“Setelah lulus S-1, saya tidak punya uang untuk membayar student loan. Kalau saya mengambil profesi di bidang biomedical engineering, saya akan bekerja di entry level lagi,” jelasnya.
Penghasilannya ketika itu memang sudah hampir dua kali lipat penghasilan tingkat pemula untuk pekerjaan yang sesuai ilmunya. Ini terjadi lagi setelah ia merampungkan program S-2.
Kini, seperempat abad setelah pekerjaan pertamanya, setelah menjalani beberapa jenis pekerjaan di beberapa perusahaan, ia menjadi kepala departemen purchasing (pembelian) di sebuah jaringan rumah sakit besar di Northern Virginia.
Baca juga:
Di Amerika, berganti bidang profesi seperti ini sama sekali bukan hal aneh, kata Ria. Pasalnya, secara umum tak sedikit orang muda yang belum mengetahui kemampuan dan bakat mereka sewaktu pertama kali masuk perguruan tinggi. Ada yang kemudian magang bekerja di luar bidang keilmuan mereka.
Seperti seorang rekan kerja Ria, lulusan jurusan fashion design. Karena semasa kuliah magang di bagian pembelian sebuah toko farmasi hingga memahami seluk beluknya, sang rekan akhirnya bekerja di bidang ini.
Latifa membenarkan bahwa di AS kesempatan untuk berganti bidang pekerjaan semacam itu lebih banyak. “Kalau ada kemauan, bisa ganti-ganti kapan pun, asalkan kamu kerjanya bagus, etik kerjanya bagus,” imbuhnya.
Perusahaan nantinya tidak akan melihat latar belakang edukasi, tetapi mempertimbangkan hasil kerja karyawan bersangkutan, lanjut Latifa.
Kuncinya, lanjut Ria, mau belajar sendiri untuk hal-hal yang tidak didapatkan dari jalur pendidikannya. Ia rajin mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan perusahaan tempat kerjanya, meminta dipindahkan ke departemen lain untuk mengetahui cara kerja di sana, dan meminta diberi kesempatan untuk bekerja di sana. Intinya, harus aktif, “Cepat tanggap, pintar mencari peluang di perusahaan.”
Latifa juga mengingatkan pentingnya mengikuti sebanyak-banyaknya pelatihan atau pendidikan yang menunjang karier di dalam maupun di luar perusahaan tempat kerja. Apalagi di Amerika, lanjutnya, sudah umum bagi perusahaan besar untuk menyisihkan dana atau beasiswa bagi karyawan yang ingin kembali bersekolah.
Untuk mereka yang ingin berkarier di luar bidang ilmunya, di mana pun kita berada, imbuh Latifa, “Jangan takut. Kalau ada kemauan pasti ada jalan. Kerja keras, harus agresif, karena kalau tidak, orang tidak akan memberi kesempatan.”
Baca juga: Kisah Moorissa Tjokro, Satu-satunya Gadis WNI Insinyur Autopilot Mobil Tesla
Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Bekerja di AS dengan Keahlian di Luar Bidang Studi.