WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Mantan perwira CIA, Joshua Schulte (35), telah dijatuhi hukuman 40 tahun penjara karena membocorkan data rahasia.
Data itu berasal dari sejumlah alat peretas rahasia ke platform pelapor pelanggaran WikiLeaks.
Selain itu, Schulte juga dinyatakan bersalah karena memiliki gambar mengenai pelecehan anak.
Baca juga: AS Bakal Serang Sasaran Iran di Suriah dan Irak
Jaksa menuduhnya membocorkan alat CIA "Vault 7", yang memungkinkan petugas intelijen meretas ponsel pintar dan menggunakannya sebagai alat pendengar.
Mereka mengatakan, kebocoran tersebut adalah salah satu yang paling "keji" dalam sejarah Amerika Serikat (AS).
Sebagaimana diberitakan BBC pada Jumat (2/2/2024), Schulte membagikan sekitar 8.761 dokumen ke WikiLeaks pada 2017 yang merupakan pelanggaran data terbesar dalam sejarah CIA, kata departemen kehakiman AS.
Dia membantah tuduhan tersebut, tetapi dinyatakan bersalah atas berbagai tuduhan di tiga persidangan federal terpisah di New York pada 2020, 2022, dan 2023.
Pada Kamis (1/2/2024), dia dijatuhi hukuman atas tuduhan spionase, peretasan komputer, penghinaan terhadap pengadilan, membuat pernyataan palsu kepada FBI, dan kepemilikan gambar pelecehan anak.
"Joshua Schulte mengkhianati negaranya dengan melakukan kejahatan spionase yang paling berani dan keji dalam sejarah Amerika," kata Jaksa AS Damian Williams.
Berdasarkan bukti di persidangan, Schulte bekerja sebagai pengembang perangkat lunak di Pusat Intelijen Siber yang melakukan spionase siber terhadap organisasi teroris dan pemerintah asing.
Baca juga: Seperti Ini Perjalanan Konflik AS dan Iran, padahal Dulu Berteman
Jaksa mengatakan bahwa pada 2016 dia mengirimkan informasi yang dicuri ke WikiLeaks, kemudian berbohong kepada agen FBI tentang perannya dalam kebocoran tersebut.
Mereka mengatakan bahwa ia tampaknya termotivasi oleh kemarahan atas perselisihan di tempat kerja.
Schulte telah berjuang untuk memenuhi tenggat waktu, dan Asisten Jaksa AS Michael Lockard mengatakan salah satu proyeknya sangat terlambat dari jadwal sehingga dia mendapat julukan "Drifting Deadline".
Jaksa penuntut menyatakan bahwa dengan melakukan balas dendam, dia menyebabkan kerusakan besar pada keamanan nasional negara ini.
WikiLeaks mulai menerbitkan data rahasia dari file tersebut pada 2017.
"Kebocoran tersebut secara langsung merusak kemampuan CIA dalam mengumpulkan intelijen asing untuk melawan musuh-musuh Amerika, menempatkan personel, program, dan aset CIA secara langsung dalam bahaya dan merugikan CIA ratusan juta dolar," terang jaksa.
FBI mewawancarai Schulte beberapa kali setelah WikiLeaks memublikasikan data tersebut, tetapi dia menolak bertanggung jawab.
Saat penggeledahan di apartemennya juga didapati puluhan ribu gambar tentang pelecehan seksual terhadap anak.
Mereka menambahkan bahwa setelah penangkapannya, Schulte berusaha mengirimkan lebih banyak informasi.
Dia menyelundupkan telepon ke penjara di mana dia mencoba mengirim informasi kepada reporter tentang kelompok cyber CIA dan menyusun tweet yang mencakup informasi tentang alat cyber CIA dengan nama Jason Bourne, seorang agen intelijen fiksi.
Joshua Schulte telah ditahan di balik jeruji besi sejak 2018.
Sementara Asisten Direktur Penanggung Jawab FBI James Smith dalam sebuah pernyataan usai hukuman pada Joshua Schulte dijatuhkan mengatakan bahwa hukuman itu setimpal.
"Hari ini, Joshua Schulte dihukum bukan hanya karena pengkhianatannya terhadap negara kita, melainkan juga karena kepemilikan materi pelecehan anak yang mengerikan," terangnya.
Baca juga: Operasi Peretasan China Kian Gawat, AS Tak Tinggal Diam
"Keseriusan tindakannya terbukti, dan hukuman yang dijatuhkan mencerminkan besarnya ancaman yang meresahkan dan merugikan yang ditimbulkan oleh tindakan kriminalnya," tandasnya, dikutip dari ABC News.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.