Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Suka Duka Pengemudi Truk, dari Upah Minim Hingga Pungli di Mana-Mana

Mereka mendapatkan tanggungan pekerjaan yang berat namun dengan upah yang sangat minim dan jauh dari kata cukup.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, pengemudi truk di Indonesia saat ini menanggung beban sistem logistik yang salah.

Tanggung jawab pemilik barang biasanya dibebankan kepada para pengemudi. Misalnya, setiap terjadi kecelakaan lalu lintas, para pengemudi ini justru yang sering dijadikan tersangka.

"Belum lagi masih suburnya pungli di sepanjang perjalanan aliran logistik," kata Djoko dalam keterangannya, Senin (28/02/2022).

Selain itu, ongkos muat angkutan logistik pun sangat kecil sehingga membuat perolehan bagi hasil antara pengemudi dengan pengusaha truk pun anjlok.

Djoko menjelaskan bahwa pengemudi truk juga sering kali menanggung pengeluaran untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), tarif tol, makan dan minum, pungutan liar, petugas resmi, tilang, tarif parkir, pecah ban dan berbagai retribusi lainnya.

"Kalau ketahuan overload, maka pengemudi membayar tilang sebesar Rp 500.000. Tapi dia ingin muat overload agar ongkosnya tinggi dan secara otomatis bagi hasilnya juga tinggi," jelasnya.

Djoko bahkan menilai bahwa sebenarnya tidak ada pengemudi truk yang terpaksa melakukan muatan lebih. Kata dia, itu justru lebih ke pilihan pengusaha dan pengemudi.

Akibat tekanan ongkos murah dari pemilik barang. Jika ongkos bagus dan muatan ringan, pengemudi dan pengusaha angkutan sama-sama happy.

"Karena sebenarnya yang dikejar itu nilai ongkosnya. Itulah suka duka pengemudi truk di Indonesia," ucapnya.

Selain itu, saat ini pengemudi truk juga sudah jarang yang membawa kernet. Banyaknya pengemudi truk yang tidak membawa pendamping atau kernet ini justru menyebabkan tingginya angka kecelakaan tunggal.

Sebab waktu dan tenaga yang mestinya sopir gunakan untuk istirahat terpaksa dia gunakan untuk melakukan pekerjaan kernet.

Biasanya jika ada kernet, pengemudi bisa tidur saat bongkar dan muat barang.

Namun tidak adanya kernet mengharuskan pengemudi harus melakukan penghitungan barang yang dibongkar dan dimuat. Mekanisme bongkar muat barang harus diperbaiki.

"Dampaknya, regenerasi pengemudi truk terhambat alias tidak ada. Biasanya sopir belajar mengenudi ketika dia menjadi kernet, menggantikan sopir yang lelah," tutur dia.

Pengemudi truk juga harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menutup barang muatan.

Selain itu, harus melakukan perawatan kendaraan, seperti melakukan pengecekan tekanan angin dan bahkan melakukan bongkar dan pasang ban sendiri.

"Istirahat pengemudipun jadi tidak relaks benar. Pasalnya, jika tidurnya terlalu lelap, ketika bangun bisa hilang semua barang bawaannya," pungkasnya.

https://www.kompas.com/properti/read/2022/02/28/133000721/suka-duka-pengemudi-truk-dari-upah-minim-hingga-pungli-di-mana-mana

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke