gas dan minyak, dan sebagainya.

"Proyek yang bisa dibangun dengan ini adalah proyek-proyek underground. Utilitas underground. Contoh telekomonukasi (kabel optik), pipa air, kabel listrik, pipa gas, pipa minyak, dan lain-lain," kata Robert seperti dikutip dari berbagai pemberitaan di media massa.

Lalu jika memang sudah ada inovasi teknologi yang lebih efektif dan efisien, mengapa proyek gali tutup lubang tersebut masih terus berulang tiap tahunnya.

Apakah belum ada Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menerapkan teknologi tersebut? Atau memang tidak cukup biaya untuk menerapkan teknologi tersebut.

Padahal, sebelumnya pada tahun 2014, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku telah menginstruksikan PT Jakarta Propertindo (BUMD DKI) untuk membangun jalur khusus utilitas di bawah tanah atau ducting. Hal ini dilakukan untuk menghindari proyek abadi gali tutup lubang tiap tahunnya.

Namun masalah ini bukan tanpa kendala. Ahok mengungkapkan, yang menjadi kendala adalah tak tersedianya peta infrastruktur utilitas di bawah tanah, yang seharusnya menjadi tugas Dinas Tata Ruang DKI. Tanpa peta ini akan mempersulit pengkajian untuk membangun ducting.

Padahal proyek abadi gali tutup lubang seperti itu tidak pantas dipertahankan, mengingat telah ada teknologi yang lebih efektif meskipun harus memakan biaya dan perencanaan yang lebih besar. Ketika ada pekerjaan galian seperti di atas maka efek dominonya adalah kemacetan lalu lintas.

Entah kenapa, meskipun sudah ada papan proyek tetapi kemacetan tetap tidak terhindarkan. Inilah akibatnya jika pemilik dan pelaksana proyek maunya murah-meriah tanpa berupaya ada perbaikan cara metode kerja ke depan.

Jalanan yang berlubang menjadi buntut dari penggalian bahu jalan. Memang secara normatif sebagai warga negara, pengguna jalan bisa menuntut para penyelenggara jalan jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak.

Dalam hal ini pemborong (swasta/BUMN) dan pemerintah kota harus bertanggung jawab tertuang dalam Pasal 24 ayat 1 UU No 22 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/01/17/170000621/mungkinkah-bangun-utilitas-bawah-tanah-tanpa-gali-tutup-lubang-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke