Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Protes di Tibet Menentang Lockdown Covid-19 China, Warga: Kami Hanya Ingin Pulang

Kompas.com - 29/10/2022, 19:15 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

LHASA, KOMPAS.com - Sejumlah video beredar dilaporkan menunjukkan kerumunan orang yang berunjuk rasa menentang tindakan ketat Covid-19 di Lhasa, Tibet.

Beberapa video di media sosial menunjukkan ratusan orang berdemonstrasi dan bentrok dengan polisi.

Sebagian besar dari mereka adalah pekerja migran etnis Han China, menurut laporan BBC pada Jumat (28/10/2022)

Baca juga: Kasus Baru Kian Parah, China Kembali Perketat Pembatasan Covid-19 di Sejumlah Kota

Kota Lhasa telah menjalani lockdown Covid-19 selama hampir tiga bulan karena memerangi gelombang infeksi Covid-19.

Tibet adalah salah satu daerah yang dijaga ketat di China.

Protes berskala besar yang jarang terjadi tersebut dilaporkan terjadi pada Rabu (26/10/2022) sore dan berlangsung hingga malam.

Satu video menunjukkan ratusan orang berkumpul di jalan, dengan pejabat memblokir pengunjuk rasa di ujung jalan lainnya.

Sebuah pesan yang menyerukan ketenangan dapat terdengar di pengeras suara, dengan seorang pejabat meminta orang-orang untuk "mohon pengertiannya dan kembalilah".

Video lain menunjukkan sejumlah orang di jalanan pada malam hari, dan seorang pria terdengar mengomentari tempat kejadian.

Baca juga: Ide Elon Musk Menamai Varian Baru Covid-19 Viral, Warganet: Pasti Unik Seperti Nama Anaknya

"(Mereka) telah dikurung terlalu lama. Dan banyak orang di komunitas ini adalah orang-orang yang baru saja datang untuk bekerja dan mencari uang. Jika mereka bisa mendapatkannya di China daratan, mereka tidak akan datang ke sini," katanya dalam bahasa mandarin menurut laporan BBC.

Video lain menunjukkan orang-orang berunjuk rasa di jalan-jalan dengan tulisan "Kami hanya ingin pulang".

BBC telah memverifikasi bahwa beberapa video diambil di Lhasa dalam beberapa hari terakhir.

Video-video tersebut telah dihapus dari media sosial China tetapi diunggah ulang di Twitter.

Sumber-sumber Tibet mengatakan kepada outlet berita Radio Free Asia (RFA) bahwa pengunjuk rasa memperingatkan mereka akan "menyalakan api" jika pembatasan tidak dicabut - meskipun tidak jelas apa artinya ini.

Sumber lain mengatakan ada kekhawatiran bentrokan antara warga sipil dan petugas polisi bisa berubah menjadi kekerasan.

Baca juga: AS dan Eropa Peringatkan Lonjakan Kasus Varian Covid BQ.1 dan BQ.1.1

Seorang warga Lhasa mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak melihat protes karena dia masih dalam lockdown, tetapi dia mengaku melihat banyak video beredar di sejumlah grup berbagi pesan.

"Orang-orang dikurung di rumah setiap hari dan hidup sangat sulit. Harga di Lhasa sekarang sangat tinggi dan tuan tanah mengejar orang untuk membayar sewa," kata warga yang hanya ingin diidentifikasi dengan nama keluarganya, Han.

Lebih lanjut menurut dia, para pekerja juga tidak diizinkan kembali ke kampung halaman mereka. Mereka tidak punya jalan keluar lain selain melakukan protes.

"Orang-orang meminta solusi - apakah mereka bisa pergi."

Han, yang mengaku dia telah terkurung selama hampir 80 hari, menambahkan bahwa orang diizinkan berkeliaran di dalam kompleks selama beberapa jam sehari - tetapi tidak bisa lebih dari itu.

"Siapa yang tahu berapa jumlah sebenarnya (kasus Covid) sekarang? Setiap hari kita dapat mendengar bahwa orang membutuhkan oksigen. Pemerintah dapat melaporkan angka berapapun yang mereka inginkan."

Baca juga: Pujian dan Pembelaan Xi Jinping atas Strategi Nol Covid China Melawan Pandemi

BBC juga mencermati beberapa unggahan di Doujin, TikTok versi China, dari orang-orang yang mengatakan mereka terjebak di Lhasa sebagai akibat dari tindakan Covid-19 China.

"Hari ini adalah hari ke-77 penguncian di Lhasa. Saya tidak tahu berapa lama akan terus seperti ini. Saya (tidak dapat menemukan) harapan. Bisakah Anda mengerti ... betapa sulitnya bagi pekerja migran?" kata unggahan itu.

"Kami tidak mendapat pemasukan selama tiga bulan - tetapi pengeluaran tidak berkurang bahkan satu sen pun. Teman-temanku di Lhasa - berapa lama kamu bisa terus seperti ini?" kata unggahan lain.

Belum ada komentar resmi atau laporan media pemerintah tentang protes tersebut, meskipun pejabat setempat pada Kamis (27/10/2022) mengatakan delapan kasus Covid baru telah dilaporkan di Lhasa.

Di platform media sosial China, semua rekaman insiden itu telah dihapus, meskipun pemeriksaan di Doujin menemukan bahwa banyak yang mencari istilah yang terkait dengan protes, seperti "apa yang terjadi di Lhasa malam ini".

Lhasa telah dikunci sejak akhir Agustus. Kelompok hak asasi telah mengklaim bahwa beberapa orang Tibet telah bunuh diri sejak lockdown dimulai.

Baca juga: Pujian dan Pembelaan Xi Jinping atas Strategi Nol Covid China Melawan Pandemi

Strategi nol-Covid China telah menyelamatkan nyawa, tetapi juga menuntut korban jiwa dan ekonomi China, dengan meningkatnya kelelahan publik atas penguncian dan pembatasan perjalanan.

Protes pada Rabu (27/10/2022) dikatakan sebagai yang terbesar yang pernah terjadi di kota itu sejak pemberontakan 2008, yang menewaskan sedikitnya 19 orang.

Pasukan keamanan China dituduh menggunakan pemukulan brutal dan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa saat itu. Setelah insiden itu, Tibet ditutup untuk orang asing dan puluhan ribu tentara China dikirim ke wilayah tersebut.

Tibet diperintah sebagai daerah otonom China, dan Beijing mengatakan wilayah tersebut telah berkembang pesat di bawah kekuasaannya.

Tetapi kelompok hak asasi mengatakan China terus melanggar hak asasi manusia, menuduh Beijing melakukan represi politik dan agama. Beijing membantah melakukan pelanggaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com