Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

Cuitan Elon Musk dan Bonus Demografi Indonesia

Kompas.com - 05/06/2022, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BANYAK orang yang heboh ketika Elon Musk membuat cuitan bahwa Jepang bisa tinggal nama saja kalau rasio kelahiran jauh di bawah rasio kematian.

Mungkin Anda juga salah satu yang membaca cuitan tersebut, bahkan sempat berkomentar atau malah re-tweet tulisannya?

Kita tahu bawa Elon Musk merupakan pribadi yang eksentrik, dengan ucapan dan ide yang menarik perhatian banyak orang.

Dia juga melakukan banyak hal yang tidak terpikirkan oleh orang biasa. Apakah Anda masih ingat ketika Elon mengirimkan Tesla Roadster menggunakan roket Falcon dengan tujuan planet Mars pada tanggal 6 Februari 2018?

Cuitan Elon tentang Jepang sebenarnya berdasarkan fakta, bahwa demografi Jepang mengalami penurunan jumlah penduduk sekitar 644.000 jiwa pada tahun 2021.

Mungkin kita tidak bisa membayangkan seberapa besar penurunan jumlah tersebut secara riil. Apalagi kurva demografi Indonesia yang bentuknya seperti kerucut (artinya, pertambahan penduduk yang tinggi), berbeda dengan kurva demografi Jepang yang berbentuk kerucut terbalik (pertambahan penduduknya amat rendah).

Akan tetapi, keadaan riil dari cuitan Elon bisa saya rasakan atau saksikan langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, ketika jalan-jalan di daerah padat yang kita tidak asing lagi seperti Shinjuku, Shibuya dan Harajuku.

Saya melihat bahwa kebanyakan yang berlalu-lalang di sana adalah generasi milenial. Atau paling muda adalah generasi Z.

Saya hanya bisa menemukan satu atau dua orang anak usia pra-sekolah (sekitar 5 tahun kebawah).

Keadaan bisa berubah ketika berjalan di daerah sub-urban atau di daerah bed town seperti Saitama, Chiba dan daerah sebelah Barat Tokyo yang disebut area Tama.

Kita bisa menemukan anak usia pra-sekolah lebih banyak, meskipun perbedaannya tidak signifikan bila dibandingkan dengan daerah kota yang sudah saya sebutkan sebelumnya.

Pemandangan tersebut tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan keadaan di Indonesia. Kita dapat menemukan banyaknya populasi anak usia pra-sekolah, bahkan di kota-kota besar di seluruh Indonesia.

Keadaan tersebut membuktikan bahwa Indonesia memang sedang mengalami bonus demografi.

Jumlah orang muda, atau lebih spesifiknya jumlah tenaga kerja usia produktif, melebihi jumlah orang yang tidak produktif (usia di atas 60 tahun).

Indonesia diramalkan mengalami bonus demografi dengan puncaknya pada tahun 2030. Ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari bonus demografi ini.

Pertama, dengan tersedianya tenaga muda, berarti kita mempunyai tenaga kerja yang siap pakai.

Tenaga produktif ini tentu kita bisa manfaatkan dalam semua sektor, terutama pada sektor yang menghasilkan produk (barang) dan jasa.

Dengan berjalannya proses produksi dan pelayanan dalam bentuk jasa, maka otomatis keuntungan kedua yang bisa kita harapkan adalah terpicunya pergerakan roda perkonomian.

Keutungan ketiga, dengan banyaknya jumlah usia produktif maka permintaan atau kebutuhan barang konsumsi akan meningkat.

Ini tentu dapat menguntungkan bagi orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis barang konsumsi, misalnya para penjual makanan/minuman. Itu sedikit contoh keberuntungan yang bisa kita peroleh dalam lingkup nasional.

Jika kita berbicara dalam lingkup internasional, contoh yang paling mudah adalah keuntungan yang bisa kita peroleh dengan mengirimkan tenaga kerja ke negara-negara yang membutuhkan. Salah satu negara tujuan yang bisa kita pilih adalah Jepang.

