SYDNEY, KOMPAS.com - Kematian dua perempuan bersaudara dari Arab Saudi di Australia masih menimbulkan misteri sejak penemuannya pada 7 Juni 2022.
Hari itu, pihak berwenang Australia mengetuk pintu sebuah apartemen di Sydney.
Di depan pintu apartemen tersebut, surat-surat bertumpuk. Para penghuni juga belum membayar uang sewa mereka selama lebih dari tiga bulan.
Di dalam apartemen itulah, pihak berwenang kemudian menemukan jasad dua bersaudara dari Arab Saudi, yang diketahui sudah berada di sana selama berminggu-minggu tanpa ada yang mengetahui kondisi mereka.
Baca juga: AS Setujui Penjualan Sistem Pertahanan Rudal ke Arab Saudi dan UEA, Nilainya Hampir Rp 75 Triliun
Dua bulan sejak temuan itu, polisi “Negeri Kanguru” masih tidak mengetahui banyak hal tentang apa yang terjadi pada kedua bersaudara yang diketahui bernama Asra Abdullah Alsehli (24 tahun) dan Amaal Abdullah Alsehli (23 tahun).
Tidak ada tanda-tanda bahwa seseorang telah menerobos masuk ke dalam apartemen mereka. Tidak ada pula tanda-tanda para perempuan itu mengalami cedera.
Polisi Australia pun menyebut kematian keduanya sebagai “mencurigakan” dan “aneh”.
Pihak kepolisian masih menunggu hasil otopsi untuk mengetahui bagaimana para perempuan itu meninggal.
"Kami tidak tahu banyak tentang gadis-gadis itu," kata Inspektur Detektif Claudia Allcroft kepada wartawan bulan lalu dalam permohonan bantuan publik sebagaimana dilansir BBC Indoensia.
"Kami berharap seseorang dapat membantu penyelidik kami."
Baca juga: Alasan Arab Saudi Sambut Baik Kabar Tewasnya Ayman Al Zawahiri
Sedikit informasi yang telah dipublikasikan terkait dua perempuan bersaudara dari Arab Saudi itu.
Keduanya dilaporkan pindah ke Australia dari Arab Saudi pada 2017. Mereka datang untuk mencari suaka, tapi pihak berwenang belum menjelaskan alasan di balik klaim suaka mereka.
Polisi mengatakan "tidak ada tanda-tanda yang mengindikasikan" bahwa keluarga mereka patut dicurigai.
Kedua perempuan tersebut bekerja sebagai pengatur lalu lintas sambil menempuh pendidikan di sekolah kejuruan. Bidang studi mereka tidak diketahui.
Para tetangga mengatakan kepada media lokal bahwa kedua perempuan itu kerap menutup diri.
Manajer apartemen mereka, Michael Baird, mengatakan kepada wartawan bahwa keduanya sempat memintanya memeriksa rekaman kamera pengawas beberapa bulan sebelum kematian mereka.
Menurut Baird, mereka menyampaikan kekhawatiran terhadap keamanan makanan pesanan yang diantarkan ke rumah mereka. Namun, rekaman itu tidak mengungkapkan apapun.
Baird telah meminta polisi memeriksa keamanan mereka pada Maret lalu dan kepada petugas keduanya mengaku baik-baik saja.
Baird pernah mendatangi dua perempuan itu. "Mereka tampak seperti dua burung pipit kecil yang takut akan sesuatu," kata Baird kepada Sydney Morning Herald.
Meskipun polisi tidak mengungkap banyak, kasus ini telah menarik perhatian publik di Australia. Banyak yang mempertanyakan seputar apakah ini kasus bunuh diri, kejahatan, ataupun sesuatu yang lain.
Laporan media lokal mungkin memberikan beberapa petunjuk - tetapi tidak ada yang dikonfirmasi oleh polisi. Lebih jauh lagi, informasi yang campur aduk ini seringkali memberikan gambaran yang tidak jelas atau tampak kontradiktif.
Baca juga: Arab Saudi Akan Membelah Gurun dengan Gedung Pencakar Langit Kaca Sepanjang 120 Km
Surat kabar The Australian melaporkan bahwa salah satu dari perempuan itu takut dipersekusi di Arab Saudi karena orientasi seksualnya, sementara yang lainnya telah menjadi ateis.
Baik homoseksualitas maupun ateisme adalah ilegal di negara Islam konservatif tersebut.
Australian Broadcasting Corporation (ABC) melaporkan bahwa kalung salib ditemukan di kamar mereka. Laporan lain mengatakan klaim suaka mereka ditolak dan mereka kesulitan membayar sewa.
