KOMPAS.com - Berita dari komandan marinir di lini pertahanan terakhir Ukraina di Kota Mariupol yang dikepung tentara Rusia menjadi berita terpopuler kanal Global Kompas.com kemarin.
Video itu berisi pernyataan tekad untuk tidak pasukan Ukraina untuk tidak menyerah, namun juga permohonan bantuan agar mereka bisa bertahan.
Masih dari perang di Ukraina, seorang jutawan yang memiliki rumah di utara Kiev mengaku merelakan rumahnya dibom karena digunakan sebagai pangkalan oleh militer Rusia.
Sementara dari Forum G20, kepastian kehadiran Rusia kembali memicu reaksi dari sejumlah negara barat, yang kembali menegaskan bahwa mereka akan melakukan “walk out”, untuk memprotes perang di Ukraina.
Berikut rangkuman berita internasional terpopuler dari kanal Global Kompas.com dalam populer global edisi Rabu (20/4/2022) hingga Kamis (21/4/2022).
Baca juga: Ukraina Berupaya Kirim 90 Bus untuk Evakuasi 6.000 Orang dari Mariupol
Seorang komandan marinir di lini pertahanan terakhir Ukraina di Kota Mariupol yang dikepung tentara Rusia merilis pesan video pada Rabu (20/4/2022) pagi waktu setempat.
Menurutnya, dia dan anak buahnya hanya punya waktu beberapa jam lagi. Dalam video yang dikirim ke BBC dan media lain, Mayor Serhiy Volyna mengatakan pasukannya tidak akan menyerah.
Namun, dia memohon bantuan internasional untuk 500 serdadu yang terluka dan ratusan perempuan dan anak-anak yang bersembunyi bersama pasukannya di sebuah pabrik baja di Mariupol.
Baca berita selengkapnya di sini.
Baca juga: Rusia Desak Pasukan Ukraina di Mariupol Menyerah Hari Ini Jika Ingin Hidup
Seorang jutawan Ukraina mengatakan dia meminta militer negaranya untuk mengebom rumah barunya, setelah mengetahui propertinya digunakan sebagai pangkalan bagi pasukan Rusia.
Andrey Stavnitser, CEO perusahaan IT Ukraina, mengatakan kepada Good Morning Britain bahwa dia mengetahui pasukan Rusia menyita propertinya di dekat Irpin, Ukraina, awal bulan lalu setelah dia meninggalkan negara itu ke Polandia.
Dilansir dari Newsweek pada Senin (18/4/2022), Stavnitser mengatakan pasukan menerobos rumahnya dan menyandera staf keamanannya dengan, menginterogasi dan membuka pakaian mereka.
Baca berita selengkapnya di sini.
Baca juga: Presiden Dewan Eropa: Sejarah Tak Akan Lupa Kejahatan Perang Rusia
Negara-negara Barat bersiap menggelar aksi walkout terkoordinasi dan penghinaan diplomatik lainnya untuk memprotes invasi Rusia ke Ukraina, pada pertemuan para menteri keuangan G20 Rabu (20/4/2022) di Washington, kata para pejabat mereka.
Beberapa negara Barat berpendapat bahwa tindakan Rusia ke tetangganya harus berarti membuatnya dikeluarkan dari semua pertemuan global.
Akan tetapi, hal tersebut bukan pandangan yang dimiliki oleh negara-negara lain di kelompok 20 ekonomi besar dunia, termasuk China dan Indonesia, yang memimpin kelompok itu tahun ini.
Baca berita selengkapnya di sini.
Baca juga: Risiko Ekonomi Perang di Ukraina dan Tantangan Presidensi G20 di Bali
Polisi Sri Lanka menembakkan peluru tajam untuk membubarkan pengunjuk rasa pada Selasa (19/4/2022), menewaskan satu orang dan melukai belasan lainnya.
Insiden itu terjadi ketika negara itu mencari bantuan keuangan cepat dari Dana Moneter Internasional (IMF), untuk meredakan krisis Sri Lanka yang memburuk.
Demonstrasi telah berkecamuk di negara kepulauan Asia Selatan berpenduduk 22 juta orang selama berminggu-minggu.
Baca berita selengkapnya di sini.
Baca juga: PM Sri Lanka Minta Polisi Selidiki Bentrokan yang Sebabkan 1 Orang Tewas
Rusia mengerahkan kekuatan militernya ke kota-kota besar dan kecil di Ukraina dan mengerahkan lebih banyak pasukan ke medan perang.
Dilansir Gulf Today, Rabu (20/4/2022), Rusia berusaha untuk membelah dalam pertempuran yang berpotensi untuk menguasai jantung industri tambang batu bara dan pabrik di timur Ukraina.
Pertempuran pada Selasa (19/4/2022) berlangsung di sepanjang front berbentuk bumerang yang panjangnya ratusan mil di tempat yang dikenal sebagai Donbass.
Jika berhasil, itu akan memberi Presiden Rusia Vladimir Putin kemenangan setelah gagal menaklukkan Kyiv. Baca berita selengkapnya di sini.
Baca juga: 4 Keunikan Masjid Prophet Mohammed, Masjid Terbesar di Rusia yang Diresmikan Putin
Rezim Militer Myanmar telah mengumumkan mencabut status kewarganegaraan 33 pembangkang tingkat tinggi, sejak Maret.
Para kritikus menggambarkan langkah itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum internasional.
Mereka yang ditargetkan termasuk diplomat yang menolak bekerja untuk militer, anggota pemerintah paralel yang dibentuk untuk menentang kudeta tahun lalu, selebriti yang blak-blakan, dan aktivis terkemuka.
Tiga pemberitahuan terpisah di media pemerintah mengatakan kewarganegaraan mereka dicabut, karena mereka melakukan "tindakan yang dapat merugikan kepentingan Myanmar". Baca selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.