Jepang memang kekurangan tenaga kerja. Menurut pengalaman, saya mudah menemukan tenaga kerja asing di Tokyo dibanding dengan tenaga kerja asli orang Jepang, terutama pada sektor-sektor informal, misalnya, restoran cepat saji, toko retail, dan lainnya.

Kesempatan terbuka lebar bagi Indonesia yang sedang mengalami bonus demografi, untuk mengirimkan tenaga kerja ke Jepang.

Alasannya, sejak 1 April 2019 mereka membuka kesempatan bagi pekerja asing untuk bekerja dengan visa jenis baru, yaitu bagi orang yang mempunyai keahlian khusus.

Akan tetapi kita harus waspada bahwa dampak bonus demografi bukan melulu sisi positif, dalam hal ini keuntungan saja. Ada juga sisi negati dari bonus demografi.

Salah satunya adalah meroketnya jumlah pengangguran, akibat lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding (dalam hal ini jumlahnya sedikit) jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja produktif.

Apalagi sejak tahun 2020 dunia dilanda pandemi. Ini tentu mempunyai dampak serius terhadap tersedianya jumlah lapangan pekerjaan, terutama di beberapa sektor yang selama masa sebelum pandemi bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Kemajuan teknologi ibarat pisau bermata dua. Proses otomatisasi pada pekerjaan kantor yang monoton misalnya proses yang berhubungan dengan pola berulang perubahan data, bisa dilakukan mudah dan cepat tanpa kesalahan melalui implementasi RPA (Robot Process Automation).

Lalu apa yang bisa kita perbuat dengan anugerah bonus demografi ini?

Satu hal yang penting untuk dilakukan adalah persiapan sumber daya manusia (SDM). Ini bisa dilakukan melalui banyak hal.

Dalam hubungan dengan persiapan SDM, kita tidak bisa bergantung pada sekolah formal saja.

Menurut data tahun 2020, dari jumlah lulusan SMA sebanyak 3,6 juta orang, hanya sekitar 36 persen (1,3 juta orang) saja yang mempunyai kemampuan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dengan keadaan ini, bagaimana kita bisa mempersiapkan SDM?

Jangan khawatir dahulu. Di era kiwari, kita bisa memanfaatkan perkembangan teknologi terutama internet untuk mempersiapkan SDM.

Apalagi saat ini kemajuan teknologi memberikan efek positif dalam hal proses produksi komponen elektronik canggih, sehingga produksi secara masal mudah dilakukan.

Hal ini berakibat harga gawai yang mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Jika kita, apalagi pemerintah bisa menciptakan konten atau bahan pengajaran dengan memanfaatkan teknologi, terutama melalui media yang digemari oleh kaum rebahan (baca: kaum muda), maka ini bisa memberikan manfaat dan pembekalan dalam rangka persiapan SDM unggul.

Kita kembali ke Elon Musk. Presiden Joko Widodo mengunjungi markas besar SpaceX di Boca Chica pada tanggal 15 Mei yang lalu. Saya yakin ada banyak hal yang dibicarakan antara kedua belah pihak.

Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia, memiliki potensi yang besar, terutama ketika kita berbicara tentang mobil listrik.

Nikel digunakan sebagai komponen paling penting pada mobil listrik, yaitu sebagai bahan pembuatan baterai.

Elon sempat menyatakan bahwa dia optimis dengan potensi besar yang dimiliki Indonesia. Apalagi dia tahu bahwa Indonesia memiliki populasi (baca: sumber daya manusia) yang berlimpah.

Apakah nanti Elon akan mencuit tentang potensi Indonesia, terutama tentang bonus demografi dan memprediksi bahwa Indonesia bisa menjadi negara adidaya di dunia? Kita tunggu saja bersama-sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com