Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Makanan Jawa Seperti Soto dan Pecel Populer di Suriname?

Kompas.com - 08/08/2023, 16:30 WIB
BBC News Indonesia,
Tito Hilmawan Reditya

Tim Redaksi

"Selain dawet, kami juga sering membeli telo (ketela) dan pisang goreng. Juga sate ayam," katanya.

Satish dan istrinya adalah pengunjung tetap Pasar Saoenah. Tentu saja ada pengunjung baru, seperti Shakirah dan Ezra.

Shakira yang belum lama ini tinggal di Paramaribo diberi tahu kawan-kawannya soal makanan Jawa yang dikatakan legendaris.

Pada hari Minggu tersebut ia mengajak kawannya dari Belanda, Ezra.

"Teman-teman mengatakan makanan Jawa spektakuler. Saya baru beberapa kali ke sini dan hari ini saya ingin lagi mencicipi makanan Jawa. Saya mau membeli dadar gulung," kata Shakira.

Di pasar ini, dadar gulung memang banyak dicari. Sepertinya orang suka dengan paduan dadar tepung, parutan kelapa dan gula jawa.

Ezra mengatakan rasa ingin tahu mendorongnya ke pasar ini. "Baunya menggoda," kata Ezra.

Tak lama kemudian Shakira dan Ezra mencari tempat yang nyaman di salah satu sudut pasar. Di tangan mereka ada beberapa bungkusan makanan. Mereka membeli nasi goreng, mi goreng, kering tempe, sate ayam, dadar gulung, sambal, dan es cendol.

"Saya sangat suka ... ada rasa pedas, asin, manis. Spektakuler. Teksturnya juga beragam. Sungguh enak," kata Shakira.

Ezra sementara itu menikmati lumpia dan sate ayam. "Lumpianya enak. Isi sayurnya segar. Saya juga suka dengan es cendol," kata Ezra.

Soedi, yang sudah berjualan makanan selama 20 tahun, mengatakan cita rasa makanan Jawa sangat khas, dengan bumbu yang intens, membuat banyak orang suka.

"Pelanggan saya tidak hanya dari Suriname, tetapi juga negara lain seperti Belanda. Mereka sering memborong makanan di sini," kata Soedi.

Baca juga: Suriname, Negara Kecil dengan Keberagaman dan Toleransi Antar-agama yang Mengejutkan

Pasar jadi tempat mengikat kekeluargaan

Pasar Saoneh tak hanya menyediakan aneka makanan Jawa. Pasar ini juga adalah titik pertemuan keluarga dan kerabat lintas negara, terutama bagi mereka yang tinggal di Belanda, seperti Edgar Moekiran dan Rubinem.

"Saya masih punya banyak famili dan kawan di sini," kata Edgar. Baginya Pasar Saoenah adalah tempat pertemuan ideal: bertemu kerabat dan kawan sambil menikmati aneka makanan Jawa.

Rubinem kali ini datang ke Paramaribo untuk merayakan ulang tahun sang kakak, Legiman.

Legiman bersama anak-anaknya berjualan sayur mayur dan buah di Pasar Saoenah.

Ribuan orang Jawa pindah ke Belanda setelah Suriname merdeka pada 1975. Kepindahan orang-orang Jawa ini dilatari kekhawatiran bahwa lepasnya Suriname dari Belanda akan memicu kerusuhan sosial.

Pasar Saoenah juga adalah titik pertemuan lintas generasi. Ada banyak keturunan ketiga dan keempat orang-orang Jawa yang dulu dibawa oleh Belanda. Mereka disatukan oleh elemen budaya bernama kuliner.

Bedanya, generasi ketiga kebanyakan masih fasih berbahasa Jawa ngoko, sementara anak-anak mereka lebih sering menggunakan bahasa Belanda dan bahasa sehari-hari di Suriname, Sranan Tongo.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com