Namun, para ahli sepakat bahwa tekanan tersebut kemungkinan akan berlanjut.
Korea Selatan sejauh ini hanya memberikan bantuan kemanusiaan dan ekonomi ke Kyiv, mengirimkan masker gas, rompi antipeluru, dan pasokan medis.
Negara itu telah mengambil sikap tegas untuk tidak memberikan secara langsung bantuan yang sifatnya mematikan.
Sikap ini merupakan bentuk kepatuhan terhadap undang-undang nasional yang melarang negara mengirim peralatan militer ke negara-negara yang sedang berperang.
Sebagian disebabkan situasi geopolitik yang kompleks, di mana Korea Selatan harus menjaga hubungan dengan tetangganya yang kuat, China dan Rusia, karena perubahan sedikit saja bisa menghancurkan segalanya.
Rusia mengekspor banyak minyak mentah dan gas ke Korea Selatan (yang belakangan tidak terkena sanksi energi), dan juga dapat menawarkan pengaruh yang berharga atas Korea Utara.
Baca juga: Gara-gara Blackpink, Kabinet Korea Selatan Dirombak
"Bahkan untuk negara normal, sulit untuk memihak salah satu pihak dalam perang yang terbagi secara ideologis. Namun, untuk negara yang terpecah seperti Korea, melakukan itu adalah hal gila," kata Kim Dong-yup, seorang profesor di University of North Korean Studies, di Seoul kepada BBC.
“Dalam diplomasi, Anda memerlukan otonomi strategis daripada ambiguitas strategis atau kepastian strategis. Dan memberikan senjata mematikan kepada pihak yang bertikai berarti melepaskan fleksibilitas itu – yang merupakan kesalahan besar.”
Faktanya, ketika Presiden Yoon memberi isyarat dalam wawancara baru-baru ini dengan Reuters bahwa negaranya akan memberi bantuan militer, Rusia tidak menunggu lama untuk mengeluarkan peringatan.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, salah satu sekutu terdekat Presiden Vladimir Putin, mengatakan di saluran Telegram-nya:
"Saya ingin tahu apa yang akan dikatakan orang-orang di negara itu ketika mereka melihat senjata terbaru Rusia di tangan tetangga terdekat mereka--mitra kami di DPRK (Korea Utara)? Seperti yang mereka katakan, itulah imbalannya."
Di tengah ketegangan, Korea Selatan mungkin telah mengubah posisinya dalam mempersenjatai Ukraina, meski secara diam-diam.
Negara itu menandatangani perjanjian ekspor militer terbesarnya dengan Polandia tahun lalu untuk pasokan tank dan jet tempur.
Surat kabar harian Korea Selatan DongA Ilbo melaporkan, pada bulan lalu Korea Selatan mencapai kesepakatan untuk "meminjamkan" 500.000 butir peluru artileri 155 milimeter ke AS, bukan "menjual”.
Cara itu dilakukan untuk menghindari pembatasan dalam hukum nasional.
Hal ini dapat memberi Washington dan sekutu NATO tingkat fleksibilitas dalam memasok amunisi ke Ukraina.
Dengan cara ini mereka dapat mengirim lebih banyak senjata mereka sendiri, sambil mengisi kembali persediaan mereka yang berkurang dengan senjata Korea Selatan yang baru dipasok.
Baca juga: Setelah Korea Utara Tembakan Rudal, AS dan Korea Selatan Gelar Latihan Udara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.