Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentang Taliban, Perempuan Afghanistan Nekad Kembali Kerja, Sekolah dan Turun ke Jalan

Kompas.com - 05/10/2021, 19:28 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNN

KABUL, KOMPAS.com - Serangan teroris tidak menghentikan perempuan Afghanistan seperti Atifa Watanyar, untuk mengajar meski dia khawatir Taliban akan mencegat usahanya.

Bahkan sebelum kelompok militan itu berbaris ke Kabul, guru bahasa Inggris itu merasakan ketidakpastian dan sakit hati yang hebat.

Baca juga: Taliban Berhenti Bayar Listrik, Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan

Pada awal Mei, dia berada di pintu masuk sekolah Sayed Al-Shuhada di pinggiran ibu kota dan melihat ledakan di depan gerbang utama.

Saat itu murid-muridnya bergegas melewatinya, mencoba melarikan diri ke halaman yang berdebu di bawah. Tapi bom kedua dan ketiga meledak, menewaskan sedikitnya 85 orang, banyak dari mereka yang adalah gadis remaja.

Impian anak-anak

Hanya beberapa bulan kemudian, Watanyar berdiri di pintu masuk yang sama sebelum pelajarannya dimulai.

Siswa perempuan muda mengalir ke lorong, suara mereka bergema dari dinding yang dicat dengan mural yang mengeklaim "masa depan lebih cerah."

"Apa yang harus kita katakan? Setiap hari saya melihat Taliban di jalanan. Saya takut. Saya sangat takut pada orang-orang ini," katanya melansir CNN pada Selasa (5/10/2021).

Pada Agustus, beberapa minggu setelah sekolah dibuka kembali, Taliban meraih kekuasaan dan sekali lagi mengeklaim Afghanistan sebagai Imarah Islam mereka.

Sebulan kemudian, kelompok tersebut secara efektif melarang siswa perempuan dari pendidikan menengah. Sekolah menengah diperintahkan dibuka kembali hanya untuk anak laki-laki.

Baca juga: Taliban Tangkap Pemimpin ISIS-K Setelah Ledakan Bom di Masjid Kabul

Kelompok itu mengatakan perlu menyiapkan "sistem transportasi yang aman," sebelum anak perempuan kelas enam sampai dua belas dapat kembali.

Tetapi Taliban memberikan alasan yang sama ketika berkuasa pada 1996. Siswa perempuan tidak pernah kembali ke kelas selama lima tahun pemerintahannya.

Tidak lagi bisa mengajar murid-muridnya yang lebih tua, Watanyar sekarang berfokus pada gadis-gadis yang lebih muda.

Dia memastikan setidaknya di dalam kelasnya, masih ada ruang untuk bermimpi.

"Apa yang harus kita lakukan, apa yang harus kita lakukan? Itu (kembali mengajar) hanya hal yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita, untuk putri kita, untuk anak perempuan kita," katanya.

Baca juga: POPULER GLOBAL: Dampak Krisis Evergrande Timpa Swedia | Taliban Hancurkan Markas ISIS, Balasan Bom Masjid Afghanistan

Demi menafkahi keluarga

Sebagian besar tindakan pembangkangan harian lebih kecil dan kurang publik, tetapi sama pentingnya, kata para aktivis.

Semakin banyak wanita yang kembali ke ruang publik Kabul setelah tinggal di dalam selama beberapa minggu pertama pemerintahan Taliban yang tidak pasti.

Arzo Khaliqyar adalah salah satu wanita yang kembali bekerja. Ibu lima anak ini mengaku terpaksa menjadi sopir taksi saat suaminya dibunuh setahun lalu.

Suaminya meninggalkan Toyota Corolla putihnya, mobil biasa di Kabul, tapi hanya sedikit jumlahnya.

Namun dalam minggu-minggu sejak Taliban berkuasa, mengemudi menjadi semakin sulit dan dia mengatakan secara rutin diancam.

Dia beradaptasi dengan tetap berpegang pada lingkungan yang dia kenal dan mengambil sebagian besar wanita dan keluarga.

"Saya tahu (risikonya) dengan sangat jelas tetapi saya tidak punya pilihan lain," katanya.

"Saya tidak punya cara lain. Di beberapa tempat di mana saya melihat pos pemeriksaan Taliban, saya akan mengubah rute saya. Tapi saya telah menerima risiko ini demi anak-anak saya."

Baca juga: Hamas Puji Kemenangan Taliban di Afghanistan

Penindasan berlanjut

Serangan lanjutan Taliban terhadap wanita terlihat di seluruh kota ini. Militan dalam beberapa kasus memerintahkan perempuan meninggalkan tempat kerja mereka.

Ketika sekelompok perempuan memprotes pengumuman pemerintah yang semuanya laki-laki di Kabul, para militan Taliban memukuli mereka dengan cambuk dan tongkat.

Di jalan-jalan lingkungan Khair Khana, di barat laut Kabul, konsekuensi dari protes perempuan baru-baru ini tetap ada.

Di hampir setiap salon kecantikan, gambar wajah wanita telah dirusak. Beberapa dengan cepat dicat hitam, yang lain dikapur sepenuhnya.

Namun, meskipun ada peluang yang luar biasa, para aktivis perempuan Kabul terus berorganisasi dan berdemonstrasi.

Kamis lalu, segelintir wanita mengangkat spanduk yang menyatakan, "Pendidikan adalah identitas manusia" dan "Jangan bakar buku kami, jangan tutup sekolah kami".

Truk pick-up militer Taliban lalu diturunkan di sudut-sudut protes mereka. Spanduk-spanduk di tangan mereka disobek-sobek. Senapan mesin digunakan mengeluarkan tembakan peringatan yang membuat penonton dan jurnalis berlari.

Baca juga: Dari Taliban ke Negeri Ronaldo, Tim Sepak Bola Putri Afghanistan Akhirnya Berlatih Lagi

Kepala Intelijen Taliban di Kabul, Mawlavi Nasratullah, mengatakan bahwa para wanita tidak memiliki izin untuk memprotes.

Ketika ditanya oleh CNN mengapa sekelompok kecil perempuan yang meminta hak mereka untuk dididik menjadi ancaman, Nasratullah menjawab: "Saya menghormati perempuan, saya menghormati hak-hak perempuan. Jika saya tidak mendukung hak-hak perempuan, Anda tidak akan berdiri di sini."

Tetapi kekerasan yang berulang pada protes lain menceritakan kisah yang berbeda.

“Ketika Anda meninggalkan rumah Anda untuk berjuang, Anda mempertimbangkan segalanya,” kata pemimpin protes Sahar Sahil Nabizada.

Dia mengaku telah diancam berulang kali, tetapi menolak untuk meninggalkan negara itu atau berhenti berorganisasi.

“Mungkin saya mati, mungkin saya terluka, dan mungkin juga saya pulang hidup-hidup. Namun, jika saya, atau dua atau tiga wanita lain mati atau terluka, pada dasarnya kami menerima risiko untuk membuka jalan bagi generasi ke depan, setidaknya mereka akan bangga dengan kita," kata Nabizada.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com