Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Istana Gedung Agung Yogyakarta, Tempat Presiden Jokowi Tunaikan Shalat Idul Fitri

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah melaksanakan shalat Idul Fitri 1443 H di halaman Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta, Senin (2/5/2022).

Shalat Idhul Fitri dimulai pukul 6.30 WIB. Sekitar pukul 6.20 WIB, Presiden terlihat keluar dan tampak mengenakan kemeja putih dan peci untuk melaksanakan shalat Idul Fitri.

Kurang lebih 200 orang pejabat internal Istana dan 50 orang masyarakat mendapatkan kesempatan untuk melakukan shalat Idul Fitri bersama Presiden.

Seperti dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Republik IndonesiaIstana Kepresidenan Yogyakarta ini berlokasi di bagian ujung selatan Jalan Akhmad Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Kompleks istana berdiri di atas lahan seluas 43.585 meter persegi, di pusat keramaian kota. Istana ini menghadap ke arah Timur, berseberangan dengan bekas Benteng Belanda yang kini telah diubah menjadi Museum Benteng Vredeburg.

Sejak dibangun, istana ini tidak banyak berubah. Di halaman serambi depan tampak sebuah patung raksasa penjaga pintu (dwarapala) setinggi dua meter.

Terdapat pula sebuah tugu Dagoba (yang oleh orang Yogyakarta disebut Tugu Lilin) yang memiliki tinggi tiga meter setengah, dan senantiasa terlihat nyala api semu di puncaknya. Tugu itu terbuat dari batu andesit.

Istana ini dinamakan Gedung Agung atau Gedung Negara karena berkaitan dengan salah satu fungsi gedung utama istana yaitu untuk menerima tamu-tamu agung.

Bangunan ini awalnya merupakan kediaman resmi seorang Residen ke-18 di Yogyakarta (1823-1825), bernama Anthonie Hendriks Smissaert.
Anthonie adalah seseorang yang berkebangsaan Belanda dan sekaligus merupakan penggagas pembangunan Gedung Agung.

Kediaman tersebut didirikan pada bulan Mei tahun 1824 di masa penjajahan Belanda, dengan arsiteknya bernama A. Payen.

Payen ditunjuk oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.

Sayangnya, terjadinya Perang Diponegoro (1825-1830), mengakibatkan pembangunan gedung ini tertunda. Pembangunan kembali dilanjutkan setelah perang itu usai (1832).

Gedung ini juga pernah runtuh pada 10 Juni 1867, karena terjadi musibah gempa bumi dua kali pada hari yang sama.

Bangunan baru pun lantas didirikan dan rampung pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut Gedung Negara.

Pada tanggal 19 Desember 1927, status administratif wilayah Yogyakarta sebagai Keresidenan ditingkatkan menjadi Provinsi. Penguasa tertinggi Belanda bukan lagi Residen, melainkan Gubernur.

Karena itu, gedung utama yang selesai dibangun pada 1869 menjadi kediaman para Gubernur Belanda di Yogyakarta hingga masuknya pendudukan Jepang.

Menjadi Pusat Pemerintahan Negara
Posisi Gedung Agung menjadi sangat penting ketika pemerintahan Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.

Pada tanggal 6 Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia . Istana inipun berubah menjadi Istana Kepresidenan, rumah kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya.

Sejak tanggal 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana ini tidak lagi menjadi tempat kediaman Presiden.

Perubahan besar terjadi pada Istana Kepresidenan adalah fungsinya dalam pemerintahan. Istana Kepresidenan ini pernah menyandang fungsi sebagai pusat pemerintahan Republik Indonesia selama masa revolusi.

Pada masa kemerdekaan, seperti halnya fungsi istana Kepresidenan yang lain, istana ini kantor dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.

Selain itu, juga menjadi tempat menerima atau menginap tamu-tamu negara, baik yang secara resmi datang untuk kepentingan kenegaraan maupun secara tidak resmi melakukan kunjungan ke Yogyakarta.

Saat ini, selain sebagai lokasi tempat tinggal para tamu negara, Gedung Agung juga bisa dikunjungi oleh masyarakat umum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Total ada 26 bangunan di istana ini. Gedung induknya, Gedung Agung, serta bangunan wisma seperti Wisma Negara, Wisma Indraphrasta, Wisma Sawojajar, Wisma Bumiretawu, dan Wisma Saptapratala, tidak mengalami banyak perubahan dari desain terdahulu. 

https://www.kompas.com/properti/read/2022/05/02/082009521/sejarah-istana-gedung-agung-yogyakarta-tempat-presiden-jokowi-tunaikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke