Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO: Tembakau adalah Racun Planet, Rugikan Lingkungan dan Kesehatan

Kompas.com - 01/06/2022, 21:00 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber WHO

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan informasi baru tentang sejauh mana tembakau merusak lingkungan dan kesehatan manusia.

Mereka juga menyerukan langkah-langkah untuk membuat industri lebih bertanggung jawab atas perusakan itu.

Dilansir Walta Info, dalam siaran pers organisasi yang dikirim ke media dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Direktur Promosi Kesehatan WHO, Dr Ruediger Krech mengatakan bahwa industri tembakau merugikan dunia lebih dari 8 juta nyawa manusia setiap tahunnya.

Baca juga: Meksiko Resmi Larang Penjualan Rokok Elektrik

Industri ini juga menelan biaya 600 juta pohon, 200.000 hektar lahan, 22 miliar ton air, dan 84 juta ton karbon dioksida setiap tahun.

Dr Krech lebih lanjut mencatat bahwa mayoritas tembakau ditanam di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana air dan lahan pertanian seringkali sangat dibutuhkan untuk menghasilkan makanan bagi wilayah tersebut.

Sebaliknya, air digunakan untuk menanam tanaman tembakau yang mematikan, sementara semakin banyak lahan yang dibuka dari hutan.

Laporan WHO "Tobacco: Poisoning our planet" menyoroti bahwa jejak karbon industri dari produksi, pemrosesan, dan pengangkutan tembakau setara dengan seperlima karbon dioksida yang dihasilkan industri penerbangan komersial setiap tahun, yang selanjutnya berkontribusi pada pemanasan global.

Baca juga: Rokok di Kokpit Sebabkan Pesawat EgyptAir Jatuh pada 2016, Tewaskan 66 Penumpang

“Produk tembakau adalah barang yang paling banyak berserakan di planet ini, mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia beracun, yang masuk ke lingkungan kita saat dibuang," tulis WHO.

"Sekitar 4,5 triliun filter rokok mencemari lautan, sungai, trotoar kota, taman, tanah, dan pantai kita setiap tahun.”

Dengan demikian, produk-produk seperti rokok, tembakau tanpa asap, dan rokok elektrik juga menambah penumpukan polusi plastik.

Filter rokok mengandung mikroplastik dan merupakan bentuk polusi plastik tertinggi kedua di dunia.

Terlepas dari pemasaran industri tembakau, tidak ada bukti bahwa filter memiliki manfaat kesehatan yang terbukti.

Baca juga: Raksasa Ritel AS Walmart Setop Penjualan Rokok di Beberapa Toko

WHO meminta para pembuat kebijakan untuk memperlakukan filter rokok sebagaimana adanya, plastik sekali pakai, dan mempertimbangkan untuk melarang filter rokok untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Selain itu, biaya pembersihan produk tembakau yang berserakan menjadi beban pembayar pajak, bukan industri yang menciptakan masalah.

Setiap tahun, hal ini merugikan China sekitar 2,6 miliar dollar AS dan India sekitar 766 juta dollar AS. Biaya untuk Brasil dan Jerman mencapai lebih dari 200 juta USD.

Negara-negara seperti Prancis dan Spanyol dan kota-kota seperti San Francisco, California di AS telah mengambil sikap.

Mengikuti Prinsip Pencemar Membayar, mereka telah berhasil menerapkan 'perpanjangan undang-undang tanggung jawab produsen' yang membuat industri tembakau bertanggung jawab untuk membersihkan polusi yang diciptakannya.

Baca juga: WHO: Cacar Monyet Belum Akan Jadi Pandemi, Bukan Virus Gay

WHO mendesak negara dan kota untuk mengikuti contoh ini, serta memberikan dukungan kepada petani tembakau untuk beralih ke tanaman yang berkelanjutan, menerapkan pajak tembakau yang kuat, dan menawarkan layanan dukungan untuk membantu orang berhenti merokok.

WHO menyampaikan hal ini dalam momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati pada tanggal 31 Mei setiap tahunnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com