KHARTOUM, KOMPAS.com – Pasukan keamanan Sudan melepaskan tembakan yang menewaskan tujuh demonstran pada Senin (17/1/2022).
Kejadian itu terjadi dalam salah satu unjuk rasa paling mematikan terhadap kudeta militer.
Kekerasan terbaru yang terjadi di ibu kota Khartoum serta di kota-kota besar lainnya di Sudan terjadi menjelang kunjungan penting para diplomat Amerika Serikat (AS).
Baca juga: Perdana Menteri Sudan Mengundurkan Diri Setelah 57 Orang Tewas dalam Protes Anti-kudeta
Di mana, AS sebelumnya menengahi untuk mengakhiri krisis selama berbulan-bulan di negara Afrika timur laut itu.
Perwakilan khusus PBB Volker Perthes mengutuk penggunaan peluru tajam yang terus-menerus untuk memadamkan protes.
Dia membenarkan setidaknya tujuh orang tewas dalam demonstrasi.
Sementara kedutaan AS di Khartoum mengkritik taktik kekerasan pasukan keamanan Sudan.
Sembilan anggota Dewan Keamanan PBB termasuk Inggris dan Perancis pun mendesak semua pihak untuk menahan diri dari penggunaan kekerasan, menekankan pentingnya pertemuan damai dan kebebasan berekspresi.
Diberitakan Kantor Berita AFP, Selasa (18/1/2022), tujuh kematian yang terjadi pada Senin menjadikan 71 jumlah demonstran yang terbunuh sejak pengambilalihan militer 25 Oktober 2021 yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
Baca juga: Tambang Emas Runtuh, 31 Penambang Tewas di Sudan
Perebutan kekuasaan militer memicu kecaman internasional, dan menggagalkan transisi yang rapuh ke pemerintahan sipil setelah penggulingan presiden otokratis lama Omar al-Bashir pada April 2019.
Para pengunjuk rasa yang terkadang sampai berjumlah puluhan ribu secara rutin turun ke jalan meskipun ada tindakan keras keamanan dan pemutusan komunikasi secara berkala sejak kudeta.
Pada Senin, petugas medis anti-kudeta mengatakan tiga pengunjuk rasa ditembak mati oleh milisi dewan militer putschist.
Sementara kemudian, Komite Pusat independen Dokter Sudan melaporkan empat demonstran lagi tewas dalam pembantaian oleh otoritas kudeta.
Petugas medis melaporkan beberapa demonstran lainnya terluka oleh kontak langsung.
Blok sipil utama Sudan, Forces for Freedom and Change, kemudian menyerukan "pembangkangan sipil" menyusul apa yang mereka juluki sebagai "pembantaian".
Baca juga: Penyakit Misterius Tewaskan Hampir 100 Orang di Sudan, Masih dalam Penyelidikan WHO