Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Dilumat Gempa, Afghanistan Memohon Pertolongan Dunia

Kompas.com - 24/06/2022, 02:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Gempa merupakan salah satu bencana yang berulang kali melumat dan mengoyak Afghanistan, salah satu negara termiskin di dunia pada saat ini dengan pendapatan domestik bruto (PDB) tak lebih dari 500 dollar AS menurut catatan World Population Review.

Dalam seperempat abad terakhir, gempa paling mematikan di Afghanistan terjadi di 1998. Pada tahun itu ada dua gempa besar di sana.

Pada 4 Februari 1998, Afghanistan diguncang gempa berkekuatan magnitudo 5,9 dan setidaknya 4.500 orang tewas. Lalu, pada 30 Mei 1998, gempa berkekuatan magnitudo 6,6 menewaskan paling tidak 5.000 orang. 

Gempa terbesar di Afghanistan dalam seperempat abad terakhir terjadi pada 26 Oktober 2015. Berkekuatan magnitudo 7,5, gempa di perbatasan Afghanistan dan Pakistan ini menewaskan 380 orang. 

Di antara yang paling mematikan dan berkekuatan terbesar itu, gempa berkekuatan magnitudo 6,9 pada 1 Februari 1991 di Afghanistan tercatat menewaskan 1.500 orang. 

Krisis kemanusiaan

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan organisasi ini telah menyerukan mobilisasi untuk bantuan. Pengerahan tim kesehatan dan pasokan obat, makanan, peralatan trauma, dan tempat penampungan darurat telah terkonfirmasi.

Akhundzada mengungkapkan kekhawatiran korban jiwa masih akan terus bertambah, seturut informasi yang sulit didapat dari lapangan. 

"Itu adalah situasi yang mengerikan," kata Arup Khan (22), yang dirawat di rumah sakit di Ibu Kota Provinsi Paktika, Sharan.

Baca juga: Indonesia Tawarkan Beasiswa Pendidikan bagi Perempuan Afghanistan

"Ada tangisan di mana-mana. Anak-anak dan keluarga saya berada di bawah lumpur."

Direktur Rumah Sakit Sharan, Mohammad Yahya Wiar, mengatakan rumah sakitnya berupaya melakukan yang terbaik untuk merawat korban luka dari gempa pada Rabu. 

"(Namun), negara kami miskin dan kekurangan sumber daya," katanya kepada AFP. "Ini adalah krisis kemanusiaan. Ini seperti tsunami."

Rekaman yang dirilis Taliban menunjukkan penduduk dari satu desa menggali parit panjang untuk menguburkan jenazah. 

"Pemerintah bekerja sesuai kemampuannya," ujar Anas Haqqani, pejabat senior Taliban melalui Twitter. "Kami berharap Komunitas Internasional & lembaga bantuan juga akan membantu rakyat kami dalam situasi yang mengerikan ini."

Gutteres dalam ungkapan dukanya mencatat betapa beratnya tragedi ini di negeri yang sudah terkoyak oleh beragam krisis sebelum ini.

"Hati saya tertuju kepada rakyat Afghanistan yang sudah terhuyung-huyung akibat dampak konflik bertahun-tahun, kesulitan ekonomi, dan kelaparan. Saya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga para korban dan berharap pemulihan cepat bagi yang terluka," kata Gutteres dalam pernyataannya, Rabu.

Baca juga: Tak Ada Warisan Amerika di Afghanistan

Selain menyatakan pengerahan bantuan sudah dilakukan, Gutteres juga menyeru kepada komunitas internasional untuk turun tangan. "Sekarang saatnya solidaritas," ujar dia.

Tomas Niklasson, utusan khusus Uni Eropa untuk Afghanistan, lewat akun Twitter menyatakan, Uni Eropa sudah memantau situasi dan bersiap mengkoordinir bantuan darurat.

Dari Vatikan, Rabu, Paus Fransiskus memanjatkan doa untuk para korban gempa Afghanistan, bersama seruan untuk dunia turut membantu. Doa dan seruan ini kemudian diunggah pula di akun Twitter-nya.

 

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com