Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Junihot Maranata
Dosen

Konsen pada dunia pendidikan bermutu dan berkelanjutan

Gaya "Servant Leadership" Ratu Elizabet II

Kompas.com - 20/09/2022, 14:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dia bahkan masih bisa menulis surat permintaan maaf atas pembatalan turnya, sebelum berangkat pada senja hari ke lapangan terbang terdekat dan pesawat sudah menunggunya.

Namun, begitu pesawat mengudara, dia masuk ke toilet. Saat keluar dari toilet, dia muncul dengan wajah tegang, bahkan secara jelas dilihat oleh para penumpang lain bahwa dia telah "menangis dalam toilet dengan waktu yang agak lama".

Sejak awal, Ratu Elizabeth II tampaknya mencontoh keteladanan iman yang aktif dan dinamis dari nenek buyutnya, Ratu Victoria, yang selalu menjelaskan kepada anak-anaknya dan orang-orang yang ada di istananya bahwa iman dan pelayanan harus berjalan beriringan.

Keteladanan iman yang diberikan nenek buyutnya, Ratu Victoria tersebut, telah melahirkan gaya kepemimpinan yang melayani kepada negara dan Persemakmurannya dan menjadi landasan pemerintahan Ratu Elizabeth II.

Baca juga: Sisi Lain Ratu Elizabeth, Jago Berkuda dan Penggemar Berat James Bond

Berusaha untuk selalu melayani rakyat

Dalam pidato ulang tahunnya yang ke-21, Elizabeth yang saat itu masih berstatus seorang putri, meminta dukungan rakyatnya dan pertolongan Tuhan.

“Saya nyatakan di hadapan Anda semua bahwa seluruh hidup saya baik panjang atau pendek akan dikhususkan untuk melayani Anda … Tuhan tolong saya untuk membuat kebaikan ini adalah sumpahku, dan biarlah kiranya Tuhan memberkati kalian semua yang mau ambil bagian di dalamnya,” kata dia saat itu.

Dalam siaran Natal pertamanya sebagai Ratu tahun 1952, dia berkata, “Berdoalah untuk saya … semoga Tuhan memberi saya kebijaksanaan dan kekuatan untuk melaksanakan janji-janji khusyuk yang akan saya buat, dan agar saya dapat dengan setia melayani Dia dan Anda sepanjang hari dalam hidup saya."

Sebelum penobatannya sebagai ratu, Uskup Agung Geoffrey Fisher mempersiapkan Elizabeth secara rohani dengan sebuah buku renungan pribadi berupa pembacaan Alkitab dan doa dari tanggal 1 Mei hingga Hari Penobatan, tanggal 2 Juni 1953.

Sang Ratu menganggap serius perannya, tidak hanya sebagai kepala negara tetapi juga sebagai kepala Gereja Inggris.

Tahun 2016, dia menulis kata pengantar untuk buku hadiah yang diterbitkan bersama oleh UK Bible Society, Ratu Hamba dan Raja yang Dia Layani. Dalam kata pengantar itu dia menggambarkan peran sentral dari iman Kristen-nya dan Alkitab.

Ketika negara-negara Barat menjadi lebih sekuler, pesan-pesan Ratu mengikuti lintasan yang berlawanan. Siaran persnya tahun 2000 dikhususkan untuk mengupas tentang kisah kehidupan dan pengajaran Kristus yang diakuinya sebagai "penyedia kerangka kerja di mana saya mencoba untuk memimpin hidup saya".

Tahun 2008, Ratu berkata, “Saya berharap bahwa, seperti saya, Anda akan terhibur oleh teladan Yesus dari Nazaret yang meskipun seringkali dalam keadaan yang sangat sulit, namun Dia berhasil menjalani kehidupan yang terbuka, tidak mementingkan diri sendiri dan pengorbanan …

Dia menjelaskan bahwa kebahagiaan dan kepuasan manusia yang sejati terletak pada memberi daripada menerima; lebih banyak dalam melayani daripada dilayani.”

Tahun 2014, Ratu Elizabeth menggambarkan imannya sebagai "jangkar dalam hidup saya....

Sebagai teladan rekonsiliasi dan pengampunan, Dia mengulurkan tangan-Nya dalam cinta, penerimaan, dan penyembuhan.... 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com