Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Dilumat Gempa, Afghanistan Memohon Pertolongan Dunia

Kompas.com - 24/06/2022, 02:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di dekatnya, sebuah tenda didirikan di sebelah rumah yang diratakan, menyediakan tempat berlindung bagi sekitar 15 wanita dan anak-anak.

Wanita tua lainnya, mengenakan gaun beludru merah bermotif bunga dan selendang hijau panjang, kehilangan empat kerabat.

"Saya menguburkan mereka hari ini," kata perempuan yang mengaku bernama Zulfana, kepada AFP. Sekarang, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu bantuan dan penyelamat tiba.

"Saya merasa sangat tidak berdaya, saya tidak punya satu sen pun," ujar Zulfana lirih.

Gempa pada Rabu dini hari itu merobohkan menara telekomunikasi dan memutus jaringan listrik. Jalan pun terblokir bebatuan yang longsor. 

"Ketika saya keluar dari rumah saya, keadaan sepi karena semua orang terkubur di bawah rumah mereka. Tidak ada yang tersisa di sini," kata Ghurziwal, menuturkan detik-detik gempa melumat desanya. 

Mohammad Amin Huzaifa, kepala otoritas informasi di Provinsi Paktika mengatakan informasi di lapangan sangat sulit dikumpulkan karena putusnya jaringan komunikasi dan listrik tersebut. 

"(Terlebih lagi), daerah tersebut terkena banjir karena hujan deras tadi malam... juga sulit untuk mengakses lokasi yang terkena dampak," imbuh Huzaifa, Kamis, seperti dikutip AFP.

Dari gempa ke gempa dalam kemiskinan

Badan seismologi Eropa mengatakan, gempa Afghanistan pada Rabu dirasakan hingga jarak lebih dari 500 kilometer, yang menjangkau kawasan lain di Afghanistan, juga wilayah Pakistan dan India.

Kondisi sarana dan prasarana kesehatan yang buruk memperparah upaya pencarian dan penyelamatan di lokasi paling terdampak gempa ini. 

Gempa dengan kekuatan serupa di kawasan utara Afghanistan pada 2002—sekaligus salah satu yang paling mematikan sejak 1998—telah menewaskan sedikitnya 4.500 orang. 

Lokasi yang terdampak gempa pada Rabu berada di dataran yang rawan longsor, dengan banyak bangunan tua dan rapuh. 

Sebelum ada gempa ini, kehidupan lebih dari 60 persen warga Afghanistan telah bergantung pada bantuan internasional. Persentase itu setara dengan 38 juta jiwa. 

Belum lama berselang, UNICEF menyatakan pula bahwa tak kurang dari 1,1 juta anak Afghanistan berusia kurang dari 5 tahun terancam kurang gizi.

Pakistan menyatakan akan segera mengirimkan makanan, tenda, selimut, dan bantuan darurat lain ke lokasi paling terdampak gempa. Amerika berencana menyalurkan bantuan lewat PBB dan lembaga kemanusiaan, untuk menghindari pemberian uang ke Pemerintah Taliban.

Dari Amerika Serikat, penasihat keamanan nasional Presiden Joe Biden, Jake Sullivan, menyatakan negaranya akan mencari cara untuk memberi bantuan, termasuk membuka pembicaraan dengan penguasa Taliban.

"Presiden Biden sedang memantau perkembangan dan telah mengarahkan USAID dan mitra lain pemerintah federal untuk menilai opsi respons AS membantu mereka yang paling terkena dampak," kata Sullivan, seperti dikutip AFP, Kamis (23/6/2022).

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan bahwa pemerintahnya telah pula menghubungi kelompok-kelompk kemanusiaan yang masih aktif di Afghanistan yang selama ini mendapat sokongan dana dari Washington. 

"Mitra kemanusiaan AS sudah merespons, termasuk dengan mengirim tim medis untuk membantu mereka yang terkena dampak, dan kami sedang menilai opsi respons lainnya," kata Blinken dalam sebuah pernyataan sebagaimana dikutip AFP.

Tak berselang lama setelah penarikan pasukan Amerika dan NATO dimulai, Taliban mengambil alih kembali pemerintahan Afghanistan. Amerika membuka pembicaraan dengan Taliban tapi menolak mengakui pemerintahan mereka. 

Baca juga: Jelang Satu Tahun Pemerintahan Joe Biden

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com