Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Justika
Platform Konsultasi Hukum

Justika adalah platform konsultasi hukum via online dengan puluhan konsultan hukum profesional dan berpengalaman.

Per-Oktober 2021, lebih dari 19.000 masalah hukum di berbagai bidang hukum telah dikonsultasikan bersama Justika.

Justika memudahkan pengguna agar dapat menanyakan masalah hukum melalui fitur chat kapan pun dan di mana pun.

Justika tidak hanya melayani konsultasi hukum, namun di semua fase kebutuhan layanan hukum, mulai dari pembuatan dokumen hingga pendampingan hukum.

Untuk informasi selengkapnya, kunjungi situs justika di www.justika.com atau tanya Admin Justika melalui email halo@justika.info atau Whatsapp di 0821 3000 7093.

Apakah Polisi Boleh Menolak Laporan Dugaan Tindak Pidana?

Kompas.com - 13/04/2022, 06:00 WIB
Justika,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Konsultasi Hukum

Kupas tuntas dan jelas perkara hukum

Ajukan pertanyaan tanpa ragu di konsultasi hukum Kompas.com

Dalam hubungan ini, termuat ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menjamin, “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar.”

Bertolak dari hal tersebut, karena laporan sifatnya hak, maka negara yang direpresentasikan oleh para aparaturnya (termasuk polisi) senantiasa didudukan sebagai pemangku kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak warga.

Sebab itu, KUHAP lantas memberikan kewenangan kepada polisi (penyelidik dan penyidik) karena kewajibannya untuk menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana (Pasal 5 huruf a ayat (1) dan Pasal 7 ayat (1) huruf a).

Bahkan, penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1) KUHAP).

Kewajiban serupa juga dilekatkan kepada penyidik. Ketika penyidik mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan (Pasal 106 KUHAP).

Di samping itu, Polri sudah memiliki Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.

Pasal 14 huruf a aturan ini tegas menyatakan, setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu dan penyidik dilarang: mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor atau pihak lain yang terkait dalam perkara, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15 kian menguatkan, setiap anggota Polri dilarang menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya.

Tambahan lagi, tugas dan fungsi kepolisian juga masuk dalam lingkup pelayanan publik. Polisi wajib tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Nomor 25 tahun 2009).

Penting ditekankan, konsiderasi dikeluarkannya beleid ini adalah negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat UUD 1945.

Realisasi dari pertimbangan itu, diaturlah kaedah mengenai hak dan kewajiban penyelenggara pelayanan publik dan masyarakat.

Masyarakat berhak mendapat tanggapan pengaduan yang diajukan (Pasal 19 huruf c) dan mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan (Pasal 19 huruf i).

Sementara penyelenggara (polisi) berkewajiban memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik (Pasal 15 huruf e), melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan (Pasal 15 huruf f) serta berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

Sungguh pun begitu, ternyata di dalam kepolisian ada Perkapolri Nomor 6 tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dalam Pasal 3 huruf b mengatur, pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan penyidik/penyidik pembantu yang ditugasi untuk: melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi.

Pengertiannya, hasil kajian awal tidak hanya akan menentukan layak dibuatkan laporan polisi, namun juga sebaliknya, hasil kajian awal sanggup membikin laporan polisi tidak dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu.

Kendati demikian, yang mesti dititikberatkan, pertama harus ada kajian terlebih dahulu. Kedua, ketika diputuskan laporan polisi tidak dibuatkan, keputusan itu harus mengantongi alasan yang sah menurut hukum.

Tidak boleh menyimpang dari prinsip negara hukum dan hak asasi manusia. Sebab setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan.

Artinya, ketentuan yang diketengahkan di dalam KUHAP, Perkapolri Nomor 14 tahun 2011 dan UU Nomor 25 tahun 2009 di atas gamblang, tatkala memperoleh laporan atau pengaduan dari masyarakat, apalagi laporan atau pengaduannya bisa dipertanggungjawabkan, tidak mengada-ada dan tentu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pada hakikatnya polisi tidak boleh menolak atau mengabaikannya.

Andai laporan ditolak, sama saja polisi melakukan pelanggaran hukum acara sekaligus pelanggaran kode etik profesi, lebih-lebih pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu hak atas rasa adil.

Sanksi bagi polisi yang menolak/mengabaikan laporan/pengaduan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com