Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelombang Panas Berbahaya Diprediksi 3 Kali Lebih Rutin

Kompas.com - 28/08/2022, 18:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Masih ada kenaikan permukaan laut, kelangkaan air, dan perubahan ekosistem secara keseluruhan, kata Zeppetello, yang melakukan banyak penelitian di negara bagian University of Washington selama gelombang panas tahun 2021.

"Sayangnya, prediksi mengerikan yang ditunjukkan dalam penelitian ini dapat dipercaya," ilmuwan iklim Jennifer Francis dari Woodwell Climate Research Center, yang bukan bagian dari tim studi ini mengatakan dalam sebuah email.

"Dua musim panas terakhir telah membuka pandangan ke masa depan kita yang gerah, dengan gelombang panas mematikan di Eropa, China, Amerika Utara bagian barat laut, India, AS bagian selatan-tengah, Inggris, Siberia tengah, dan bahkan New England," ujarnya.

Baca juga: Gelombang Panas di Xinjiang Berisiko Timbulkan Banjir dan Rusak Pertanian

"Daerah-daerah yang memang sudah panas akan menjadi tidak dapat lagi dihuni karena indeks panas melebihi ambang batas berbahaya, yang mempengaruhi manusia dan ekosistem. Daerah di mana panas ekstrem sekarang jarang terjadi juga akan semakin menderita, karena infrastruktur dan makhluk hidup tidak beradaptasi dengan panas yang menghancurkan."

Studi ini cerdas karena berfokus pada indeks panas dan dikombinasi dengan kelembaban yang merugikan kesehatan, begitu kata Renee Salas, seorang profesor di Harvard School of Public Health, yang juga bekerja sebagai dokter di ruang gawat darurat.

''Kala indeks panas meningkat, kita semakin sulit untuk mendinginkan tubuh,'' ujar Salas yang bukan bagian dari tim peneliti. "Heat stroke adalah bentuk penyakit akibat panas yang berpotensi mematikan yang terjadi ketika suhu tubuh naik ke tingkat yang berbahaya."

Studi ini didasarkan pada probabilitas matematis alih-alih berdasarkan pada penelitian iklim lainnya yang melihat apa yang terjadi pada berbagai tingkat polusi karbon. Karena itulah, ilmuwan iklim Universitas Pennsylvania, Michael Mann, bersikap lebih skeptis terhadap penelitian ini.

"Hambatannya pada saat ini adalah politik. Tapi ada alasan untuk tetap bersikap optimis secara hati-hati," ujar Michael Mann.

Baca juga: WHO: 1.700 Orang Meninggal karena Gelombang Panas di Spanyol dan Portugal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com