Seseorang yang tidak disebutkan identitasnya mengatakan kepada ABC bahwa dia melihat seorang pria tak dikenal di lobi gedung mereka itu beberapa kali sebelum keduanya meninggal.
Saat ditegur, pria itu mengaku berasal dari apartemen kedua perempuan itu.
Ada juga laporan bahwa Asra meminta kepolisian mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang pria yang tidak disebutkan namanya pada 2019. Namun dia membatalkan permohonan itu tak lama setelahnya.
Polisi belum mengomentari semua laporan di atas dan BBC yang mewartakan berita ini tidak dapat memverifikasinya secara independen.
Baca juga: Jumlah Jemaah Haji Indonesia yang Meninggal di Arab Saudi Jauh Lebih Banyak daripada Malaysia
Apartemen itu sekarang kembali disewakan. Terdapat sebuah catatan yang menjelaskan bahwa, "menurut polisi, ini bukan kejahatan acak dan tidak berpotensi menimbulkan risiko bagi masyarakat."
Namun, kematian Asra dan Amaal menjadi sumber ketakutan bagi perempuan-perempuan Saudi di Australia.
"Banyak dari kita yang menjadi lebih waspada," kata Saffaa, seorang aktivis dan seniman yang meminta untuk diidentifikasi hanya dengan nama depannya.
Pihak berwenang dan keluarga Saudi dapat tetap menjadi ancaman bahaya bagi perempuan yang melarikan diri, bahkan setelah mereka berhasil ke luar negeri, katanya kepada BBC.
Dia merujuk pada kisah Dina Ali Lasloom, yang pada 2017 berhasil ke Filipina sebelum dipaksa oleh keluarganya untuk kembali ke Arab Saudi. Kabarnya tidak terdengar lagi sejak itu.
Mengingat Asra dan Amaal telah berhasil meninggalkan Arab Saudi, Saffaa merasa sangat sulit untuk percaya bahwa kedua bersaudara itu bunuh diri di Sydney - kota tempat tinggal mereka selama lima tahun terakhir.
Baca juga: Menteri Ini Harap Ada Penerbangan Haji Langsung Israel-Arab Saudi Tahun Depan
Menurut sumber BBC, sebagian besar komunitas pencari suaka di kota itu mengenal mereka sebelum mereka putus kontak sekitar enam bulan lalu.
"Jelas ada yang tidak beres sehingga mereka menjadi semakin takut dan terisolasi," katanya.
Terlepas dari bagaimana kedua perempuan itu meninggal, jelas Australia telah mengecewakan mereka, menurut peneliti Human Rights Watch Sophie McNeill.
Lebih lanjut kata dia, setiap pencari suaka merasa hidup "sangat sulit" tetapi perempuan Saudi "sangat rentan."
“Jika Anda orang Suriah atau Afghanistan, Anda dapat menjangkau lebih banyak orang yang berada dalam situasi serupa, tetapi komunitas pencari suaka perempuan Saudi sangat kecil dan ada banyak ketakutan, banyak paranoia,” kata McNeill.
Selain itu, banyak yang menghadapi kesulitan keuangan. Di Australia, pencari suaka yang menunggu kasus mereka disebut menerima tunjangan dalam jumlah yang kecil.
"Mereka sering kali berasal dari keluarga yang mampu, secara finansial. Jadi itu benar-benar keputusan yang berani dan luar biasa ketika mereka melarikan diri," kata McNeill.
"Mereka meninggalkan keamanan finansial itu."
Baca juga: Jurnalis Israel Masuk Mekkah, Polisi Tangkap Warga Arab Saudi yang Bantu Gil Tamary Masuk
Saffaa setuju wanita seperti itu menghadapi keadaan yang unik. Keputusan untuk menolak visa kedua perempuan tersebut - jika benar seperti yang dilaporkan – bisa jadi langkah yang "sembrono dan lalai" dan menyebabkan stres yang luar biasa bagi mereka, tambahnya.
"Saya masih merasa terganggu dengan kemungkinan bahwa mereka tidak memiliki siapa pun untuk mendukung mereka dan memandu mereka dengan memberi tahu pilihan apa saja yang tersedia bagi mereka," kata Saffaa.
Kasus ini menggarisbawahi perlunya Australia untuk lebih mendukung komunitas pencari suaka dari Saudi, kata Saffaa dan MecNeill.
"Jelas mereka pasti menghadapi perasaan begitu sendirian dan ketakutan. Mereka datang ke sini mencari keselamatan, tapi kami tidak membantu mereka," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.