Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Warganet China Akali Sensor demi Kritik Aturan Ketat Covid-19

Kompas.com - 07/05/2022, 14:45 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Pengguna web China menggunakan metode kreatif demi menghindari penyensoran pemerintah.

Ini mereka lakukan agar bisa menyuarakan ketidakpuasan atas aturan Covid-19 China.

Dilansir AFP, China memang mempertahankan cengkeraman ketat atas internet.

Banyak sensor yang menghapus postingan berisi kritik terhadap kebijakan Partai Komunis China.

Baca juga: Shanghai Umumkan Wabah Covid-19 Terburuk di China Telah Dikendalikan

Mesin sensor China saat ini bekerja keras mempertahankan kebijakan ketat nol-Covid Beijing, apalagi kota pusat bisnis Shanghai mengalami penguncian selama berminggu-minggu demi mengatasi wabah.

Terjebak di rumah, banyak dari 25 juta penduduk kota itu menggunakan media sosial untuk melampiaskan kemarahan atas kekurangan makanan dan kondisi karantina.

Charlie Smith, salah satu pendiri situs pemantauan sensor GreatFire.org, mengatakan penguncian Shanghai telah menjadi "masalah yang terlalu besar untuk dapat disensor sepenuhnya".

Pengguna web yang cerdik pun beralih ke trik seperti membalik gambar dan menggunakan permainan kata, juga menggunakan nama samaran karena sensitivitas.

Dalam satu contoh, sensor menghapus tagar populer di platform media sosial Weibo yang mengutip baris pertama lagu kebangsaan China: "Bangunlah, mereka yang menolak menjadi budak."

Tapi bagian itu lantas dibagikan bebarengan dengan kemarahan anti-lockdown.

Baca juga: Bangunan Ambruk di Changsha China Tewaskan 53 Orang

Bulan lalu, polisi internet nyaris menyerah dalam menghentikan video viral "Voices of April" yang menampilkan cerita dari penduduk Shanghai yang tertekan selama penguncian.

Pengguna web dengan cepat mengedit ulang dan membagikan klip enam menit itu untuk menghindari mesin sensor, yang berjuang selama berjam-jam mengidentifikasi versi yang berbeda.

Seorang warga Shanghai yang frustrasi mengatakan bahwa netizen berbagi berbagai format untuk menyampaikan uneg-unegnya, meskipun setiap posting menghilang dalam beberapa menit.

Baca juga: Perluas Pengaruh, Wapres China Akan Hadiri Pelantikan Presiden Korsel

"Kami melawan AI," kata penduduk itu kepada AFP.

"Orang-orang di Shanghai bersedia 'membayar harganya' karena menayangkan pandangan kritis," kata Luwei Rose Luqiu, asisten profesor di Universitas Baptis Hong Kong.

"Kesulitan, ketidakpuasan, dan kemarahan yang mereka alami dalam penguncian jauh melebihi rasa takut akan hukuman karena memposting konten sensitif," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Global
Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Global
Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Global
Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Global
Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Global
Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Global
Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Global
Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Global
Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Global
Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Global
Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Global
Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Global
Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Global
China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

Global
Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com