Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasukan Terjun Payung Rusia Melarikan Diri ke Perancis, Ceritakan Kekacauan dalam Militer Putin

Kompas.com - 31/08/2022, 19:59 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

PARIS, KOMPAS.com - Tentara terjun payung Rusia Pavel Filatiev tiba di Perancis untuk mencari suaka politik pada Minggu (28/8/2022), setelah keluar dari negaranya karena takut akan pembalasan.

Pelariannya dilakukan setelah dia mendadak terkenal karena kritiknya yang pedas tentang perang di Ukraina yang diterbitkan secara online.

"Ketika saya mendengar petinggi meminta saya untuk dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena berita palsu, saya menyadari bahwa saya tidak akan bisa berbuat apa-apa dan pengacara saya tidak dapat melakukan apa pun untuk saya di Rusia," kata Filatiev kepada AFP di ruang tunggu pencari suaka di bandara Paris Charles de Gaulle.

Baca juga: Pasukan Ukraina Pukul Mundur Tentara Rusia di Selatan

Setelah sempat mengambil cuti dari tentara, pria 34 tahun tahun itu bergabung kembali dengan resimen udara ke-56 Rusia - unit lama ayahnya - yang berbasis di Krimea.

Pasukan terjun payung dikirim ke Ukraina selatan ketika Presiden Rusia Vladimir Putin memulai "operasi militer khusus" melawan Kyiv pada 24 Februari.

Filatiev sendiri menghabiskan dua bulan di sekitar kota-kota utama Kherson dan Mykolaiv, sebelum ditarik dari garis depan karena infeksi mata.

"Kami tidak memiliki hak moral untuk menyerang negara lain, terutama negara yang paling dekat dengan kami," tulisnya dalam cerita 141 halaman berjudul "ZOV", yang dia unggah di jejaring sosial VKontakte pada Agustus.

Arti dari judul berbahasa Rusia itu adalah "panggilan", ini juga yang digunakan sebagai huruf identifikasi yang dicat pada kendaraan militer selama serangan itu.

Dalam teks tersebut, Filatiev mencela baik keadaan militer dan serangan Moskwa di Ukraina, yang diyakininya secara luas ditentang oleh prajurit yang terlalu takut untuk berbicara.

Baca juga: Perjuangan Rusia Cari Rekrutan Baru untuk Perang di Ukraina dan Tanggapan Sinis Warganya

Kekacauan dan korupsi

Filatiev menggambarkan bahwa tentara yang dikirim hampir tidak berfungsi, tidak memiliki pelatihan dan peralatan bahkan sebelum invasi dimulai.

Angkatan bersenjata "berada dalam kondisi yang sama dengan kondisi Rusia dalam beberapa tahun terakhir," katanya kepada AFP.

"Tahun demi tahun kekacauan dan korupsi tumbuh. Korupsi, kekacauan, dan sikap tidak peduli telah mencapai tingkat yang tidak dapat diterima," tambah Filatiev.

"Selama beberapa bulan pertama saya terkejut, saya berkata pada diri sendiri bahwa itu tidak benar. Pada akhir tahun, saya menyadari bahwa saya tidak ingin bertugas di tentara seperti ini."

Tapi dia tidak mengundurkan diri sebelum serangan ke Ukraina dimulai, dan mendapati dirinya maju dengan unitnya ke selatan negara tetangga.

“Jika tentara sudah berantakan di masa damai, korup dan apatis, jelas bahwa di masa perang, dalam pertempuran, ini akan lebih menonjol dan kurangnya profesionalisme bahkan lebih jelas,” kata Filatiev.

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-188 Serangan Rusia ke Ukraina, Pertarungan Sengit Perebutkan Kherson, Ukraina Minta Perlindungan UNESCO untuk Odessa

Mereka yang berkuasa di Moskwa telah memainkan peran utama dalam "menghancurkan tentara yang kita warisi dari Uni Soviet," tambahnya.

Filatiev menegaskan bahwa unitnya tidak berpartisipasi dalam pelanggaran terhadap warga sipil dan tahanan, yang telah menyebabkan kemarahan di seluruh dunia dan menimbulkan tuduhan kejahatan perang oleh penjajah Rusia selama dua bulan awal perang.

Pasukan 'Teror'

Setelah dievakuasi ke rumah sakit militer di kota Krimea, Sebastopol, dia mencoba mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Tapi atasannya mengancam akan melakukan penyelidikan jika dia menolak untuk kembali ke pertempuran.

Dia meninggalkan Krimea pada awal Agustus dan menerbitkan kisahnya tentang perang secara online.

Filatiev menghabiskan beberapa waktu melompat dari satu kota ke kota lain untuk menghindari deteksi, sebelum meninggalkan negara itu, dan tiba minggu lalu di Perancis melalui Tunisia.

"Mengapa saya menceritakan semua ini secara rinci? Saya ingin orang-orang di Rusia dan di dunia tahu bagaimana perang ini terjadi, mengapa orang masih mengobarkannya," katanya.

Di pihak Rusia, "itu bukan karena mereka ingin bertarung, itu karena mereka berada dalam kondisi yang membuat mereka sangat sulit untuk berhenti," kata Filatiev yakin.

"Tentara, seluruh masyarakat Rusia, diteror," tambahnya.

Baca juga: Di Balik Kemesraan Hubungan Rusia dan Korea Utara: Latar Belakang dan Kepentingan Masing-masing

Menurut perhitungan Filatiev, hanya 10 persen tentara yang mendukung perang, dan sisanya takut untuk berbicara.

"Mereka yang menentang takut mengatakannya, takut pergi. Mereka takut konsekuensinya," katanya.

Jika diberikan suaka di Perancis, Filatiev mengatakan dia ingin "bekerja untuk mengakhiri perang ini".

"Saya ingin sesedikit mungkin pemuda Rusia pergi ke sana dan terlibat dalam hal ini, agar mereka tahu apa yang terjadi di sana," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com