Kali ini, musim kemarau yang panjang menyebabkan lonjakan harga sayuran, daging dan pakan ternak.
Penduduk pun semakin merasakan kesulitan karena masih berjuang bangkit kembali secara ekonomi, setelah kejatuhan harga energi global pada 2014.
“Perubahan aturan sering terjadi, pemotongan subsidi, dan "spekulasi" di sisi perbatasan Beijing pada paruh kedua 2021. Itu menyebabkan penantian panjang dan lonjakan biaya untuk kontainer yang membawa barang impor,” menurut Oksana Sorokina, Direktur SevenR Logistics yang berbasis di Almaty.
“Akibatnya, akhir tahun (2021) kami mengalami kelangkaan barang dengan harga luar biasa, yang tentu saja (mau tak mau) diteruskan ke konsumen akhir,” kata Sorokina kepada AFP.
Baca juga: Kerusuhan Kazakhstan: Internet di Almaty Online Lagi Usai Mati 5 Hari
Seperti banyak negara berkembang yang bergantung pada ekspor energi, menurut laporan AFP, kondisi Kazakhstan sangat kontras.
Nur-Sultan, kota yang menggantikan Almaty sebagai ibu kota pada 1997, gemerlap dengan arsitektur kosmik yang dirancang oleh orang-orang seperti Norman Foster dari Inggris.
Pemerintah terus mengucurkan uang ke kota. Dementara banyak pusat provinsi berjuang melepaskan tampilan era Soviet mereka.
Di Almaty, wilayah pinggiran gunung dipenuhi dengan rumah-rumah mewah berwarna-warni, beberapa di antaranya menjulang tinggi.
Tapi isi kota secara timpang terlihat abu-abu dan mengalami salah satu kondisi udara terburuk di dunia akibat pembakaran energi batu bara.
Warga tampak bingung ketika mereka kembali ke kegiatan sehari-hari di pusat keuangan, dan harus berdamai dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh massa yang mengamuk pada Rabu (5/1/2022).
Seorang psikolog berusia 34 tahun bernama Natalya mengatakan dapat menerima penjelasan pemerintah, bahwa peristiwa yang mengguncang kotanya adalah bagian dari "tindakan teror yang direncanakan".
Namun dia pun mengakui bahwa kenaikan harga telah berkontribusi pada ketidakpuasan yang mendalam.
"Masalahnya gaji tetap sama. (Biaya hidup tinggi) menjadi pemicu (kemarahan) yang beralasan, dan kematian dan kengerian adalah konsekuensinya," kata Natalya melansir AFP.
"Sekarang saya pikir pemerintah akan lebih sering mempertimbangkan rakyat."
Hal itu diamini oleh Tatiana Boldyreva, seorang guru privat yang ditemui saat sedang membeli susu segar yang disajikan dalam kantong plastik.
"Harga di luar kendali," kata Boldyreva, ketika seorang tukang daging jalanan memotong potongan daging untuk pelanggan yang lapar, yang sebagian besar belum mengisi lemari es mereka sejak sebelum Tahun Baru.
"Tapi itu bukan alasan untuk memulai perang."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.