WASHINGTON DC, KOMPAS.com - China menghadapi krisis ekonomi setelah ledakan real estate berakhir dengan masalah tahun lalu, menurut investor dan miliarder AS George Soros.
Presiden Xi Jinping pun dinilai mungkin tidak dapat memulihkan kepercayaan pada industri yang bermasalah, yang dilanda serangkaian kasus gagal bayar utang oleh pengembang dan penurunan harga tanah dan apartemen.
Hal itu disampaikan miliarder AS itu dalam pidatonya di Institut Hoover Universitas Stanford pada Senin (31/1/2022).
Baca juga: KABAR DUNIA SEPEKAN: Foto Babak Belur Reynhard Sinaga | Dampak Krisis Evergrande di Swedia
Ledakan real estate China didasarkan pada model "tidak berkelanjutan" yang bermaksud menguntungkan pemerintah daerah dan mendorong orang menginvestasikan sebagian besar tabungan mereka di properti, kata Soros melansir CNN.
Menurutnya, kebijakan pemerintah yang dirancang untuk mengekang ledakan mempersulit raksasa real estate yang berhutang Evergrande untuk membayar utangnya.
Pengembang terhuyung-huyung dengan lebih dari 300 miliar dollar AS (Rp 4,2 kuadriliun) dari total kewajiban utang. Selain itu ada juga sekitar 19 miliar dollar AS (Rp 272 triliun) obligasi luar negeri, yang dipegang oleh manajer aset internasional dan bank swasta atas nama klien mereka.
Baca juga: Investor Evergrande Ancam Bunuh Diri karena Seluruh Uang Pensiunnya Hilang
Evergrande telah berjuang selama berbulan-bulan untuk mengumpulkan uang tunai untuk membayar pemberi pinjaman.
Pejabat pemerintah dikirim ke perusahaan untuk mengawasi restrukturisasi, tetapi ada sedikit kejelasan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Evergrande telah meminta lebih banyak waktu, tetapi beberapa pemberi pinjaman tampaknya tidak mau menunggu.
Pada Minggu (30/1/2022), perusahaan mengeklaim telah menunjuk penerima atas sebidang tanah di Hong Kong, yang dijanjikan sebagai jaminan pinjaman 520 juta dollar AS (Rp 7,4 trilium) tahun lalu.
“Masih harus dilihat bagaimana pihak berwenang akan menangani krisis ini,” kata Soros, selama diskusi panel tentang perkembangan di China dan bagaimana AS harus merespons.
"Mereka mungkin telah menunda menanganinya terlalu lama, karena kepercayaan orang sekarang telah terguncang."
Baca juga: Krisis Evergrande: Awal Mula Petaka, Utang Rp 4 Kuadriliun, dan Ruginya Ribuan Orang
Soros dalam beberapa tahun terakhir muncul sebagai kritikus terkemuka terhadap Xi dan Partai Komunis China yang berkuasa.
Investor legendaris dan ketua Open Society Foundations ini mengatakan pada September bahwa manajer aset BlackRock membuat "kesalahan tragis" dengan melakukan lebih banyak bisnis di China.
Dia juga mengkritik Beijing atas kebijakan pengawasannya dan tindakan keras terhadap bisnis swasta.