KOMPAS.com - Komisi Tiga Negara atau yang juga dikenal sebagai Komisi Kantor Baik dibentuk oleh PBB pada tanggal 26 Agustus 1947.
Dibentuknya KTN ini bertujuan untuk menengahi konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda pada Agresi Militer Belanda.
Terdapat tiga negara yang menjadi anggota dalam Komisi Tiga Negara, yaitu:
Baca juga: Ki Hadjar Dewantara: Kehidupan, Kiprah, dan Semboyannya
Pada masa Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Belanda masih terus berseteru, karena Belanda belum menyerah untuk menguasai tanah air.
Karena masalah Agresi Militer Belanda antara Indonesia dan Belanda tidak kunjung usai, pemerintah Indonesia mengundang Menteri Luar Negeri Australia, Herbert Vere Evatt, untuk turut membantu menyelesaikannya.
Pada waktu itu, Australia menjadi salah satu negara yang sudah merdeka serta kuat pada bidang militer.
Sebagai bentuk bantuan Australia kepada Indonesia, Evatt berencana membawa permasalahan ini ke Dewan Keamanan PBB.
Tindakan dari Evatt ini mendapat dukungan dari Perdana Menteri Australia, Joseph Benedict Chifley.
Permasalahan Indonesia kemudian diterima oleh Dewan Keamanan PBB pada 30 Juli 1947.
Bantuan lain yang juga diberikan Australia yaitu dengan mengusulkan rancangan resolusi.
Rancangan resolusi tersebut berisi usulan Australia kepada Dewan Keamanan PBB untuk meminta Belanda dan Indonesia menerima komisi arbitrasi tiga pihak.
Tiga pihak tersebut terdiri atas satu pilihan Indonesia dan satu lagi dipilih oleh Dewan Keamanan PBB, namun usulan ini ditolak oleh Dewan Keamanan PBB.
Selanjutnya, pada tanggal 25 Agustus 1947, Amerika Serikat turut memberi usulan yang berisi tawaran "jasa baik" kepada Indonesia dan Belanda.
Isi tawaran tersebut adalah dibentuknya suatu komisi yang terdiri dari tiga anggota dewan, dua di antaranya dipilih oleh masing-masing pihak, dan anggota ketiga ditentukan oleh dua anggota yang sudah terpilih.
Sejak saat itu, terbentuklah Komisi Tiga Negara atau Komisi Kantor Baik (Good Offices Comittee).