Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Kerumunan Massa Dapat Berujung Maut?

Kompas.com - 31/10/2022, 11:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Penulis: VOA Indonesia

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kerumunan massa berujung maut terjadi di sebuah festival musik di Houston dan klub malam di Chicago, di stadion sepak bola di Inggris dan Indonesia, dan saat ibadah haji di Arab Saudi, serta di sejumlah acara yang tak terhitung jumlahnya.

Kerumunan besar orang yang bergerak menuju ke pintu keluar, lari ke lapangan sepak bola atau mendorong ke arah panggung pertunjukkan dengan kekuatan begitu dahsyat dapat membuat orang-orang terjepit hingga meninggal dunia.

Hal ini kembali terjadi dalam perayaan Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, Sabtu malam (29/10/2022), ketika kerumunan massa bergerak di sebuah jalan yang sempit dan menyebabkan sedikitnya 153 orang meninggal dunia dan 130 lainnya luka-luka – termasuk sedikitnya 40 orang yang berada dalam kondisi kritis.

Risiko kecelakaan tragis semacam itu, yang surut ketika tempat-tempat itu ditutup dan orang-orang terpaksa tinggal di dalam rumah karena perebakan luas virus corona, kini terjadi lagi.

Yang pasti, sebagian besar acara di mana massa kerumunan tetap berlangsung aman, tanpa cedera atau kematian. Penggemar datang dan pergi tanpa insiden.

Baca juga: Penyintas Tragedi Halloween Itaewon: Tak Berdaya Lihat Orang-orang Embuskan Napas Terakhir

Mengapa Orang Bisa Meninggal dalam Kerumunan Massa Seperti di Seoul?

Meskipun di film-film digambarkan bahwa banyak orang yang tewas ketika berupaya keluar dari kerumunan massa dan menggambarkan bahwa saling dorong dan terinjak-injak sebagai penyebab kematian, kenyataan menunjukkan bahwa kebanyakan orang meninggal dalam kerumunan karena mati lemas akibat tidak dapat bernafas.

Apa yang tidak dapat dilihat mata adalah daya yang begitu kuat sehingga dapat membengkokkan baja. Ini berarti sesuatu yang sederhana – seperti menarik nafas – menjadi tidak mungkin. Orang-orang tewas dalam posisi berdiri, dan jatuh di atas tubuh orang lain yang justru memberi tekanan sedemikian rupa sehingga bernapas menjadi sesuatu yang mustahil dilakukan.

Setelah insiden dorong-dorongan dan terinjak-injak di Astroworld di Houston, November 2021, seorang profesor tamu yang menekuni studi kerumunan massa di Universitas Suffolk, Inggris, G Keith Still mengatakan pada NPR bahwa “ketika orang-orang berjuang keras untuk berdiri, untuk bangkit, tangan dan kaki mereka terpelintir. Pasokan darah ke otak mulai berkurang. Hanya dibutuhkan 30 detik sebelum orang kehilangan kesadaran, dan sekitar enam menit sebelum orang mengalami asfiksia restriktif atau komprehensif. Ini umumnya penyebab kematian dalam insiden kerumunan massa seperti ini, bukan karena terinjak-injak, tetapi karena mati lemas (akibat kekurangan oksigen.red).”

Baca juga: Saksi Mata Tragedi Halloween Itaewon: Orang-orang Masih Tertawa Awalnya

Pengakuan para Penyintas

Orang-orang yang selamat dari insiden semacam itu menceritakan kondisi seperti terengah-engah, didorong lebih dalam pada apa yang terasa seperti longsoran tubuh manusia, ketika orang-orang yang putus asa berupaya keras keluar, memanjat di atas tubuh mereka karena terjepit di pintu yang tidak bisa terbuka, atau pagar yang tidak mau terbuka.

“Para penyintas menggambarkan kondisi yang secara bertahap diawali dari rasa tertekan, tidak dapat bergerak, kepala yang terkunci di antara lengan dan bahu, nafas yang terengah-engah dan panik,” menurut sebuah laporan setelah insiden kerumunan massa di stadion sepak bola Hillsborough di Sheffield, Inggris, tahun 1998.

Lebih dari 100 fans Liverpool tewas dalam insiden itu. “Mereka sadar bahwa orang-orang di sekitar mereka sekarat dan mereka sendiri tidak berdaya untuk menyelamatkan diri,” tambah laporan itu.

Baca juga: Black Itaewon Hallowen, Cardiac Arrest, dan Rasa Kehilangan

Apa Pemicunya?

Di sebuah kelab malam di Chicago tahun 2003, kerumunan massa terjadi tidak lama setelah penjaga keamanan menggunakan semprotan merica untuk membubarkan sebuah perkelahian. Dua puluh satu orang tewas dalam gelombang kerumunan massa yang panik.

Hal senada terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Indonesia, ketika massa yang berupaya menghindari tembakan gas air mata berebut keluar pintu stadion yang berukuran kecil. Sedikitnya 131 orang meregang nyawa dan ratusan lainnya luka-luka.

Di Nepal, hujan yang turun secara tiba-tiba membuat para penggemar sepak bola bergegas menuju ke pintu keluar stadion yang ternyata terkunci. 93 orang tewas dalam insiden tahun 1988 itu.

Baca juga: Korea Selatan Berduka, Warga Minta Penjelasan atas Tewasnya 153 Orang dalam Tragedi Halloween Itaewon

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com